inibaru indonesia logo
Beranda
Pasar Kreatif
Sensasi Thrifting, Berburu Baju Bekas yang Berkelas, di Kota Lunpia
Kamis, 3 Jun 2021 15:30
Penulis:
Kharisma Ghana Tawakal
Kharisma Ghana Tawakal
Bagikan:
M. Miftah Taufika R. atau akrab dipanggil Moy berpose dengan totebag di pundak kiri hasil berburu barang thrift. (Inibaru.id/Kharisma Ghana Tawakal)

M. Miftah Taufika R. atau akrab dipanggil Moy berpose dengan totebag di pundak kiri hasil berburu barang thrift. (Inibaru.id/Kharisma Ghana Tawakal)

Menurut kamus urban, thrifting berarti mencari barang yang lebih murah dari harga pasar, yang kemudian diidentikkan dengan berburu barang bekas, atau untuk baju disebut preloved. Gimana sensasi thrifting di Semarang?

Inibaru.di - Moy datang jauh-jauh dari Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, untuk berburu baju bekas di Semarang Lokal Market yang digelar empat hari di MG Setos Hotel, Kota Semarang, belum lama ini. Begitu tiba, pemuda berkacamata itu langsung ikut merangsek di kerumunan, di antara "pemburu" lain.

Moy sengaja datang ke Semarang untuk berburu baju bekas, atau yang sekarang lebih dikenal sebagai barang preloved atau thrift. Bahu kirinya mencangklong totebag berukuran lumayan besar untuk menaruh hasil buruan. Tekadnya bulat: berburu barang bagus dengan harga miring sebanyak mungkin.

Apa yang dilakukan lelaki bernama lengkap Miftah Taufika R itu adalah bagian dari "thrifting", budaya mencari barang dengan harga jauh di bawah rata-rata pasar, yang kemudian diidentikkan dengan barang bekas.

Moy mengaku sudah lama hidup dalam budaya thrifting. Sejak masih pakai seragam sekolah, dia sudah suka berburu barang bekas pakai, tentu saja dengan kualitas yang masih bagus. Dia mengatakan, kecintaan ini nggak lepas dari kebiasaan ayahnya.

Ayahnya memang sedari dulu sering membeli barang second untuk dipakai sehari-hari karena harganya jauh lebih murah, dengan kualitas yang tetap oke.

“Dulu thrifting ini namanya awut-awut atau awul-awul,” kata Moy, mengenang cerita ayahnya, “Barang ada di tumpukan tanpa hanger, jadi satu, terus di-awut-awut. Dari awut-awut jadi awul-awul.”

Kesukaan Moy pada barang thrift sempat membuatnya berpikir untuk terjun berjualan. Kala itu tren thrifting belum begitu marak dan peminatnya belum seheboh sekarang. Namun, dia mengurungkan niat karena rasa malas dan takut sepi.

Sensasi Thrifting

Potret pengunjung yang datang di salah satu both, sedang memilih flanel. (Inibaru.id/ Kharisma Ghana Tawakal)
Potret pengunjung yang datang di salah satu both, sedang memilih flanel. (Inibaru.id/ Kharisma Ghana Tawakal)

Mencari barang thrift adalah sebuah perburuan yang menyenangkan. Inilah yang dipikirkan Moy. Lelaki yang mengenakan flat cap rapi di kepalanya itu bercerita, mencari barang thrift itu, ketika menemukan yang bagus, langsung ambil.

"(Kalau) ketemu (baju) bagus, sikat! Ambil, mumpung gelar lapak harga miring juga,” seru lelaki yang dalam memilih barang thrift juga nggak lupa mempertimbangkan kualitas tersebut.

Jadi, bagi Moy, kualitas barang yang bagus adalah hal utama. Dari situ, ada peluang mendapat barang murah. Menurutnya, semua orang tahu barang thrift selalu lebih murah. Tapi, yang lebih dari itu adalah kualitasnya.

“Walau (barang) second, kalau dapat barang thrift yang bagus, enak juga dipakainya," ungkapnya.

Dengan berbisik, Moy pun kemudian memberi sedikit trik untuk mendapatkan barang thrift dengan harga murah.

“Dari awal aku selalu ngecek dulu, kalau sampai ketahuan ada yang sobek, aku langsung bilang ke penjualnya, 'Mas, ini kok sobek?'” bisik Moy. “Setelah itu pasti bisa turunin harga!”

Barang Thrift Jelek?

Salah seorang pengunjung yang menjajal hoodie incarannya di event Semarang Lokal Market. (Inibaru.id/ Kharisma Ghana Tawakal)
Salah seorang pengunjung yang menjajal hoodie incarannya di event Semarang Lokal Market. (Inibaru.id/ Kharisma Ghana Tawakal)

Nggak semua orang sepakat dengan budaya membeli barang bekas ini. Awal mula mengenakan barang thrift, Moy juga pernah mendapatkan ejekan dari kawannya. Namun, teman yang awalnya mengejek justru kemudian ikut nyemplung dan banyak bertanya kepadanya.

“Dulu dikatain: 'Barang second, barang murah!' Namun, lambat laun, pas SMA, teman-teman mulai tanya, beli di mana?” kenang dia.

Menurutnya, dengan sedikit keberuntungan, seseorang bisa mendapatkan barang bagus kendati statusnya baju preloved. Namun, terkait hal ini, Moy beranggapan bahwa tiap thrifter (sebutan untuk pemburu barang thrift), umumnya punya terjemahan berbeda untuk kata "bagus".

"Tergantung tujuan thrifter. Ada yang cari merek, ada yang buat dagangan, ada juga yang cari model doang,” terangnya.

Hal ini pun diiyakan Krisna. Mirip dengan Moy, salah seorang pemilik brand fesyen lokal Semarang "Horny Cupcakes" juga mengaku menyambangi Semarang Lokal Market untuk mencari barang yang menurutnya sesuai.

“Saya ke sini mencari baju dengan value-value tinggi dengan harga murah,” terang Krisna yang tampak mengunjungi beberapa both thrift shop tanpa mendapatkan hasil apa-apa.

Dia pun kemudian menambahkan, mencari barang thrift yang oke dan berkualitas memang butuh waktu dan kesabaran.

“Kuncinya sabar! Sabar! Perlu membelah 100-an display untuk menemukan satu yang mantap di kita!” kelakarnya.

Jadi, apakah resep mendapatkan barang thrift terbaik? Tentu saja, yang pertama adalah kebutuhan. Kedua, modal! Lalu, butuh kegigihan dan kesabaran, yang dipadukan dengan keberuntungan. Selamat menerapkan budaya thrifting, Millens! (Kharisma Ghana Tawakal/E03)

Komentar

inibaru indonesia logo

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

Social Media

A Group Partner of:

medcom.idmetrotvnews.commediaindonesia.comlampost.co
Copyright © 2024 Inibaru Media - Media Group. All Right Reserved