BerandaInspirasi Indonesia
Rabu, 16 Sep 2025 20:16

Sedulur Sikep dan Perlawanan Damai Tolak Pajak dan Kerja Paksa

Para perempuan Sedulur Sikep di Blora sedang melakukan Gejog Lesung. (Shutterstock)

Di balik heningnya sawah dan hutan Jawa, Sedulur Sikep atau Samin pernah melawan Belanda tanpa mengangkat senjata. Dengan cara damai, mereka menolak pajak dan kerja paksa yang mencekik rakyat.

Inibaru.id – Di tengah hutan dan sawah Jawa, di abad ke-19, muncul sebuah gerakan unik: Samin, atau Sedulur Sikep. Bukan dengan senjata, bukan dengan perlawanan fisik. Mereka justru memilih cara yang tenang, penuh prinsip, dan tanpa kekerasan untuk melawan kebijakan kolonial Hindia Belanda.

Tokohnya adalah Surosentiko Samin, seorang petani asal Randublatung, Blora. Dia adalah seorang ningrat yang memilih hidup merakyat bernama asli Raden Kohar. Sekitar tahun 1890, Samin mulai menarik simpati dari warga desa-desa yang merasa terbebani oleh pajak, kerja paksa (kerja rodi atau kerja paksa di hutan dan ladang), dan aturan kolonial lain yang dianggap merugikan rakyat kecil. Mereka akhirnya memberontak.

Apa yang dilakukan kaum Samin nggak seperti pemberontakan bersenjata ya, Gez. Mereka nggak membakar kantor, nggak mengangkat senjata, dan nggak melakukan kerusakan fisik. Sebaliknya, mereka menolak membayar pajak yang dianggap nggak adil, menolak ikut kerja paksa, dan memilih diam atau jawaban samar terhadap perintah aparat.

Mereka tetap bertani, tetap menanam padi, mengolah lahan mereka sendiri, tetapi enggan mengirim mahal pajak kepada pemerintah kolonial. Ketika dipaksa kerja paksa di hutan, mereka lebih memilih menghindar; jika dilarang mengambil kayu bakar, mereka tetap melakukannya karena bagi mereka kayu adalah sumber hidup.

Nilai-nilai Samin: Kesederhanaan, keadilan, dan kebenaran

Raden Kohar atau Soerosentiko Samin, pembawa ajaran Samin. (via Betawi Pos)

Gerakan Samin dipupuk atas dasar nilai kejujuran. Karena itu, mereka menyebut diri sebagai Sedulur Sikep atau Wong Sikep yang berarti orang jujur. Selain itu, mereka juga menjunjung keadilan sosial, kesabaran, dan melayangkan kritik terhadap praktik ketidakadilan. Mereka percaya bahwa orang biasa memiliki hak atas tanah, akses terhadap hutan, dan nggak seharusnya dipaksa membayar pajak atau kerja tanpa bayaran yang adil.

Lebih dari itu, mereka mengembangkan ajaran moral dan spiritual, bukan sebagai agama baru sepenuhnya, tapi sebagai cara hidup yang menyertakan etika sosial yang kuat. Mereka mengajarkan agar setiap orang dipandang sama, bahwa tiap manusia mempunyai harga diri, dan bahwa ketundukan terhadap kolonial seharusnya ditolak melalui tindakan-tindakan pasif tapi bermakna.

Dampak dan Warisan yang Bertahan

Penguasa kolonial Belanda memang merespons tekanan ini. Soerontiko Samin ditangkap dan diasingkan pada tahun 1907, bersama beberapa pengikutnya. Namun ajaran dan semangat Sedulur Sikep nggak langsung mati. Banyak desa di Blora, Bojonegoro, Grobogan masih mempertahankan tradisi penolakan pajak dan kerja paksa dalam bentuk lokal, dalam nilai budaya, dalam ritual dan cerita lisan.

Hari ini, sejarah Samin atau Sedulur Sikep sering digali sebagai contoh nyata bahwa perlawanan terhadap ketidakadilan bisa dilakukan dengan cara damai, dengan keteguhan hati, bahkan tanpa angkat senjata sekalipun. Nilai keadilan, kesederhanaan, dan hidup selaras dengan alam masih menjadi inspirasi bagi banyak orang.

Nah, gimana menurutmu, sudahkah kita belajar dari kearifan mereka untuk melawan ketidakadilan masa kini dengan cara yang bijak, Gez? (Siti Zumrokhatun/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: