BerandaPasar Kreatif
Jumat, 23 Sep 2021 13:05

3 Tips Penting Ternak Ikan di Selokan: Ekosistem, Pakan, dan Sirkulasi Air

3 Tips Penting Ternak Ikan di Selokan: Ekosistem, Pakan, dan Sirkulasi Air

Ika nila, salah satu jenis ikan yang diternakkan di kawasanJangli Semarang. (Inibaru.id/Kharisma Ghana Tawakal)

Berbeda dengan kolam terpal atau tambak, cara terbaik ternak ikan di selokan haruslah menyesuaikan dengan ekosistem alami mereka. Selain itu, apa lagi yang perlu diperhatikan?

Inibaru.id – Luapan air tandon dari sumur artesis bersama yang berlokasi di Jalan Sapta Marga III Jangli, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang, Jawa Tengah, kini nggak lagi terbuang sia-sia. Warga RT 2 RW 3 yang menempati wilayah tersebut kini menampung air tersebut untuk beternak ikan.

Kebetulan, sepelemparan batu dari bak penampung itu ada selokan selebar satu meter yang nggak terpakai. Saluran pembuangan yang memanjang di Jalan Sapta Marga III tersebut sebelumnya dipakai untuk mengalirkan air hujan. Oleh warga, selokan ini kemudian disekat-sekat untuk menjadi kolam ikan.

Usaha warga yang kini dikelola ibu-ibu pokdarwis di RT tersebut sudah berlangsung sekitar delapan bulan. Mereka bahkan mengaku telah panen ikan hingga ratusan kilogram selama menjalani "bisnis" tersebut. Menarik, bukan?

Usaha kolektif macam ternak ikan di selokan ini sejatinya bukanlah satu hal yang sulit dilakukan. Tiap kompleks perumahan pasti punya selokan, aliran irigasi, atau saluran pembuangan. Perawatan ikan, khususnya yang dikonsumsi manusia macam nila, bawal, atau lele, juga bukan hal mustahil dipelajari.

Lalu, gimana cara untuk memulainya?

Tiga Tips Paling Penting

Surya, inisiator ternak ikan di selokan di wilayah Jangli ini mengatakan, ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan saat mau mulai usaha ternak ikan di selokan. Lelaki murah senyum itu mengatakan, sekurangnya ada tiga tips paling penting yang sebaiknya nggak kamu lupakan. Apa saja?

1. Bikin Ekosistem yang Alami

Eceng gondok, salah satu tumbuhan apung yang digunakan warga sebagai komponen untuk merawat kolam dan ikan. (Inibaru.id/Kharisma Ghana Tawakal)

Surya mengungkapkan, hal terpenting sebelum memutuskan untuk beternak ikan di selokan adalah melihat kondisi calon "kolam" tersebut. Tempat terbaik untuk beternak ikan adalah sesuai dengan habitat asli mereka. Jadi, persiapkanlah tempat tersebut laiknya ekosistem alami ikan.

“Pertama, siapkan segala yang diperlukan sebagai media tempat ikan akan tinggal,” terang Surya kepada Inibaru.id, belum lama ini. “Kita harus memikirkan ikan apa yang akan diternakkan, karena hal tersebut akan berpengaruh pada persiapan awal untuk ekosistem kolam."

Sejauh ini, Surya menambahkan, warga Jalan Sapta Marga III memiara beberapa jenis ikan konsumsi, antara lain nila, bawal, dan lele. Jenis ikan terakhir merupakan yang paling gampang diternakkan dan telah dipanen berkali-kali. Oya, mereka juga membesarkan ikan hias jenis koi.

Ikan-ikan ini dipelihara di selokan sepanjang 150 meter dengan kedalaman sekitar 35 sentimeter. Agar perawatan lebih mudah dan nggak ada persaingan antarjenis ikan, selokan itu disekat menjadi kolam-kolam yang lebih kecil, dan tiap kolam hanya diisi satu jenis ikan.

"Biar sesuai habitat asli, kami menambahkan tanaman air seperti eceng gondok. Selain enak dipandang dan estetis, tanaman ini juga baik untuk menjaga kesehatan kolam dan ikan karena bisa menyerap racun," kata dia.

2. Sesuaikan Porsi Makannya

Kotak pos yang sengaja dipasang warga untuk sarana donasi sebagai langkah support kolam ikan. (Inibaru.id/Kharisma Ghana Tawakal)

Selain mencegah persaingan antarjenis ikan, pemisahan kolam antara satu jenis ikan dengan jenis lainnya, ungkap Surya, sangat diperlukan guna memberikan porsi makan yang pas untuk ikan-ikan tersebut. Kendati pakannya sama, yakni jenis pelet, porsi makan tiap jenis ikan memang berbeda-beda.

Menurutnya, di antara semua jenis ikan yang diternakkan di selokan Jalan Sapta Marga, lele adalah jenis yang paling rakus dan porsi makannya gila-gilaan. Sebagai gambaran, konsumsi pakan untuk bawal, nila, dan koi dalam sehari sekitar dua kilogram.

