BerandaTradisinesia
Sabtu, 10 Mei 2024 18:00

Filosofi Kehidupan di Balik Angka 21, 25, 50, dan 60 dalam Bahasa Jawa

Angka Bahasa Jawa ternyata punya filosofi dalam hal usia dan fase kehidupan manusia. (Unsplash/Agto Nugroho)

Kepikiran nggak mengapa penyebutan angka 21, 25, 50, dan 60 dalam Bahasa Jawa unik dan terkadang nggak sesuai pakem urutan? ternyata ada alasannya, lo.

Inibaru.id – Bagi orang yang bahasa ibunya adalah Bahasa Jawa, penyebutan angka 21, 25, 50, dan 60 yang beda dari pakem atau urutannya mungkin nggak terlalu mengganggu. Tapi, bagi mereka yang baru belajar Bahasa Jawa, tentu bakal keheranan dengan betapa berbedanya penyebutan angka-angka tersebut. Usut punya usut, ternyata ada alasan di balik hal ini, lo.

Nah, ternyata, penyebutan angka-angka tersebut dalam Bahasa Jawa terkait dengan filosofi kehidupan manusia, khususnya dalam hal usia dan fase kehidupan. Kamu tahu sendiri kan budaya Jawa memang nggak bisa lepas dari berbagai filosofi dan maknanya?

Memangnya, seperti apa sih filosofi dari penyebutan angka-angka tersebut? Simak baik-baik, ya!

Angka 21

Sebenarnya, jika ditilik dari urutan, angka 21,22,23, dan seterusnya sampai 29 sama-sama mengandung kata “likur” di belakangnya. Sebagai contoh, selikur adalah sebutan untuk 21, rolikur untuk 22, telulikur untuk 23, dan songolikur untuk 29. Jadi, penyebutan selikur untuk 21 bukan hal yang aneh karena masih sesuai dengan pakem urutan angka 20-an dalam Bahasa Jawa.

Tapi, jika kita menilik sebutan pada bilangan puluhan lain seperti 30, 40, atau 70, imbuhan “likur” ini agak berbeda. Angka 30 misalnya, disebut telung puluh, 31 disebut telung puluh siji, 40 disebut patang puluh, 42 disebut patang puluh loro, dan 70 disebut pitung puluh. Beda banget, kan?

Ternyata “likur” ini dalam Bahasa Jawa bermakna “linggih kursi” yang punya makna duduk di kursi. Alasannya, masyarakat Jawa percaya bahwa pada usia 20-an, manusia mencari kedudukan, pekerjaan, atau bahkan memulai rumah tangga. Banyak aktivitas di situ terkait dengan kursi, Millens.

Angka 25

Ada filosofi di balik penyebutan angka Bahasa Jawa. (Mamikos)

Kalau yang ini, sebutannya sangat jauh dari pakem urutan “likur” di bilangan 20-an, yaitu selawe. Padahal, sebelumnya 24 disebut sebagai patlikur dan 26 disebut sebagai enemlikur.

Ternyata, selawe bermakna “seneng-senenge lanang lan wedok” atau masa di mana laki-laki dan perempuan mulai muncul rasa cinta. Di usia itulah, manusia sudah memasuki usia ideal untuk membangun mahligai keluarga.

Angka 50

Bukannya limang puluh jika mengikuti pakem urutan bilangan puluhan setelah patang puluh (40) atau pitung puluh (70), angka 50 disebut sebagai seket. Angka berikutnya, 51 disebut sebagai seket siji, 52 disebut dengan seket loro, dan seterusnya sampai seket songo (59).

Makna dari seket adalah “seneng kethonan/kethunan” yang bermakna suka memakai penutup kepala/peci/kopiah. Artinya, pada usia yang sudah menua itu, manusia mulai rajin beribadah.

Angka 60

Setelah 59, bukannya menjadi enem puluh, sebutannya malah jadi sewidak (60). Angka berikutnya seperti 61 disebut sebagai sewidak siji, 62 sebagai sewidak loro, dan seterusnya sampai sewidak songo (69).

Ternyata, makna dari sewidak adalah “sejatine wis wayahe tindak” yang berarti “sudah waktunya pergi (menghadap Tuhan YME). Di usia tersebut, memang sudah mulai banyak orang yang tutup usia.

Nggak disangka ya, ternyata angka-angka dalam Bahasa Jawa punya makna filosofi kehidupan yang luar biasa, Millens. (Arie Widodo/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Cantiknya Deburan Ombak Berpadu Sunset di Pantai Midodaren Gunungkidul

8 Nov 2024

Mengapa Nggak Ada Bagian Bendera Wales di Bendera Union Jack Inggris Raya?

8 Nov 2024

Jadi Kabupaten dengan Angka Kemiskinan Terendah, Berapa Jumlah Orang Miskin di Jepara?

8 Nov 2024

Banyak Pasangan Sulit Mengakhiri Hubungan yang Nggak Sehat, Mengapa?

8 Nov 2024

Tanpa Gajih, Kesegaran Luar Biasa di Setiap Suapan Sop Sapi Bu Murah Kudus Hanya Rp10 Ribu!

8 Nov 2024

Kenakan Toga, Puluhan Lansia di Jepara Diwisuda

8 Nov 2024

Keseruan Pati Playon Ikuti 'The Big Tour'; Pemanasan sebelum Borobudur Marathon 2024

8 Nov 2024

Sarapan Lima Ribu, Cara Unik Warga Bulustalan Semarang Berbagi dengan Sesama

8 Nov 2024

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024