Inibaru.id – Beberapa di antara kamu pasti merasa asing dengan istilah Genchi Jikatsu. Apa sih Genchi Jikatsu itu? Itu yang saya rasakan ketika kali pertama mendengar program kerja organisasi D’Mojodadi’s ini.
Pada Rabu (13/5), saya berkesempatan untuk mencari tahu lebih dalam mengenai program Genchi Jikatsu. Taufik, pembina D’Mojodadi’s sekaligus pencetus ide, bercerita mengenai awal mula program kemandirian pangan ini tercetuskan.
Genchi Jikatsu diadopsi dari kebijakan politik ekonomi Jepang pada masa akhir perang yang artinya mencukupi kebutuhan sendiri.
Melihat kondisi saat ini, Taufik mengaku jika dia terinspirasi dari sistem perekonomian autarki yang pernah diterapkan oleh beberapa negara, salah satunya Jepang. Sistem ekonomi ini mewajibkan setiap daerah di suatu negara untuk mampu memenuhi kebutuhannya sendiri.
Menurut Taufik, Genchi Jikatsu merupakan salah satu upaya untuk membuat masyarakat sadar mengenai ketahanan pangan. Apalagi nggak ada yang tahu sampai kapan pandemi ini akan berlangsung. Diharapkan dengan adanya kemandirian pangan, beban masyarakat lebih ringan.
“Sekarang sih semua masih murah, tapi dua sampai tiga bulan kemudian kan nggak ada yang tahu apa yang akan terjadi, jika situasi ekonomi masih seperti ini,” ujar Taufik.
Dalam aplikasinya, D’Mojodadi’s menjadi organiasasi penggerak yang menyelaraskan diri dengan visi misi Kepala Desa Gribig saat ini untuk menyejahterakan masyarakat.
“Kalau menyejahterakan masyarakat kan masih dalam bentuk teori yang perlu dijabarkan. Bagaimana sih wujud dari menyejahterakan masyrakat itu? Nah, salah satunya dengan kemandirian pangan ini,” katanya.
Kegiatan penyemaian bibit juga telah dilakukan oleh D’Mojodadi’s, untuk mendukung program Genchi Jikatsu. Rencananya setelah bibit tersebut tumbuh, akan dibagikan kepada masyarakat.
Taufik berharap, Genchi Jikatsu ini akan menjadi kegiatan serempak yang dilakukan masyarakat dalam pengelolaan lahan sempit di masing-masing pekarangan rumah.
Kemandirian sendiri termasuk ke dalam 8 karakter pemuda D’Mojodadi’s. Bersamaan dengan karakter lain seperti, Idiologi yang selamat dan moralitas yang kuat, Ibadah yang benar, Fisik yang kuat, Wawasan yang luas, Memaksimalkan waktu, Rapi dalam berorganisasi serta Bermanfaat bagi sesama.
Tetapi bentuk nyata dari karakter kemandirian itu baru bisa diaplikasikan bertepatan dengan adanya pandemi. “Pas kebetulan saja ini ada pandemi, jadi ada momen untuk mengaplikasikan,” ujar Taufik.
Taufik juga berpendapat bahwa pelaksanaan konsep sebelum ada kasus hanya lah sebuah teori. Jadi, adanya kasus pandemi ini menjadi kesempatan untuk melakukan kegiatan yang nyata.
Program lain yang disiapkan oleh Gerakan Pemuda Emas D’Mojodadi’s untuk mencukupi kebutuhan sendiri meliputi Budikdamber (Budidaya Ikan dalam Ember), budidaya Toga (Tanaman Obat Keluarga), budidaya buah yang nantinya akan menjadi kawasan desa tematik di Desa Gribig.
Jadi nggak sabar nih menantikan program Gerakan Pemuda Emas D’Mojodadi’s lainnya. Kalau kelompok pemuda di desamu punya agenda keren apa nih, Millens? (Rafida Azzundhani/E05)