Inibaru.id - Kalau kamu berkunjung ke Kota Solo, jangan hanya terpikat oleh gemerincing gamelan dan keanggunan batiknya. Kota yang dikenal juga dengan sebutan Surakarta ini punya sisi lain yang sama memesonanya. Yap, kuliner tradisional ini siap menggoda lidah sekaligus sarat cerita masa lampau. Setiap sudut kota seolah menyuguhkan aroma nostalgia, dari warung sederhana di pinggir jalan hingga kedai legendaris yang telah berdiri puluhan tahun.
Lebih dari sekadar makanan, kuliner khas Solo adalah warisan budaya yang terus hidup di tengah modernisasi. Banyak di antaranya lahir dari perpaduan pengaruh kerajaan, kolonial, hingga kreativitas rakyat biasa. Berikut lima kuliner khas Solo yang nggak boleh kamu lewatkan saat berkunjung, lengkap dengan kisah di balik rasanya yang otentik.
1. Selat Solo, Jejak Kuliner Eropa di Lidah Jawa
Selat Solo lahir dari percampuran budaya Jawa dan Eropa pada masa kolonial. Petinggi Keraton Kasunanan dan kaum Belanda kerap bertemu dalam jamuan makan, namun cita rasa Eropa terlalu kuat bagi lidah Jawa. Maka terciptalah hidangan adaptif yang lebih manis dan ringan.
Mengutip indonesia.go.id, nama “selat” diyakini berasal dari kata Belanda slachtje yang berarti salad. Daging sapi, kentang, wortel, dan buncis dipadu saus kecap manis sebagai pengganti saus asam khas Barat. Hasilnya, perpaduan unik antara bistik dan salad yang kini jadi ikon kuliner khas Solo.
2. Nasi Liwet Solo, Gurihnya dari Desa Menuran
Meski dikenal sebagai makanan khas Solo, nasi liwet ternyata berasal dari Desa Menuran, Kecamatan Baki, Kabupaten Sukoharjo. Kompas menulis mencatat, nasi liwet awalnya merupakan hidangan rumahan yang mulai dijual pada tahun 1930-an. Nasi gurih yang dimasak dengan santan ini biasa disajikan dengan labu siam, suwiran ayam, dan areh (santan kental). Dahulu, nasi liwet kerap hadir dalam acara keraton sebagai bentuk rasa syukur, lalu menyebar ke masyarakat umum dan kini menjadi kuliner wajib coba di setiap sudut kota.
3. Timlo Solo, Adaptasi Sup Tionghoa yang Mendunia
Sekilas mirip sup ayam, tapi Timlo Solo punya cita rasa khas. Menurut detik, makanan ini mulai populer sekitar tahun 1960-an. Konon, hidangan ini merupakan adaptasi dari sup kimlo khas Tionghoa, lalu diolah dengan bahan lokal seperti sosis Solo, telur pindang, dan ayam suwir. Kini, Timlo menjadi menu sarapan favorit di banyak rumah makan Solo, termasuk legendaris “Timlo Sastro” yang sudah berdiri sejak 1950-an.
4. Serabi Solo, Manis Tradisional dari Zaman Kolonial
Serabi Solo sudah ada sejak masa kolonial Belanda dan menjadi jajanan kesukaan bangsawan keraton. Bedanya dengan serabi Bandung, serabi Solo lebih tipis, lembut di tengah, dan beraroma wangi santan serta daun pandan. Kini, kawasan Notokusuman menjadi pusat jajanan serabi yang legendaris. Banyak penjual yang mempertahankan resep turun-temurun tanpa bahan pengawet.
5. Cabuk Rambak, Camilan Unik yang Filosofis
Cabuk Rambak mungkin terdengar sederhana karena hanya berisi ketupat kecil disiram sambal wijen dan disajikan di daun pisang. Namun, makanan ini punya makna filosofi kebersahajaan khas wong Solo. Makanan rakyat ini dulunya dijual di pasar-pasar tradisional sebagai kudapan murah meriah namun bergizi.
Dari selat hingga cabuk rambak, tiap kuliner Solo menyimpan kisah panjang tentang akulturasi budaya dan selera lokal. Kalau kamu berkunjung ke Kota Bengawan, jangan cuma menikmati keindahan kotanya, tapi juga rasakan sejarah yang tersaji di setiap suapan makanannya. Karena di Solo, setiap rasa selalu punya cerita. Jadi kapan mau blusukan untuk wisata kuliner di Solo, Gez? (Siti Zumrokhatun/E05)
