Inibaru.id – Jauh sebelum era Walisongo (Wali Sembilan), Islam telah menjadi bagian dari masyarakat Banyumas, Jawa Tengah. Ini dibuktikan dengan keberadaan Masjid Saka Tunggal Baitussalam
Didirikan pada 1288, Masjid Saka Tunggal disebut sebagai yang tertua di Indonesia, Millens. Hingga kini masjid berukuran 12 x 18 meter itu masih berfungsi, meski ada beberapa bagian yang dirombak.
Masjid Saka Tunggal berada di tengah-tengah pemukiman warga Desa Cikakak, Kecamatan Wangon, Banyumas. Suasana pedesaan begitu kentara di sini. Alamnya pun asri, sehingga masih banyak satwa yang bebas berkeliaran di sini, seperti kera dan sejumlah burung.
Kawasan Saka Tunggal saat ini sudah menjadi cagar budaya. Kendati berulang kali diperbaiki, nggak banyak yang diubah dari masjid unik ini. Tiang penyangga (saka) tunggal di tengah masjid tetap dibiarkan demikan.
Baca juga:
“Pesantren Federasi” yang Teguh dalam Salaf
Yerusalem, Kota Suci yang Selalu Menderita
Masyarakat setempat selalu mengaitkan keberadaan masjid ini dengan satu sosok penyebar agama Islam di Cikakak. Namanya Mbah Mustolih. Konon, dia hidup pada masa Mataram Kuno untuk mensyiarkan agama Islam.
Mbah Mustolih menjadikan Cikakak sebagai "markas" untuk perjuangan syiarnya. Hal ini ditandai dengan pembangunan masjid bertiang tunggal tersebut.
Aboge
Sedikitnya ada 500 orang pengikut tarekat Aboge di Cikakak. Seluruh peribadatan komunal mereka dilakukan di Masjid Saka Tunggal. Tiap tahun Aboge menjadi pusat perhatian media massa, khususnya menjelang Idul Fitri. Perhitungan mereka acap kali berbeda dengan keputusan pemerintah.
Menurut tradisi Aboge, penentuan 1 Syawal (Idul Fitri) adalah “Waljiro” (Syawal Siji Loro). Tanggal satu syawal jatuh pada hari pertama (siji) dari Sabtu dan pasaran kedua (loro) dari Legi. Maka, dengan demikian satu Syawal Tahun Dal jatuh pada hari Sabtu Pahing.
Baca juga:
Islam di Peru (1): Minoritas yang Dikagumi
Di Guluk-Guluk, Para Santri Menggaung-agungkan Puisi
Masyarakat Aboge terbiasa dengan lantunan kidung jawa. Mereka mengenalnya dengan istilah uraura. Zikir dan salawat dilantunkan dengan nada tembang Jawa, khususnya pada penyelenggaraan Salat Jumat di kantor.
Hal unik lain tentang masjid Saka Tunggal adalah terkait dengan penutup kepala yang mereka kenakan. Alih-alih menggunakan peci atau kopiyah, masyarakat setempat lebih familiar dengan udeng atau pengikat kepala. (OS/SA)