BerandaInspirasi Indonesia
Kamis, 8 Jun 2022 17:42

Soegijapranata, Uskup Pertama Indonesia yang Sangat Mendukung Kemerdekaan Indonesia

Soegijapranata, Uskup pribumi pertama di Indonesia. (Twitter/Kabar Soreang)

Sosok Soegijapranata menjadi salah seorang tokoh agama Katolik yang mendukung Kemerdekaan Indonesia. Yap, dia punya cara sendiri dalam membantu kemerdekaan bangsa ini.

Inibaru.id – Albertus Seogijapranata atau yang lebih dikenal dengan nama Seogija merupakan salah seorang Pahlawan Nasional Indonesia yang namanya nggak tertulis di buku-buku sejarah. Tapi tunggu dulu, perjuangan yang dia lakukan untuk Indonesia nggak dapat dipandang sebelah mata, lo.

Poster film Soegija yang berceritakan tentang kisah Soegijapranata. (Keuskupan Agung Jakarta)

Kisahnya pernah diangkat ke layar lebar pada 2012 silam dengan judul Soegija. Film itu bukan sebuah biografi sang Uskup ya, Millens. Meski cuma digambarkan secuil, tapi lumayanlah. Kamu jadi tahu kalau dia pribumi pertama yang diangkat menjadi uskup langsung oleh Vatikan.

Di film itu pula, (lagi-lagi) kamu diberi sedikit gambaran perjuangannya dalam membantu kemerdekaan Republik Indonesia.

Uskup Pertama di Indonesia

Soegijapranata lahir di Surakarta pada 25 November 1896 dari pasangan Karijaseodarma dan Soepijah. Soegija nggak dibesarkan dari keluarga Katolik. Dia terlahir dari keluarga seorang abdi keraton Surakarta berlatar belakang Islam Jawa.

Pertemuannya dengan agama Katolik berawal ketika dia pindah ke Yogyakarta bersama keluarganya. Di sana, dia bertemu dengan Pastor Pater Van Linth dan bersekolah di sebuah sekolah Kolese Xaverius di Muntilan. Di sekolah ini, Soegija tertarik dengan agama Katolik dan memiliki keinginan untuk menjadi imam. Kemudian pada 24 Desember 1909, dia dibaptis dengan nama Albertus.

Soegija terus memperdalam ilmu agamanya dan melanjutkan studinya hingga Nederland. Hingga pada tanggal 6 November 1940 ditahbiskan menjadi Uskup pertama Indonesia di Gereja Randusari Semarang.

Perjuangan Soegija untuk Indonesia

Dengan tagline 100% Katolik 100% Indonesia, Soegija menjadi tokoh agam katolik yang membantu masyarakat dalam berbagai kegiatan. Pelayanan pendidikan, ekonomi, membela dan mempertahankan Pancasila, melawan komunis serta melawan penjajah merupakan berbagai gerakannya.

Tahun 1942 saat Jepang menduduki Semarang, Soegija nggak ikut melakukan perlawanan menggunakan senjata, tapi memperhatikan kebutuhan rakyat khususnya dalam hal pangan. Maklum, di masa pendudukan Jepang, banyak rakyat kelaparan. Selain itu, Soegija juga memperhatikan warga yang tinggal di pengungsian dan memastikan semua kebutuhan para warga terpenuhi dengan baik.

Setalah proklamasi 17 Agustus 1945, Soegija meminta bantuan kepada Sutan Sjahrir, perdana menteri kala itu melalui surat. Soegija meminta pemerintah pusat untuk membentuk pemerintah daerah guna mengatasi penderitaan yang dialami rakyat karena pada saat itu masih banyak tentara Jepang yang berkeliaran.

Soegijapranata yang tengah berpidato di hadapan rakyat Indonesia. (Instagram/Budaya Inyong)

Setahun setelah kemerdekaan Indonesia, Belanda masih meluncurkan serangan Militer. Nggak tinggal diam, Soegija kembali berjuang melalui tulisan yang berhasil dia kirim ke Amerika Serikat dan di terbitkan di majalah Commonwealth. Melalui tulisannya, akhirnya Belanda bersedia duduk dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) yang berlangsung di Den Haag pada 1949 dan angkat kaki dari Indonesia.

Perjuangan Soegija belum berakhir, setelah pengakuan kedaulatan Indonesia, Soegija kembali memimpin umat Katolik yang berselisih dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Soegija membentuk kelompok Buruh Pancasila pada 19 Juni 1954 yang menyebarkan falsafah Pancasila untuk melawan paham komunis di Indonesia.

Soegija wafat pada 22 Juli 1963 saat menghadiri pemilihan Paus Paulus VI di Belanda. Empat hari setelah kepergiannya, Soegijapranata dinyatakan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia dan dimakamkan pada 30 Juli di Taman Makam Pahlawan Giri Tunggal.

Berkat jasa-jasanya kini namanya diabadikan sebagai nama Universitas Katolik Soegijapranata di Semarang, Millens. (Goo, Kom, Tir/IB32/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024