BerandaTradisinesia
Jumat, 9 Mar 2023 21:09

Akhir Tragis sang Bupati Yogyakarta Keturunan Tionghoa

Tan Jing Sing menjadi satu-satunya bupati Yogakarta dengan darah Tionghoa. (KRT Secodiningrat/Dok. Kekunoan)

Menjadi seorang berkedudukan tinggi nggak selamanya enak dan mudah, inilah yang dirasakan oleh Tan Jing Sing di akhir hidupnya.

Inibaru.id – Kesultanan Yogyakarta yang dipegang oleh Sri Sultan Hamengkubuwono II pada masa itu dikenal sangat keras terhadap Belanda dan Inggris. Sebab itu, pemerintah kolonial Inggris di bawah perintah Thomas Stanford Raffles berhasil menurunkan Sri Sultan Hamengkubuwono II dan menggantinya dengan Raden Mas Surjo, anak Hamengkubuwono II.

Selama bertakhta, Raden Mas Surjo atau Sri Sultan Hamengkubuwono III disebut sebagai seorang raja boneka yang selalu tunduk dengan kebijakan penjajah. Entah itu tingginya pungutan pajak, sampai keleluasaan orang Eropa di dalam kota dan pemerintahan keraton semua diiyakannya.

Pengangkatan Bupati Keturunan Tionghoa

Kebijakan terparah Hamengkubuwono III yang paling memicu kemarahan rakyat adalah pengangkatan Kapiten Tionghoa, Tan Jin Sing sebagai Bupati Yogyakarta.

Dikutip dari Historia (23/6/2020), kehadiran seorang Tionghoa yang memiliki jabatan tinggi dalam pemerintahan nggak lazim ditemukan di Jawa Timur dan di Pantai Utara, khususnya di Yogyakarta.

Padahal, sebagai kapiten Tionghoa, Tan Jin Sing banyak memiliki koneksi yang baik dengan pemerintah kolonial pada saat itu. Tan Jing Sing menjadi penghubung yang baik ketika sedang bernegosiasi dengan pihak kolonial.

Usut punya usut, Tan Jing Sing inilah yang bertekad membantu Raden Mas Surjo mengambil takhta dari Hamengkubuwono II. Jengah pada pembelotan Hamengkubuwono II, pada 1812, pihak Inggris akhirnya menyerang keraton untuk mengambil takhta dan memberikannya kepada Raden Mas Suryo.

Tidak Disukai Banyak Pihak

Sosok orang tua Tan Jin Sing masih menyisakan tanda tanya. Mengutip Historia, T. S. Werdaya dalam Tan Jing Sing: Dari Kapitan Tionghoa Sampai Bupati Yogyakarta, menulis bahwa ayah Tan Jin Sing adalah Demang Kalibeber di Wonosobo yang meninggal enam bulan sebelum Tan Jin Sing lahir sementara ibunya R.A. Patrawijaya, keturunan Sunan Amangkurat.

Namun Benny G. Setiono menulis dalam Tionghoa dalam Pusaran Politik, Tan Jin Sing berdarah campuran. Di sana tertulis bahwa ayahnya adalah keturunan Tionghoa yang meninggal saat dirinya masih bayi.

Meski asal-usulnya masih belum pasti apakah dirinya orang Jawa tulen atau berdarah campuran Tionghoa, dikutip dari Kekunoan, Tan Jing Sing secara fisik memiliki wajah tampan, gagah, dengan kulit hitam manis dan mata nggak sipit.

Namun, orang Jawa tetap menganggap bahwa Tan Jing Sing bukan seorang Tionghoa, belum menjadi seorang Belanda, dan menjadi orang Jawa pun masih tanggung. Keberadaannya dibenci.

Para kelompok elit Jawa yang paling menyimpan dendam adalah Pangeran Notokusumo. Dia merupakan saudara kandung Hamengkubuwono II. Tersiar kabar bahwa pada Oktober 1812, Notokusumo akan menghilangkan tanah permukiman orang-orang Tionghoa dan membunuh Tan Jing Sing.

Ancaman ini semakin menjadi-jadi sejak Hamengkubuwono III meninggal pada 3 November 1814. Meski setelah itu hubungannya dengan Sultan Hamengkubuwono IV berjalan baik, Tan Jing Sing sudah nggak mendapat tempat di hati para bangsawan Jawa.

Bahkan saudaranya dari pihak Tionghoa di Semarang dan Surakarta pun ikut membencinya akibat kedudukannya di Yogyakarta.

Dibenci sana-sini membuatnya selalu dicurigai dan terasing. Sungguh jauh dari kata menyenangkan hingga Tan Jin Sing tutup usia. Hm, kesuksesan nggak selalu membahagiakan ya, Millens? (Kharisma Ghana Tawakal/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024