BerandaInspirasi Indonesia
Minggu, 5 Jun 2021 07:30

Menampik Stigma Negatif, Komunitas Tarot Semarang: Tarot Bukan Klenik!

Abdul Hadi, selaku ketua Komunitas Tarot Semarang menjelaskan pentingnya literasi mengenai tarot. (Inibaru.id/ Bayu N)

Stigma negatif yang kerap menghantui para reader tarot membuat Komunitas Tarot Semarang berusaha keras melakukan sosialisasi dan edukasi, salah satunya dengan menggelar event pembacaan tarot pada Hari Tarot Internasional. Dalam acara tersebut, mereka menegaskan bahwa tarot bukan klenik.

Inibaru.id - Hidup di tengah sebagian masyarakat yang masih meyakini hal-hal mistis membuat banyak hal dikaitkan dengan dunia klenik, nggak terkecuali peramal. Ini yang kerap dirasakan para anggota Komunitas Tarot Semarang (KTS). Berkali-kali mereka dianggap paranormal yang melakukan kegiatan menyimpang dari agama.

Inilah yang dikeluhkan Ketua KTS Abdul Hadi. Ditemui pada peringatan Hari Tarot Internasional di Sentraland Semarang, Selasa (25/5/2021) lalu, Hadi mengungkapkan, upaya untuk meluruskan stigma negatif tersebut memang harus terus digiatkan.

"Yang pasti, perlu terus ada sosialisasi dan edukasi terkait tarot,” ungkap lelaki ramah itu.

Buku panduan bagi calon <i>reader</i> tarot. (Inibaru.id/ Bayu N)

Sekadar informasi, sejak mulai aktif pada 2010, KTS telah menjadi wadah bagi para reader tarot di Kota Semarang. Saat ini, anggota KTS terdiri atas 30 anggota, yang berasal dari pelbagai kalangan, mulai dari dewasa hingga yang masih berstatus mahasiswa.

Menurut Hadi, tarot sebenarnya merupakan kegiatan yang menyenangkan dan bisa dilogika. Bahkan, untuk mampu membaca tarot, seseorang harus mempelajarinya terlebih dahulu, lo!

Hal serupa juga diungkapkan Aulia Muhammad. Pembaca tarot cum grafolog yang saat ini juga dikenal sebagai Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Tengah itu mengatakan, penting bagi komunitas tarot di Indonesia untuk terus aktif mengadakan sosialisasi.

"Acara ini nantinya bisa digunakan sebagai ajang literasi tarot kepada masyarakat luas," ungkap lelaki berkacamata tersebut.

Berbagai layanan ramalan gratis yang disediakan KTS pada Hari Tarot Internasional. (Inibaru.id/ Bayu N)

Lebih jauh, dia juga menyayangkan stigma negatif lain yang menganggap tarot adalah "mainan" kalangan elit, padahal ini keliru. Menurut Aulia, siapa pun bisa diramal. Mereka juga bisa menjadi pembaca tarot.

“Dulu ada tarot yang pakai gambar orang-orang Indonesia, yang bertujuan supaya tarot bisa lebih dipahami sebagai satu kegiatan yang merakyat, nggak cuma buat kalangan atas,” terang Aulia yang hari itu turut serta dalam peringatan Hari Tarot Internasional di Sentraland Semarang.

Pembacaan Tarot Gratis

Nggak cuma meramal, para <i>reader</i> juga mengedukasi para kliennya perihal ramalan. (Inibaru.id/ Bayu N)

Tahun ini, KTS memeringati Hari Tarot Internasional dengan membuat acara di tiga titik berbeda yang digelar serentak. Selain di Sentraland, komunitas yang sudah 11 tahun berdiri itu juga dilangsungkan di Kopium Café Banyumanik dan Nasi Uduk Hj Wien di Lamper Lor, Semarang Selatan.

Dalam acara yang berlangsung tiga hari tersebut, KTS membuka pembacaan tarot dan media lainnya secara cuma-cuma. Nggak cuma itu, ada pula talkshow yang, selain mengenalkan tarot, juga bertujuan untuk meluruskan stigma-stigma negatif yang melekat pada pembacaan kartu ini.

Hingga kini, KTS masih terus berupaya mengenalkan tarot kepada masyarakat luas. Nggak cuma yang berkaitan dengan hal klenik yang melanggar agama, tapi juga juga sosialisasi bahwa sejatinya tarot bukanlah suatu kegiatan yang hanya diperuntukkan bagi kalangan elit.

Untuk kamu yang punya keinginan untuk tahu lebih detail terkait pembacaan tarot, boleh banget menghubungi KTS. Mereka ramah-ramah, kok, Millens! (Bayu N/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024