BerandaPasar Kreatif
Jumat, 13 Apr 2023 14:34

Komoditas Kopi di Pati; Kualitas Istimewa, tapi Kenapa Kurang Berjaya?

Kopi asli Pati yang telah melewati proses roasting. (Inibaru.id/ Rizki Arganingsih)

Dengan kualitas istimewa, pengusaha kopi, Muttaqin, mengatakan, komoditas kopi di Pati seharusnya bisa unjuk gigi. Namun, kenapa hingga kini kurang berjaya?

Inibaru.id - Dikaruniai tanah gemah ripah loh jinawi, bumi Nusantara mampu melahirkan hasil pertanian yang sangat melimpah, nggak terkecuali kopi. Di Jawa, salah satu daerah penghasil kopi bisa kamu temukan di lereng gunung Muria, termasuk Kabupaten Pati.

Di Bumi Mina Tani ini, terutama bagian pegunungan yang berada di sisi Timur gunung Muria, tanaman kopi tumbuh subur. Nggak sedikit petani setempat yang sengaja menanam dan merawat kopi dengan sepenuh hati di kebun mereka.

Namun, kenapa kopi Pati nggak seterkenal produk kopi single origin di daerah lain? Ini pulalah yang menjadi tanda tanya besar di benak Muttaqin, pencinta cum pebisnis kopi asal Pati. Berbekal rasa penasarannya yang tinggi itu, dia pun mempelajari asal muasal kopi Pati.

“Saya meyakini kopi Pati yang tumbuh di Pegunungan Muria ini sangat istimewa. Hal ini bisa dilihat dari sejarah kopi di Pati,” jelas Muttaqin saat ditemui Inibaru.id di kedai kopi miliknya, belum lama ini.

Keliling Indonesia demi Kopi

Kopi khas Pati yang sudah selesai dipanggang bewarna kecoklatan dan memiliki aroma yang sangat khas. (Inibaru.id/ Rizki Arganingsih)

Menurut Muttaqin, keberadaan pabrik kopi PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IX di Kebun Jolong, Desa Sitiluhur, Kecamatan Gembong, menjadi bukti nyata bahwa kopi di Pati cukup menarik, sehingga pemerintah kolonial Belanda mau membuat pabrik di situ.

Setelah ditarik benang merah, Muttaqin meyakini bahwa kopi di Jawa terutama wilayah Muria, yang dia namakan Javanica, menjadi komoditas yang digemari di Eropa kala itu. Lelaki yang pernah keliling Indonesia untuk mendalami ilmu perkopian ini mengatakan, kopi di Muria adalah jenis Robusta.

Untuk klon robusta yang ditanamnya, dia menggunakan Klon BP 308 yang dikenal dengan ciri-ciri biji kopi kecil dan tahan terhadap serangan nematoda. Untuk menguji kualitas kopi yang dihasilkannya, dia mengikuti Kontes Kopi Spesialti Indonesia (KKSI) pada 2018.

Dari 367 peserta, Muttaqin mengatakan, biji kopinya lolos 10 besar finalis, lalu dilombakan di Filosofi Kopi, Yogyakarta.

"Ada 14 juri dari enam negara saat itu. Robusta yang saya bawa berhasil menembus posisi lima besar dengan skor 87.85,” terang Muttaqin, bangga. “Jadi, bisa dibilang kopi Pati ini benar-benar istimewa."

SDM yang Kurang

Muttaqin dengan lihai menyiapkan secangkir kopi nikmat di meja barista milikinya. (Inibaru.id/ Rizki Arganingsih)

Namun, kembali ke pertanyaan awal, kenapa kopi Pati ini belum juga berjaya? Muttaqin menduga, alasan terbesarnya karena SDM petani dan prosesor kopi di Pati yang masih rendah. Menurutnya, petani di Pati masih kurang pengetahuan tentang kopi. Anak mudanya pun kurang tertarik mengelola.

Setali tiga uang, jumlah prosesor atau orang yang pekerjaannya mengolah biji kopi pasca-panen juga terlalu kecil dibanding lahan perkebunan kopi di Pati yang mencapai kebih dari 2.300 hektare. Padahal. tingkat kenikmatan kopi nggak lepas dari kemampuan petani dan prosesornya.

“Bayangkan saja, profesi prosesor kopi kurang dari lima orang," ujar lelaki yang juga dikenal sebagai prosesor kopi di Pati ini. "Inilah yang bikin kopi terbaik di sini jadi terbatas."

SDM memang jadi PR besar sih, apalagi yang berhubungan dengan pertanian dan perkebunan. So, anak muda Pati, kalau pengin kopi setempat berjaya, kamu bisa ambil bagian di dalamnya, tuh! (Rizki Arganingsih/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024