"Nah, pas sudah ada lele, (kebutuhan pakan) bisa mencapai 10 kilogram per hari," ujar Surya. "Namun, ini berbanding lurus dengan waktu panen (lele) yang 2-3 kali lebih cepat."

Sejauh ini, lele menjadi jenis ikan yang paling banyak dipanen. Jumlahnya mencapai ratusan kilogram, yang hasilnya kemudian diputarkan kembali untuk membeli bibit baru dan sebagian pakan.

Surya mengaku, saat ini keuntungan yang didapat dari ternak ikan ini memang belum banyak. Terkadang, warga juga masih nombok atau patungan agar usaha tetap jalan. Mereka juga memasang kotak "Dana Perawatan Sukarela" bagi siapa saja yang berniat membantu usaha kolektif tersebut.

3. Perhatikan Sirkulasi Air dan Oksigen

Driving, model pengairan air secara alami yang digunakan warga pada setiap kolam. (Inibaru.id/Kharisma Ghana Tawakal)

Setelah habitat dibuat, bibit dimasukkan ke kolam, dan pakan diberikan, hal terpenting yang nggak boleh dilupakan adalah kontrol air di kolam tersebut. Surya menyebutkan, ikan seperti koi, bawal, dan nila menykai air yang bersih dan banyak mengandung oksigen.

"Betul-betul harus diperhatikan sirkulasi air dan oksigen di kolam. Di tempat kami, warga melakukan sistem pergantian air model driving, pipa saluran air di sekat antarkolam dipasang atas dan bawah, agar air di dalam kolam berganti secara alami.”

Oya, kebanyakan selokan yang dibuat miring atau menurun rupanya cukup memberikan kemudahan bagi warga Jalan Sapta Marga. Menurut Surya, model selokan yang dibikin menurun membuat air pasti mengalir ke bawah

"Jadi, tinggal gimana kami menempatkan air masuk di kolam pertama dan buang ke kolam selanjutnya, kemudian kolam terakhir berisi air kotor untuk pembuangan,” terangnya antusias.

Wah, wah, menarik ya, Millens! Kamu juga bisa membuatnya sendiri di rumah, lo! Untuk informasi lebih detail, silakan datang langsung ke Jalan Sapta Marga III, ya. Mereka bakal bersedia membagi ilmu untukmu, kok! (Kharisma Ghana Tawakal/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Mengenal Getuk Kethek, Apakah Terkait dengan Monyet?

13 Apr 2025

Di Balik Mitos Suami Nggak Boleh Membunuh Hewan saat Istri sedang Hamil

13 Apr 2025

Kisah Kampung Laut di Cilacap; Dulu Permukiman Prajurit Mataram

13 Apr 2025

Mengapa Manusia Takut Ular?

13 Apr 2025

Nilai Tukar Rupiah Lebih Tinggi, Kita Bisa Liburan Murah di Negara-Negara Ini

13 Apr 2025

Perlu Nggak sih Matikan AC Sebelum Matikan Mesin Mobil?

14 Apr 2025

Antrean Panjang Fenomena 'War' Emas; Fomo atau Memang Melek Investasi?

14 Apr 2025

Tentang Mbah Alian, Inspirasi Nama Kecamatan Ngaliyan di Kota Semarang

14 Apr 2025

Mengenal Oman, Negeri Kaya Tanpa Gedung Pencakar Angkasa

14 Apr 2025

Farikha Sukrotun, Wasit Internasional Bulu Tangkis yang Berawal dari Kasir Toko Bangunan Kudus

14 Apr 2025

Haruskah Tetap Bekerja saat Masalah Pribadi Mengganggu Mood?

14 Apr 2025

Grebeg Getuk 2025 Sukses Meriahkan Hari Jadi ke-1.119 Kota Magelang

14 Apr 2025

Tradisi Bawa Kopi dan Santan dalam Pendakian Gunung Sumbing, Untuk Apa?

15 Apr 2025

Keindahan yang Menakutkan, Salju Turun saat Sakura Mekar di Korea Selatan

15 Apr 2025

Mereka yang Terlibat dalam Suap Putusan 'Onslag' Kasus Korupsi Minyak Goreng

15 Apr 2025

Harus Bagaimana Agar Ambulans Nggak Lagi Kena Tilang ETLE?

15 Apr 2025

Warga Semarang Sambut Gembira Penghapusan Denda Pajak Kendaraan

15 Apr 2025

Berasal dari Tradisi Eropa, Kelinci Paskah Jadi Simbol Kesuburan

15 Apr 2025

Alasan Sejumlah Asosiasi Jurnalis Menolak Program Rumah Subsidi Wartawan

16 Apr 2025

'Burning'; Ketika Ending Sebuah Film Justru Bikin Bingung Penontonnya

16 Apr 2025