Inibaru.id – Megengan, tradisi menyambut datangnya Ramadan di Kabupaten Demak telah berlalu beberapa hari lalu, mengingat Bulan Suci juga sudah berlangsung sepertiganya. Namun, ada satu menu kuliner yang melekat di hati masyarakat setempat, yakni satai keong.
Di kabupaten yang berbatasan dengan Kota Semarang tersebut, satai keong memang menjelma menjadi hidangan istimewa dalam tradisi Megengan. Bersamaan dengan perayaan tabuh beduk dan festival meriah, satai keong menjadi salah satu menu kuliner yang pasti dicari orang di kota ini.
Sedikit informasi, Megengan biasa digelar di samping Masjid Agung Demak, nggak terkecuali tahun ini. Dalam perayaan tersebut, ada banyak kegiatan seni budaya yang ditampilkan, mulai dari penampilan tari tradisional, hiburan, hingga fashion show.
Nah, satai keong biasanya hadir menemani mereka yang tengah menonton pertunjukan seni budaya atau sekadar duduk-duduk di sekitar masjid sembari menunggu beduk ditabuh itu bersama-sama.
Disajikan bersama Lontong Lodeh
Satai keong biasanya disajikan dengan cara sederhana, hanya dengan diguyur bumbu kacang bercita rasa gurih yang agak pedas. Satai bisa dimakan langsung atau sebagai pendamping makanan berat. Namun, untuk lebih nikmat, satai keong saat ini disajikan bersama dengan lontong lodeh.
Beberapa penjual satai keong memang biasanya membuka lapak mereka bersama lontong lodeh saat acara Megengan, nggak terkecuali Wahyu Sulistyowati, warga Kelurahan Bintoro, KabupatenDemak.
Di lapaknya, perempuan yang akrab disapa Lilis ini menjual satai keong, lontong lodeh, aneka gorengan, dan sejumlah menu lain. Namun kebanyakan pembeli biasanya datang ke lapaknya untuk mencari dua menu pertama, yakni satai keong dan lontong lodeh.
“Satai keong ini memang banyak yang cari, karena hanya bisa ditemukan satu tahun sekali,” ujarnya.
Sambal Kacang yang Khas
Sejatinya, satai keong bukanlah masakan spesial lantaran menu kuliner itu mudah ditemukan di pelbagai tempat di Indonesia. Namun, Lilis mengungkapkan, satai keong di Megengan berbeda. Perbedaan itu terletak pada pada baluran sambal kacangnya yang khas.
"Yang pasti, siapa pun yang pernah mencobanya pasti akan merindukan masakan ini lagi," akunya. "Harganya juga murah, per tusuk satai keong dijual Rp4.000, sedangkan lontong lodeh seharga Rp5.000."
Hal tersebut dibenarkan Drajat, seorang pembeli mengaku menghadiri acara Megengan hanya untuk menikmati sate keong dan lontong lodeh, pekan lalu. Kegiatan itu sudah menjadi agenda tahunan yang selalu dia lakukan bersama istrinya saat menyambut Ramadan.
“Megengan memang nggak afdol kalau belum makan satai keong,” kata lelaki 63 tahun itu.
Representasi Masyarakat Agraris
Menjadikan satai keong sebagai bagian nggak terpisahkan dari tradisi Megengan memang nggak bisa dielakkan, mengingat makanan tersebut merupakan representasi dari masyarakat Demak yang mayoritas merupakan petani atau bergerak di sektor agraris.
Untuk yang belum tahu, keong adalah hama bagi petani. Moluska bercangkang yang biasa memakan trubus-trubus tanaman padi ini biasanya "diburu" petani saat masa tanam tiba. Selain dibasmi, sebagian orang juga memanfaatkannya sebagai menu kuliner atau campuran masakan, salah satunya satai keong.
Berdasarkan cerita Lilis, satai keong sudah menjadi bagian dari masyarakat Demak sejak zaman nenek moyang. Para petani menyajikan satai keong sebagai hidangan sarapan. Nggak hanya memiliki rasa yang enak, kuliner ini juga memiliki banyak nutrisi yang baik untuk tubuh.
“Makanan ini memang kesukaan masyarakat desa. Orang dulu suka karena enak, banyak gizi, dan bernutrisi,” terangnya.
Buat kamu yang tertarik menikmati satai keong dengan sambal kacang dan lontong lodeh, nantikan pas tradisi Megengan di Kabupaten Demak tahun depan ya. (Sekarwati/E03)