BerandaIslampedia
Minggu, 16 Des 2017 18:08

Geliat Dakwah Ponpes Assalam di Pedalaman Kutai Barat

Khitan Mualaf Ponpes Assalam Arya Kemuning. (Republika.co.id)

Keberadaan Ponpes Assalam Arya Kemuning di pedalaman Kalimantan ini punya peran penting dalam perkembangan Islam di sana. Ribuan orang menjadi mualaf berkat dakwah para dai di ponpes itu.

Inibaru.id - Menjadi daerah dengan penduduk mayoritas beragama kristen, perkembangan Islam di Kutai Barat nggak terlalu mencolok.  Dihuni oleh mayoritas Suku Dayak, geliat dakwah di daerah pedalaman Kalimantan Timur itu memang tak segencar perkotaan, apalagi dibandingkan dengan Jawa. Nggak banyak da' dan pondok pesantren di sana. Nah, keberadaan pondok pesantren Assalam Arya Kemuning pun menjadi salah satu dari sedikit tempat pusat dakwah di sana.

Berusia 25 tahun, ponpes yang berada di Barong Tongkok, Kutai Barat itu telah memualafkan lebih dari 3.000 orang di sana. Para mualaf dibina oleh Ponpes Assalam, baik di sekitar Barong Tongkok, hingga kampung-kampung terpencil seperti Tering, Temula, lingau, Muara Kalaq, Jerang Melayu, Jempang, dan lain lain. Tentu saja, itu bukan perjuangan yang mudah bagi para pendakwah di ponpes pimpinan Ustaz Arief Heri Setyawan.

Mengutip dari laman Assalamkubar.com, keberadaan Ponpes Assalam berawal ketika MUI Provinsi Kalimantan Timur menugaskan Ustaz Arief menjadi Dai Pembangunan untuk daerah Kecamatan Barong Tongkok, Kabupaten Kutai pada 1991.

Mengawali tugasnya di asrama tua Angkatan Darat, dia berkeliling dari kampung ke kampung untuk berdakwah. Selama sekitar setahun, Ustaz Arief pulang setiap sore sambil membawa anak-anak yang ingin belajar tentang Islam. Cobaan muncul ketika ada oknum Danramil Kecamatan Barong Tongkok menyuruh ustaz beserta santrinya pindah dari asrama.

Baca juga:
Keindahan Masjid dan Sejarah Penyebaran Islam di Bangladesh
Wali Pitu dan Jejak Islam di Pulau Dewata

Nggak ingin berkonflik, ia pun pindah. Beberapa masyarakat kampung yang menjadi binaannya menawarkan tanah wakaf. Mendapat dukungan dari masyarakat lingkungan sekitar, Ponpes Assalam pun berdiri di tengah lingkungan nonmuslim.

Nggak lama kemudian, Ponpes Assalam berpindah ke lokasi yang sekarang dengan memanfaatkan lokasi tanah jatah trans-Arya Kemuning pada 1965 yang sebagian sudah ditinggalkan oleh penduduknya. Terletak 5 Km dari jalan raya Kampung Barong Tongkok, saat itu kondisi tanah masih berupa rawa-rawa dan belum diolah. Pembersihan hutan dan lahan dilakukan secara manual dengan bergotong-royong.

Dalam waktu satu minggu bangunan Ponpes akhirnya bisa berdiri meskipun masih sangat sederhana. Beratap daun nipah, berdinding slebetan (papan sisa yang nggak terpakai oleh penjual kayu), tiang dan pondasi berupa kayu bulatan, bangunan itu menjadi asrama anak-anak dengan ukuran 8 X 8 meter persegi. Selama sekitar 1,5 tahun, mereka menempati bangunan yang jika ditiup angin, kotoran dan air hujan masuk ke ruangan. Bisa Sobat Millens bayangkan bukan, perjuangan berdakwah mereka? Sampai akhirnya seiring berjalannya waktu, Ponpes Assalam bisa seperti sekarang.

Kini, Ponpes yang dirikan pada 1992 itu telah memiliki puluhan pendakwah. Dari merekalah banyak warga Suku Dayak menjadi mualaf. Pembinaan Islam pun dilakukan di desa-desa mualaf dengan menggelar kajian keislaman serta mengkhitankan para mualaf. Dalam melakukan syiar Islam tersebut, dibutuhkan para pendakwah yang tangguh dan bermental pejuang.

Bagaimana nggak, untuk sampai ke desa binaannya, mereka harus melewati hutan berbukit-bukit. Jalanan yang rusak, berlumpur, hingga mengarungi luasnya sungai anak Mahakam, menjadi menu sehari-hari pengembaraan dakwah mereka.

Apakah tantangan dakwahnya hanya sebatas itu saja?
Tentu saja lebih dari itu dong. Laman satuislam.org (25/2/2017) menyebutkan, selain sulitnya akses jalan, tantangan lain berdakwah di pedalaman adalah masih banyak di antara mualaf belum paham tentang tata cara bersuci dan adab sesuai syariat Islam. Nah,salah satunya adalah tentang khitan. Bukan hal yang mengherankan kalau banyak mualaf yang berusia 40 tahunan belum berkhitan. Masalah kemiskinan dan nggak adanya puskesmas atau klinik di kampung-kampung membuat mereka yang ingin khitan harus menempuh jarak sampai ratusan kilometer dengan medan yang berat.  Maka ponpes pun sering mengadakan khitanan massal untuk para mualaf.

Baca juga:
Festival Maulid Nabi di Kota Tua Lamu, Kenya
Aboge, Saka Tunggal, dan Kidung Jawa


Eits, tapi khitan ini bukan hanya untuk mualaf asli Suku Dayak saja, lo. Sedari awal, ponpes membuka tangan lebar-lebar untuk peserta nonmuslim. Jadi, yang beragama lain juga bisa ikut berkhitan.

Dengan jalan berkhitan, mereka akan merasakan indahnya hidup dengan aturan Islam. So pasti, semuanya dilakukan tanpa adanya paksaan. (ALE/SA)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: