Inibaru.id – Tempat makan ini bertajuk kedai kopi. Laiknya kebanyakan kedai, tempat ngopi dan makan yang berada di Dusun Penggik, Desa Gondang, Kecamatan Limbangan, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah ini juga menyediakan sejumlah menu. Yang berbeda, Tentrem Coffee nggak menyediakan daftar harga.
Bukan berniat ngemplang para pembelinya, kedai yang dipenuhi ornamen kayu dan rumbia ini sengaja nggak menyediakan daftar harga karena memang nggak punya patokan harga. Jadi, pengunjung boleh membayar suka-suka alias seikhlasnya.
Tentrem, begitu pemiliknya memperkenalkan diri, memang sengaja membuat konsep kedainya seperti itu. Namun, dia nggak menyangka kalau kedai yang didirikannya di halaman rumah itu justru ramai dan menjadi rujukan tempat ngopi yang digandrungi banyak orang.
"Dulu (tempat ini) cuma halaman biasa, tempat ngopi teman-teman kampung. Mereka ke sini tak suruh bawa kopi sendiri," ungkap Tentrem kepada Inibaru.id, belum lama ini. "Eh, lama-lama banyak orang berteduh di sini, malah minta dibuatkan kopi!"
Berawal dari Ketidaksengajaan
Sebelum menjadi pemilik kedai kopi seperti sekarang, Tentrem hanyalah pemuda yang dianggap "gagal sukses" selepas merantau. Setelah bertahun-tahun berkeliling Indonesia, dia mengaku pulang kampung dengan tangan kosong.
“Biasalah, ekspektasi orang kampung, kalau merantau banyak duit. Lah, saya enggak!" kelakar Tentrem, diiringi dengan tawa lebar.
Tanpa modal, Tentrem saat itu harus pulang kampung dan merawat ibundanya yang sudah lanjut usia. Kantongnya benar-benar cekak. Bahkan, untuk ikut ngopi di luar dengan teman-temannya pun lelaki 39 tahun tersebut mengaku nggak punya uang.
Alhasil, teman-temannya yang datang untuk ngopi bareng dia. Nah, lantaran saking seringnya teman-temannya datang, Tentrem pun membawa keluar peralatan masak di dapur ke sebuah gubuk di halaman rumahnya.
“Saking jengkelnya saya, semua peralatan masak tak keluarkan dari rumah," kenangnya.
Namun, rupanya gubuk penuh peralatan memasak itu justru dipandang orang laiknya tempat ngopi. Nggak sedikit pelancong yang transit di tempatnya, lalu meminta dibuatkan kopi. Ketidaksengajaan inilah yang akhirnya membuat Tentrem memutuskan membuka kedai kopi di halaman rumahnya.
Sempat Dianggap Gila
Konsep mbayar sak karepe (membayar suka-suka) atau pay as you wish yang diterapkan Tentrem tentu saja nggak lazim dalam sebuah bisnis makanan. Namun, sejak awal dia memang mengaku nggak menganggap kedai kopi itu sebagai sebuah bisnis, melainkan tempat untuk menjalin persaudaraan.
Terkait hal ini, dia bahkan sempat dianggap gila oleh keluarga dekatnya. Dia yang bersikeras membuka kedai hanya untuk melayani siapa saja yang singgah atau berteduh itu memang nggak berniat memberi tarif untuk tiap menu yang disajikannya kepada pengunjung.
“Ya jelas saya dianggap gila. Banyak keluarga yang menentang. Tapi, saya memang nggak cari untung. Saya merasa semua yang ada di hidup saya sudah cukup, tak ada lagi yang perlu dicari,” kata dia tenang.
Namun, siapa menyangka dengan konsep mbayar sak karepe itu kedai Tentrem justru kian ramai disinggahi pelancong. Bahkan, sejumlah pelanggan dari luar kota nggak jarang menyengaja datang ke kedai berbentuk gubuk yang tampak tenang dan asri tersebut.
Meski nggak memikirkan keuntungan, menurutnya, nggak ada yang membuatnya rugi. “Saya hanya ingin menyambut siapapun yang datang dengan hangat, bahkan untuk sekadar berteduh. Saya pengin mereka merasa tenteram saat di sini,” tuturnya.
Menu-Menu Sederhana
Sejalan dengan konsep mbayar sak karepe, Tentrem juga menerapkan konsep mangan sak anane (makan seadanya). Berada di Tentrem Coffee, kamu memang nggak bakal menemukan masakan modern ala western atau kopi susu kekinian dalam gelas plastik yang banyak dijual di kedai kopi kiwari.
Meski sudah memiliki banyak pelanggan, Tentrem agaknya nggak berniat mengubah menu yang disajikannya. Kopi dan jahe merahnya memang patut dicoba. Selebihnya hanya ada gorengan dan mi instan dengan berbagai varian rasa. Lalu, ada juga sejumlah cemilan tradisional titipan tetangga.
Tentrem bahkan mengaku sering mendapat bahan mentah dari para pelanggannya.
“Mereka datang bawa kerupuk; bawa bahan untuk dimasak. Memang punyanya ini saja! Kalau mau, ya, sego sambel (nasi sambal) di belakang,” ungkapnya kembali berkelakar.
Yap, dari segi sajian, Tentrem memang nggak menyajikan rentetan daftar menu nan atraktif. Namun, kedai ini menjadi spesial karena Tentrem nggak segan menemui satu per satu pelanggannya ibarat menjamu kawan lama atau ngobrol dengan saudara.
Maka, sajian apa pun yang ada di meja tentu saja nggak lagi jadi soal, karena jalinan kehangatan pemilik kedai dengan pelanggannya adalah pengalaman berharga yang pantang dilewatkan. Suasana yang ayem, obrolan ringan yang renyah, bersanding dengan kopi atau jahe merah, sungguh menarik, bukan?
Mumpung akhir pekan, menepilah ke kedai ini. Eits, tapi, untuk kamu yang berencana datang ke Tentrem Coffee bersama rombongan besar dan nggak pengin hanya makan mi instan dan kopi, ada baiknya kamu memesan menu khusus dulu ya.
Setelah kenyang makan dan obrolan, sebelum pulang jangan lupa masukkan uang sesuka hatimu ke gentong lawas yang ada di dekat dapur, ya! Jangan main kabur saja! Ha-ha. (Zulfa Anisah/E03)