BerandaTradisinesia
Rabu, 12 Des 2017 05:05

Jaran Goyang, Santet Asmara Orang Osing

Penari Jaran Goyang saat tampil di pembukaan Cafe Jaran Goyang di Banyuwangi. (Kompas.com/Ira Rachmawati)

Kalau kamu selama ini berpikir santet itu cara jahat menyakiti orang, kamu perlu mengenal tentang santet orang Osing di Banyuwangi. Salah satunya “jaran goyang” yang sempat moncer lewat lagu dendangan Nella Kharisma.

Inibaru.id – Dengar dulu nih penggalan lirik lagu “Jaran Goyang” yang dilantunkan Nella Kharisma.

Apa salah dan dosaku, sayang, cinta suciku kau buang-buang/Lihat jurus yang kan ku berikan, jaran goyang, jaran goyang/Sayang, janganlah kau waton serem, hubungan kita semula adem/Tapi sekarang kecut bagaikan asem, semar mesem, semar mesem.

Nggak bisa dimungkiri popularitas Nella Kharisma semakin bersinar berkat lagu “Jaran Goyang” itu.

Kalau kamu suka lagu itu, agar rasa menyukainya semakin lengkap, kamu perlu tahu apa itu “jaran goyang”. Yang dari Banyuwangi, Jawa Timur, boleh jadi sudah mengenalnya. Maklum, jarang goyang itu bagian dari tradisi orang di ujung timur Pulau Jawa tersebut.

Dikutip dari Kompas.com (28/11/2017), budayawan Banyuwangi Hasnan Singodimayan menjelaskan, jaran goyang adalah mantra yang menjadi bagian dari sastra lisan masyarakat Suku Using di Banyuwangi.

Menurut lelaki kelahiran Banyuwangi 17 Oktober 1931, masyarakat Using memercayai adanya empat ilmu (sering disebut magi) yaitu, ilmu merah, ilmu kuning, ilmu hitam, dam ilmu putih.

"Ilmu merah ini berkaitan dengan perasaan cinta, ilmu kuning tentang jabatan, ilmu hitam untuk menyakiti, dan ilmu putih untuk menyembuhkan. Nah, jaran goyang ini masuk dalam kategori ilmu merah atau dikenal dengan santet," jelas Hasnan.

Baca juga:
Mengenang Husein, Mengarak Tabot
Wayang Ajen a.k.a Wayang Seleb dari Kuningan

Hasnan dengan tegas mengatakan santet bukanlah ilmu yang menyakiti atau membunuh tapi merupakan akronim dari "mesisan gantet" yang berarti sekalian bersatu atau bisa juga "mesisan bantet” atau sekalian rusak.

Sudah mulai paham? Kalau belum, simak lanjutannya, ya.

Kata Hasnan, mengapa seperti itu karena merujuk pada fungsi sosial mantra santet jaran goyang untuk menyatukan dua orang agar bisa menikah atau memisahkan kedua orang yang mencintai agar bisa menikah dengan pasangan pilihan keluarganya.

"Saat kerajaan Blambangan di ambang kehancuran, rakyatnya terpisah dan agar keturunan mereka tidak tercampur, mereka menikah dengan dasar kekerabatan. Biasanya kan ada yang saling suka tapi ternyata nggak disetujui oleh orang tua. Nah, di sini fungsi mantra jaran goyang untuk menyatukan mereka. Niatnya baik. Bukan untuk hal-hal yang enggak jelas. Ini adalah ilmu pengasihan," ungkap penulis novel Kerudung Santet Gandrung tersebut.

Selain jaran goyang, ada beberapa mantra lain yang berkaitan dengan hubungan asmara. Salah satunya, “kebo bodoh”.

Nama-nama mantra ilmu merah yang berkaitan dengan asmara, memang paling banyak menggunakan binatang liar yang menjadi peliharaan.

Namun menurut Hasnan, di antara banyaknya mantra pengasihan, mantra jaran goyang yang paling ampuh.

"Nggak perlu waktu lama, kalau sudah dirapalkan bisa langsung jatuh cinta," katanya sambil tersenyum.

Dia juga menjelaskan nama jaran goyang diambil dari perilaku kuda yang sulit dijinakkan, tetapi jika sudah jinak maka kuda sangat mudah dikendalikan.

"Sama dengan perasaan cinta. Awalnya susah dikendalikan tapi kalau sudah jatuh cinta bisa bisa semua baju miliknya di bawa pulang ke rumah pasangannya seperti orang gila dan memang korban dalam kutip terbanyak adalah perempuan walaupun tidak menutup kemungkinan laki-laki juga bisa terkena santet jaran goyang."

Baca juga:
Ketika Apem Ditanam di Tanah Sawah
OM Monata, Nggak Ada Hari Tanpa Manggung

Begitulah, Millens, kamu boleh percaya boleh nggak soal keampuhan mantra itu. Kamu boleh juga kurang yakin, masa di zaman now, generasi milenial memercayai hal-hal seperti itu.

Kamu bebas berpendapat tapi kamu tetap harus menghormati tradisi suatu masyarakat seperti mantra jaran goyang orang Banyuwangi. (EBC/SA)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: