BerandaTradisinesia
Kamis, 13 Sep 2023 09:25

Alasan Purwokerto Menjadi Ibu Kota Kabupaten Banyumas

Stasiun Purwokerto di Banyumas. (Twitter/andrianrpratama)

Kenapa ibu kota Kabupaten Banyumas adalah Purwokerto? Padahal, ada Kecamatan Banyumas yang nggak jauh dari situ. Ternyata, salah satu penyebabnya adalah adanya rel kereta api.

Inibaru.id – Namanya Kabupaten Banyumas, tapi pusat pemerintahannya ada di Kota Purwokerto. Kondisi ini sudah terjadi sejak 7 Januari 1937. Pada tanggal itulah, pusat pemerintahan kabupaten tersebut dipindah dari Banyumas. Sejak saat itu pula, popularitas Banyumas terus meredup jika dibandingkan dengan Purwokerto.

Banyumas kini hanya berstatus kecamatan dengan jumlah penduduk per 2018 mencapai lebih dari 46 ribu jiwa. Sementara Purwokerto sudah dihuni oleh lebih dari 249 ribu jiwa per sensus 2022 lalu. Jika dilihat dari sarana dan prasarana, jelas Purwokerto terlihat lebih lengkap dibandingkan dengan Banyumas.

Sebuah pertanyaan muncul. Mengingat jarak antara Banyumas dan Purwokerto hanyalah 16 kilometer, mengapa pusat pemerintahan Kabupaten Banyumas perlu dipindahkan? Usut punya usut, hal ini dipengaruhi oleh jalur kereta yang sejak awal abad ke-20 memang sedang gencar-gencarnya dibangun di Hindia Belanda.

Beda dengan Purwokerto yang cenderung memiliki kontur lebih landai, Banyumas dikelilingi pegunungan. Hal ini membuat Banyumas dianggap nggak cocok dilewati rel kereta api. Pemerintah Belanda kala itu pun menganggap kota ini nggak punya prospek masa depan yang lebih baik.

Semenjak Tanam Paksa diberlakukan pada 1830, hasil-hasil perkebunan melimpah di Tanah Air, termasuk di sekitar Banyumas. Bahkan, pada 1889, muncul pabrik gula di Purwareja, Klampok, Banjarnegara.

Awalnya, gula yang diproduksi pabrik gula tersebut dikirimkan ke Pelabuhan Cilacap dengan transportasi air melewati Sungai Serayu. Sesampainya di Maos, barulah gula ini dibawa dengan transportasi darat sampai ke Pelabuhan Cilacap.

Stasiun Purwokerto dibuka pada 1 Juli 1916. (Twitter/duniamanji)

Begitu jalur rel kereta Maos-Purwokerto-Sokaraja-Banjarsari-Purwareja Klampok-Banjarnegara selesai dibangun pada 1895, sistem pengiriman gula pun berubah jadi lebih praktis dan cepat karena tinggal diangkut dengan kereta. Gula-gula ini kemudian diekspor dari Pelabuhan Cilacap ke luar negeri.

Pada 1898, Serajoedal Stoomtram Maatschappij (SDS), perusahaan yang mengelola jalur kereta api tersebut meminta Pemerintah Hindia Belanda membangun rel kereta api dari Banjarsari ke Purbalingga. Alasannya? Demi mengakomodasi pengangkutan gula dari pabrik gula yang ada di Kalimanah dan Bojong.

Pemerintah Hindia Belanda sebenarnya mengiyakan. Tapi dengan syarat SDS juga membangun jalur rel kereta di Banyumas. Sayangnya, SDS nggak menyanggupi permintaan ini karena menganggap biaya pembangunan rel di Banyumas yang dikelilingi pegunungan bakal menghabiskan biaya sangat banyak.

Pada akhirnya, keberadaan jalur kereta di Purwokerto membuat kota ini berkembang jauh lebih pesat. Apalagi, jalur kereta ini menghubungkan Purwokerto dengan Jakarta dan Surabaya. Banyumas yang saat itu sebenarnya adalah ibu kota kabupaten pun terlihat semakin tertinggal. Karena alasan inilah, pada 1937, ibu kota kabupaten pun akhirnya diputuskan untuk dipindah ke Purwokerto.

“Perpindahan ini didasari oleh gambaran bahwa Purwokerto bakal semakin berkembang pesat menjadi kota dagang jika dijadikan pusat pemerintahan,” ungkap Kepala Bidang Kebudayaan Dinporabudpar Banyumas Destianto sebagaimana dilansir dari Gatra, (16/2/2020).

Keputusan pemindahan pusat pemerintahan ini memang membuat Purwokerto kini jadi salah satu kota terbesar di Jawa Tengah. Nggak disangka, salah satu penyebab dari keputusan tersebut adalah karena keberadaan rel kereta. Kamu sudah pernah berkunjung ke Purwokerto dan Banyumas belum, Millens? (Arie Widodo/E10)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: