Inibaru.id - Presiden ke-44 AS Barack Obama pernah mengatakan, sebuah perubahan bisa terjadi karena seorang biasa melakukan tindakan yang luar biasa. Kalimat tersebut mungkin cocok untuk Ika Yudha, perempuan biasa yang terus berupaya menumbuhkan kepedulian masyarakat pada lingkungan.
Hampir sedekade dia telah membangun bank sampah di rumahnya, Jalan Cokrokembang No 11, Kelurahan Krobokan, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang. Ihwal mula berdiri, harapan Ika sederhana: masyarakat mau mengumpulkan sampah untuk "dibuang" di tempat yang tepat.
Tentu saja ini bukanlah perjuangan yang mudah, mengingat masih banyak masyarakat yang bebal dan sulit diedukasi. Bahkan, selama perjalanannya mendirikan bank sampah yang dia namai Bank Sampah Resik Becik (BSRB), ada saja hal-hal yang membuatnya mengurut dada.
“Dulu pernah ada orang bawa sampah plastik lumayan banyak. Pas tahu kalau satu kilogram dihargai seribu rupiah, orangnya langsung getun (kecewa),” cerita Ika di teras rumahnya yang dipenuhi sampah yang telah disortir. Dia kemudian terkekeh.
Orientasi yang Salah, Ekspektasi yang Keliru
Kendati sudah bertahun-tahun menjadi pengepul sampah, Ika mengaku masih sering mengalami kendala. Salah satunya adalah orientasi masyarakat yang hampir selalu fokus ke arah ekonomi. Beberapa orang mengumpulkan sampah semata-mata untuk menukarnya dengan uang.
"Padahal tujuan utama saya bukan itu," tegas perempuan berjilbab tersebut. "Ada orientasi yang salah dan ekspektasi yang keliru."
Tujuannya mendirikan bank sampah di wilayah Krobokan bukan semata sebagai ladang bisnis yang melulu bicara keuntungan. Jauh lebih dalam dari itu, tujuan utamanya membuat BSRB adalah untuk menyadarkan warga bahwa masih ada banyak cara untuk mengelola sampah agar bermanfaat.
“Ya, namanya sampah. Nggak terpakai. Memang, uangnya nggak banyak, tapi seenggaknya sampah-sampah ini jelas juntrungan-nya ,” ujar Ika.
Menggandeng Masyarakat Sekitar
Sejak pertama didirikan, BSRB adalah semacam UMKM yang didirikan Ika untuk menampung berbagai macam sampah sekaligus menciptakan kreasi-kreasi unik dari barang-barang nggak terpakai tersebut, untuk kemudian menjualnya.
Dalam menjalankan aksi baiknya itu, dia juga menggandeng masyarakat sekitar, yang diperlakukan laiknya karyawan. Para karyawan yang ini bertugas mengelola sampah, mulai dari melakukan penyortiran hingga pembuatan kerajinan dari sampah-sampah tersebut.
Sementara, untuk mendapatkan sampah, Ika memulainya dengan mengimbau warga setempat melalui sosialisasi secara berkala. Hal ini sudah dilakukannya sejak BSRB resmi berdiri pada 15 Januari 2012 hingga sekarang.
Untuk menggerakkan warga, beberapa hal yang dilakukan Ika di antaranya melakukan edukasi di tengah rapat warga, mengadakan pelatihan membuat kerajinan dari sampah, hingga menjadi pembicara di seminar-seminar. Berbagai cara dilakukannya demi tercipta lingkungan yang lebih bersih.
Belum Bisa Bernapas Lega
Ika memang kentara sekali sangat mencintai lingkungan. Di rumahnya, kamu bisa menemukan berbagai barang bekas yang dikumpulkan. Pada satu sudut rumah, beragam tas, pouch, dan hiasan meja hasil daur ulang juga terpajang di etalase, suit stand, dan wire grid. Semuanya terbuat dari sampah.
Dia memang punya mimpi besar untuk mengenyahkan sampah di sekitar lingkungannya. Mimpi itu belum kesampaian, kendati Ika terlihat telah memaksimalkan segala upaya dengan bank sampah ciptaannya selama bertahun-tahun. Inilah yang membuatnya belum bisa bernapas lega.
Melihat kondisi lingkungannya yang belum bersih dan dia juga mengaku masih kerap menemukan sampah berserakan di berbagai sudut, perempuan murah senyum ini merasa masih banyak yang harus diupayakan.
“Cukup miris kalau lihat masih banyak sampah di jalanan. Tapi, saya berusaha terus ikhtiar saja, sambil mikir inovasi-inovasi lain yang bisa menarik perhatian warga,” ucapnya pelan, tapi optimistis.
Bahkan, untuk orang yang mendedikasikan bertahun-tahun hidupnya demi perbaikan lingkungan, Ika masih merasa belum cukup. Kamu yang kerjanya mager dan sering abai dengan sampah di sekitarmu, apa nggak malu, tuh? Ha-ha.(Bayu N/E03)