BerandaKulinary
Sabtu, 4 Agu 2023 11:21

Dua Versi Sejarah Satai Buntel, Kuliner Khas Solo

Satai buntel, kuliner khas Solo. (Indonesiakaya)

Ada yang menyebut kuliner khas Solo yang satu ini aslinya dari Timur Tengah. Tapi, ada yang menyebut pembuat satai buntel adalah orang Tionghoa. Hm, seperti apa sih sejarah aslinya?

Inibaru.id – Ada banyak kuliner khas Solo yang populer. Tapi, satai buntel bisa dikatakan punya cerita sejarah yang sangat unik. Soalnya, ada dua versi sejarah terciptanya kuliner ini yang sangat berbeda.

Meski sudah populer di sekitar Solo dan Jawa Tengah, nama satai buntel semakin dikenal karena menjadi salah satu makanan favorit Presiden Jokowi saat pulang kampung. Konon, presiden Indonesia yang ke tujuh ini sering mampir ke Warung Sate Kambing Bu Hj. Bejo yang berlokasi di Jalan Sungai Sebakung Nomor 10, Kedung Lumbu. Di warung yang sudah eksis sejak 1970-an itulah, Jokowi sering memesan satai buntel yang disajikan dengan kuah tengkleng.

Kalau menilik dari namanya, ‘buntel’ berasal dari kata Bahasa Jawa yang bisa diartikan sebagai ‘bungkus’. Realitanya, satai ini memang ‘dibungkus’, Millens.

Begini, karena bahan utamanya adalah daging kambing cincang, tentu sulit untuk ditusuk dengan tusukan, bukan? Oleh karena itulah, daging cincang itu dibungkus dengan lemak kambing sebelum dibakar. Pantas saja bentuk satai yang satu ini anti-mainstream.

Balik lagi ke sejarah terciptanya satai buntel. Nah, untuk versi pertama, kabarnya penganan ini sebenarnya adalah versi lokal dari kuliner khas Timur Tengah dan India.

Pada zaman dahulu, banyak pedagang dari dua kawasan tersebut yang mampir atau bahkan bermigrasi ke wilayah Surakarta dan sekitarnya. Banyak dari mereka kemudian membuka usaha kuliner dan memperkenalkan kuliner khas tempat asalnya ke masyarakat lokal. Salah satunya adalah kebab yang disebut-sebut sebagai cikal bakal dari satai buntel.

Satai buntel punya ukuran lebih besar dari satai pada umumnya. (Jogjaprov/@BEMP777)

Meski begitu, menurut Indonesiakaya, ada versi lain dari kemunculan satai buntel di Solo. Yang memperkenalkannya adalah orang keturunan Tionghoa bernama Lim Hwa Youe. Saat tinggal di Tambak Segaran, Solo pada 1948, dia terpikir untuk mengolah sisa daging kambing yang keras di dapurnya.

Karena keras, dia memilih untuk mencincangnya agar lebih mudah dimakan. Setelah itu, dia mencampurkan daging cincang tersebut dengan rempah-rempah. Nah, biar nggak pecah saat dibakar, daging cincang itu dibungkus (dibuntel) dengan lemak kambing. Ternyata, eksperimen ini berhasil.

Setelah diperkenalkan ke keluarganya, satai buntel ini juga disukai oleh orang-orang sekitar. Sejak saat itulah, satai buntel digemari dan jadi kuliner khas Solo.

Salah satu keunikan dari satai buntel adalah ukurannya yang cukup besar jika dibandingkan dengan satai-satai pada umumnya. Maka dari itu, kalau kamu membelinya di warung, jangan heran kalau yang disajikan per porsi paling hanya dua atau tiga tusuk.

Meski ada dua versi sejarah terciptanya satai buntel, kita semua setuju ya kalau kuliner khas Solo ini adalah harta karun yang harus selalu dilestarikan? Yuk, kapan kita wisata kuliner yang satu ini di tempat asalnya? (Arie Widodo/E10)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

KPU Jateng Fasilitasi Debat Cagub-Cawagub Tiga Kali di Semarang

4 Okt 2024

Masih Berdiri, Begini Keindahan Bekas Kantor Onderdistrict Rongkop Peninggalan Zaman Belanda

4 Okt 2024

Gen Z Cantumkan Tagar DESPERATE di LinkedIn, Ekspresikan Keputusasaan

4 Okt 2024

Sekarang, Video Call di WhatsApp Bisa Pakai Filter dan Latar Belakang!

4 Okt 2024

Mengapa Banyak Anak Muda Indonesia Terjerat Pinjol?

4 Okt 2024

Ini Waktu Terbaik untuk Memakai Parfum

4 Okt 2024

Wisata Alam di Pati, Hutan Pinus Gunungsari: Fasilitas dan Rencana Pengembangan

4 Okt 2024

KAI Daop 4 Semarang Pastikan Petugas Operasional Bebas Narkoba Lewat Tes Urine

4 Okt 2024

Indahnya Pemandangan Atas Awan Kabupaten Semarang di Goa Rong View

5 Okt 2024

Gelar HC Raffi Ahmad Terancam Nggak Diakui, Dirjen Dikti: Kampusnya Ilegal

5 Okt 2024

Kisah Pagar Perumahan di London yang Dulunya adalah Tandu Masa Perang Dunia

5 Okt 2024

Penghargaan Gelar Doktor Honoris Causa, Pengakuan atas Kontribusi Luar Biasa

5 Okt 2024

Ekonom Beberkan Tanda-Tanda Kondisi Ekonomi Indonesia Sedang Nggak Baik

5 Okt 2024

Tembakau Kambangan dan Tingwe Gambang Sutra di Kudus

5 Okt 2024

Peparnas XVII Solo Raya Dibuka Besok, Tiket Sudah Habis Diserbu dalam 24 Jam

5 Okt 2024

Pantura Masih Pancaroba, Akhir Oktober Hujan, Masyarakat Diminta Jaga Kesehatan

6 Okt 2024

Pasrah Melihat Masa Depan, Gen Z dan Milenial Lebih Memilih Doom Spending

6 Okt 2024

Menikmati Keseruan Susur Gua Pancur Pati

6 Okt 2024

Menilik Tempat Produksi Blangkon di Gunungkidul

6 Okt 2024

Hanya Menerima 10 Pengunjung Per Hari, Begini Uniknya Warung Tepi Kota Sleman

6 Okt 2024