Inibaru.id – Hampir semua orang yang pernah menginjakkan kaki di Yogyakarta agaknya memiliki kenangan mendalam terkait kota ini. Banyak alasan yang membuatnya begitu; mulai dari orang-orangnya yang ramah hingga bangunan-bangunan ikoniknya yang bikin betah.
Maka, nggak heran kalau wilayah yang sangat menjunjung tinggi budaya dan tradisi ini menjadi salah satu kota wisata terpenting di Indonesia. Siapa pun pasti pengin mematut diri di Tugu Pal Putih atau lebih dikenal sebagai Tugu Jogja. Kamu juga?
Namun, tahukah kamu bahwa sepelemparan batu dari tugu yang berlokasi di Jalan Jenderal Sudirman itu, ada satu jembatan yang juga nggak kalah ikonik? Yap, Jembatan Gondolayu namanya. Pada malam hari, jembatan ini menjadi salah satu tempat nongkrong paling asyik bagi para muda-mudi di sana.
Terbentang di atas Kali Code, jembatan yang merupakan peninggalan dari pemerintah kolonial Hindia-Belanda ini memang menjadi salah satu spot paling menawan di kota tersebut. Oya, Jembatan Gondolayu diyakini dibangun pada 1840-an, atau di masa yang sama saat Perang Diponegoro berlangsung.
Kisah Ratmi dan Ngatino
Kali pertama eksis, Jembatan Gondolayu terbuat dari batang bambu yang disatukan. Jembatan ini baru mengalami renovasi beberapa tahun berselang; yang semula dari batang bambu menjadi beton. Konon, agar jembatan berdiri kokoh saat dibangun, ada tumbal yang harus dikorbankan.
Kisah tumbal ini mungkin hanyalah mitos, meski banyak yang masih meyakini kebenarannya hingga sekarang. Dikutip dari Jogja Hidden Story, tumbal yang dikorbankan adalah sepasang istri-suami yang baru saja melangsungkan pernikahan, yakni Ratmi dan Ngatino.
Sejoli itu mengalami nasib sial setelah dijemput paksa tentara Belanda nggak lama setelah melangsungkan akad nikah. Mereka diikat tangannya dan disumpal mulutnya, kemudian dilempar ke dasar pondasi jembatan, lalu diuruk; terpendam bersama material jembatan lainnya.
Hingga kini, kisah tersebut masih sering dibahas oleh masyarakat setempat. Meski begitu, nyatanya cerita menyeramkan Ratmi dan Ngatino nggak menyurutkan anak muda di sana untuk tetap nongkrong-nongkrong di jembatan yang dihiasi lampu-lampu jalan zadul ini hingga larut malam.
Kisah Yu Djiyem
Cerita yang justru membuat bulu kuduk merinding adalah sebuah legenda tentang sosok hantu penjual jamu gendong yang kerap menampakkan diri di Jembatan Gondolayu. Masyarakat setempat menamai sosok tersebut sebagai Yu Djiyem.
Yu Djiyem diyakini sebagai penjual jamu yang meregang nyawa di jembatan tersebut pada 1915. Suatu malam pada tahun tersebut, Yu Djiyem diadang lima orang lelaki di atas jembatan Gondolayu, lalu dipaksa untuk berjalan ke tepian Kali Code bagian timur.
Di tempat tersebut, dia diperkosa beramai-ramai, kemudian dibunuh dan jenazahnya dilarung ke sungai bersama dengan dagangannya. Keesokan harinya, jasad Yu Djiyem ditemukan warga Sayidan. Dia meninggal dengan pakaian yang sudah nggak utuh.
Sejumlah kesaksian mengatakan, hantu Yu Djiyem masih kerap muncul di Jembatan Gondolayu. Dia muncul menyaru sosok penjual jamu dengan wajah semrawut dan tubuh berbalut pakaian koyak. Hiiii!
Terlepas dari kisah mistis yang melatarbelakangi bangunan bersejarah tersebut, Jembatan Gondolayu tetaplah lekang di hati para pelancong yang pernah menginjakkan kaki di Jogja. Ehm, jangan-jangan justru cerita mistis inilah yang jadi daya tarik utamanya, ya? Ha-ha. (Kharisma Ghana Tawakal/E07)