Inibaru.id - Bagi sebagian orang, rambut adalah urusan penting, nggak peduli itu perempuan atau laki-laki. Karenanya, urusan potong rambut nggak bisa diserahkan pada sembarang salon atau barbershop. Kalau sudah sreg pada satu tempat, nggak sedikit orang bakal loyal.
Nah, bicara tentang tukang cukur, di Kota Semarang, Jawa Tengah ada satu barbershop legendaris yang hingga kini masih menerima pelanggan, yakni Barbershop Yu Me. Lokasinya di kawasan Pecinan Semarang, tepatnya di Gang Pinggir No 118.
Ada satu pameo yang mengatakan, kalau ingin punya banyak cerita tentang sebuah kota, datanglah ke sudut-sudutnya yang berdiri jauh lebih lama dari hari lahir kota tersebut. Di Semarang, salah satu sudut itu tentu saja Pecinan.
Di antara barbershop modern yang terus bermunculan di Kota Lunpia, Barbershop Yu Me memang anomali. Saya yang belakangan sedang getol mengumpulkan cerita kuno di Semarang sengaja mampir ke "tukang cukur modern yang klasik" ini untuk melihat sendiri gimana rupa barbershop tersebut.
Lokasi Barbershop Yu Me berada di Gang Pinggir; cukup mudah ditemukan. Namun, kamu harus jeli, karena tempatnya berada di antara deretan warung dan tanpa penanda berupa tiang merah-putih-biru atau stiker ala barbershop kekinian. Betul-betul seadanya.
Patokan paling gampang menuju tempat cukur ini adalah Gedung Bank Mega. Lokasinya tepat berada di depannya. Namun, lantaran jalan tersebut merupakan jalur searah, pelankanlah laju kendaraanmu, kerena sekali terlewat, kamu bakal sulit kembali lagi.
Di Barbershop Yu Me, saya bertemu Bagus Senjaya, sang pemilik. Saat saya datang, kebetulan sedang nggak ada pelanggan. Kesan pertama saya ke tempat ini, biasa saja. Semua peralatan laiknya tempat potong rambut biasa, kecuali kursinya yang masih zadul.
Baca Juga:
Menyapa Keluarga Pasijah, Sedekade Menjadi Yang Terakhir di Kampung Senik: Desa yang HilangBagus adalah generasi ketiga usaha barbershop tersebut. Dia meneruskan usaha jasa cukur yang telah diinisiasi sang kakek, lalu diturunkan ke ayahnya, dan sekarang jatuh ke tangannya.
“Keluarga saya itu pelarian dari Yogyakarta,” terangnya, yang nggak begitu ingat kapan kejadian tersebut berlangsung.
Menurut penuturan Bagus, ayahnya yakni Go Tjoe Tek boyongan ke Magelang karena Yogyakarta kala itu kedatangan Jepang. Namun, karena Magelang sudah penuh, dia pun pindah ke Semarang.
Di Semarang, ayahnya mulai membuka usaha potong rambut yang sebelumnya dirintis kakeknya semasa masih di Yogyakarta. Sementara, Bagus baru betul-betul menggeluti dunia potong rambut sekitar awal 1980-an.
“Tahun 1980 saya mulai buka,” kata Bagus.
Bagus belajar memotong rambut dari ayahnya. Karena teknik memotong dan hasilnya sama, langganan ayahnya pun kemudian menjadi pelanggan Bagus. Banyak pelanggan yang loyal. Bahkan, di antara para pelanggan itu sudah ada yang telah meninggal.
Korek Kuping dan Cukur Kumis
Menurut Bagus, skill memotong pada barbershop sejatinya nggak jauh berbeda dengan tukang potong rambut biasa macam "Potong Rambut Madura". Jadi, bukan keahlian dengan banyak teknik seperti barbershop pada zaman kiwari (kekinian).
“Kalau yang sekarang itu kan pakai teknik salon. Padahal, yang asli bukan seperti itu,” tegas laki-laki berusia 63 itu.
Dua hal yang menjadi ciri khas barbershop zaman dulu, lanjut Bagus, adalah fasilitas korek kuping dan cukur kumis. Saat itu hampir semua tempat cukur rambut menyediakan layanan tersebut. Jujur, saya baru tahu tempat potong rambut menyediakan layanan bersih-bersih kotoran telinga.
Sementara, untuk memotong rambut, Bagus mengaku menggunakan teknik lama dan sederhana saja. Usia senja membuatnya nggak punya banyak hasrat untuk update teknik. Bagus biasa mencukur gaya cepak, skodeng, bros, tapal kuda, kuncung, dan flat-top.
Oh, iya, yang paling menarik dari Barbershop Yu Me tentu adalah kursi klasiknya. Bagus Senjaya juga mengemukakan kalau kursi tersebut sudah dipakai sejak ayahnya masih memotong rambut.
Kursi itu terbuat dari kayu jati. Pabriknya ada di Singapura. Bagus juga menunjukan label pembuatan yang bertuliskan “43 Victoria ST SPO”. Semula, saya berpikir "kursi khusus" itu sudah nggak banyak punya fungsi. Namun, saat diperagakan Bagus, ternyata semuanya bekerja normal.
“Kursi ini memang saya pertahankan, karena peninggalan orang tua,” ujarnya.
Selama membuka Barbershop Yu Me, Bagus Senjaya pernah mengalami masa jaya. Yakni sekitar tahun 1990-an. Kala itu memang pelanggan yang datang selalu ramai. Kala itu Bagus memang tengah betul-betul butuh banyak dana untuk menyekolahkan anaknya.
“Terkadang Tuhan sudah tahu apa yang kita butuhkan,” kelakarnya.
Pelanggan-pelanggan Bagus pun datang dari berbagai kalangan, mulai dari masyarakat biasa hingga pengusaha besar. Salah seorang pengusaha yang masih menjadi langganannya adalah pemilik Marimas, Harjanto Halim.
Selama pandemi, Bagus juga mencoba menerapkan protokol kesehatan di barbershop-nya. Saat memotong rambut, dia mengenakan sarung tangan dan mewajibkan pelanggan untuk memakai masker dan mencuci tangan.
“Pernah ada yang menolak cuci tangan. Dia ngambek, nggak jadi potong. Yah begitulah suka-dukanya,” ungkapnya.
Selain memotong di tempat kerjanya, Bagus juga menerima panggilan. Saat saya mulai mengajak ngobrol dengan Bagus, dia sudah mewanti-wanti harus pamit sejam kemudian untuk memotong rambut di tempat pelanggannya.
Hingga kini, Bagus masih menjalani rutinitas sebagai pencukur rambut. Namun, dia nggak yakin usaha itu akan terus buka, karena anak-anaknya sudah punya kesibukan masing-masing. Untuk saat ini, dia memilih pasrah: Memotong seperti biasa dan melayani pelanggan semampunya.
Ah, satu jam yang menyenangkan kalau ngobrol bersama orang-orang bersahaja seperti Bagus Senjaya. Nah, kalau kamu pengin potong rambut sekaligus mendengar cerita masa lalu di Kota Semarang, nggak ada salahnya datang ke sini. Harga terjangkau, hasilnya juga menyenangkan, kok! (Audrian F/E03)