BerandaInspirasi Indonesia
Jumat, 25 Sep 2025 16:37

Saur Hutabarat: Aneh atau Nyeleneh, Pemimpin atau Performer

Saur Hutabarat mengingatkan, perubahan sejati lahir dari keberanian berpikir jernih, bukan dari sekadar mencari sensasi. (Media Indonesia)

Kolom ini diambil dari buah pemikiran Saur Hutabarat yang pernah ia tuliskan dalam saurmhutabarat.com. Lalu kini ditulis ulang dengan bantuan AI oleh Ikhwan Syaefulloh, seorang prompt dan context engineer. Kolom ini berisi tentang perbedaan antara orang yang benar-benar membawa perubahan dan mereka yang hanya mencari sensasi. Tulisan ini menekankan pentingnya mendukung ide-ide yang mendorong kemajuan, bukan sekadar mengikuti tren atau tontonan yang ramai dibicarakan.

Inibaru.id - Seandainya Shakespeare menulis lakon hari ini, kiranya ia tak akan menyebut dunia sebagai panggung sandiwara, tapi sirkus: gaduh, penuh sorak, dan badut-badut berebut mimbar sambil menjual tiket masuk.

Jangan buru-buru menyalahkan yang aneh. Kadang, keanehan adalah satu-satunya kewarasan yang tersisa.

Di era algoritma, bukan isi yang dicari, tapi reaksi. Logika dihujat karena lambat, kebenaran kalah cepat dari sensasi. Maka panggung dipenuhi yang aneh—atau setidaknya, tampak aneh.

Tapi apa beda antara aneh dan nyeleneh?

Pisau Pembedah Zaman

Aneh adalah keberanian menolak pola karena melihat arah yang belum tampak.

Nyeleneh ingin tampil beda.

Aneh bisa jadi obor. Nyeleneh sering hanya percikan kembang api.

Mari kita pisahkan dengan pisau pemahaman.

Ada aneh yang bermakna karena dibentuk keadaan.

Ada nyeleneh yang kosong karena lapar panggung.

Ada juga aneh yang sesat karena niat tanpa arah.

Trump. Nyeleneh karena tahu: marah itu menguntungkan. Ia membelah, bukan memimpin. Produk dari kebosanan massal, menjadi kejutan.

Greta Thunberg. Aneh karena terlalu muda untuk menggugat tua. Ia hadir bukan dengan kekuasaan, tapi dengan keberanian merangsek ke ruang formal dengan poster karton.

Jacinda Ardern. Aneh karena mundur saat dicintai. Ia tak memburu jabatan. Justru itu membuatnya layak dihormati.

Elon Musk. Nyeleneh yang sulit ditebak. Antara jenius dan kekacauan. Mars jadi mimpi, bumi jadi arena gaduh. Pendukung Trump jilid dua. Kongsi pecah seumur jagung.

Angela Merkel. Aneh karena tenang. Berani menentang Trump.

Malala Yousafzai. Aneh karena sederhana. Ia hanya ingin belajar. Tapi ketulusan kadang terlihat mengancam bagi kekuasaan yang rapuh.

Wajah-Wajah Zaman Ini

Aneh dan nyeleneh bukan hanya milik dunia luar. Di sini pun panggungnya tak kalah meriah. Indonesia mengenal keduanya. Dan sering kali tertukar.

Gus Dur. Aneh karena tak bisa ditebak. Nyeleneh bagi protokol. Tapi ia bicara minoritas, menertawakan kuasa, dan meruntuhkan dinding ketakutan.

Candanya bukan main-main. Itu caranya menyampaikan yang tak bisa diucapkan dengan marah.

“Saya ini simbol dari orang yang dipinggirkan, tapi tidak pernah kehilangan akal.” – Gus Dur

Jokowi. Awalnya tampak aneh: pemimpin turun ke pasar, menyusuri gang, mendengar rakyat. Tapi perlahan, keanehan itu retak. Blusukan, semula otentik, ternyata siasat. Masuk ke got saat kamera siap. Diamnya bukan ketenangan, tapi kalkulasi. Arah jadi kabur, keanehan berubah jadi koreografi. Kita kira ia mendobrak panggung, ternyata sedang membangun pencitraan, mewariskan kekuasaan.

Politikus medsos. Nyeleneh yang senang kamera. Joget, pantun, viral. Tapi kosong di kebijakan. Demokrasi jadi konten. Rakyat jadi penonton.

Cermin untuk Kita

Dan kita?

Kita ingin pemimpin jujur, tapi mudah terpikat pada yang tampil percaya diri.

Kita ingin arah, tapi lebih sering terpukau pada gaya.

Kita menuntut isi, tapi lebih cepat memilih yang bisa memicu sensasi.

Kita mudah percaya pada performer.

Barangkali yang aneh bukan hanya para pemimpin.

Tapi kita—yang tak lagi sabar mendengar penjelasan panjang, langsung terpikat pada ledakan semenit.

Bisa jadi, para performer hanya memenuhi pesanan pasar.

Pasar itu adalah kita. Maka jangan hanya menunjuk ke panggung.

Lihat juga kursi penonton.

“Kamera tak pernah lapar makna—hanya lapar gerakan.”

“Banyak pemimpin hari ini berbicara seperti YouTuber, bukan negarawan.”

Terlalu banyak yang nyeleneh ingin disangka aneh.

Terlalu banyak yang gaduh ingin disebut otentik.

Zaman ini tak lagi peduli isi. Yang penting lagak.

Kita memilih pemimpin seperti memilih filter:

yang bikin beda, bukan yang bikin benar.

Karena itu, kita perlu pisau.

Pisau untuk memilah antara yang berani dan yang berisik.

Antara yang punya isi dan yang hanya punya gimmick.

“Mereka yang menari dianggap gila oleh yang tak mendengar musiknya.” – Nietzsche

Tapi hari ini, banyak yang menari hanya karena musiknya viral.

Dan kita ikut tepuk tangan.

Aneh bukan tujuan. Aneh adalah risiko berpikir jernih di dunia yang keruh.

Nyeleneh bukan keberanian. Ia cuma lapar sorotan yang dikemas sebagai pembangkangan.

“Kurang cerdas bisa diperbaiki dengan belajar. Kurang cakap dapat dihilangkan dengan pengalaman. Namun tidak jujur itu sulit diperbaiki.” – Mohammad Hatta.

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: