BerandaHits
Rabu, 11 Feb 2025 11:07

Tren Kompos Jasad Manusia; Upaya Menjadikan Kematian Lebih Ramah Lingkungan

Proses pengomposan jasad manusia. (Getty/Recompose via Vitalsigns)

Selain nggak membutuhkan lahan, kompos manusia menjadi tren lantaran diyakini dapat menghemat hingga satu ton karbon dibanding proses kremasi.

Inibaru.id - Emisi karbon dioksida yang menjebak panas bumi, yang dikenal sebagai efek rumah kaca, telah berkontribusi besar dalam perubahan iklim di dunia. Hal ini membuat perawatan mayat dengan cara kremasi menjadi terasa kurang ramah lingkungan.

Kampanye tersebut belakangan terus didengungkan Recompose, sebuah perusahaan perawatan jenazah di AS khusus menangani jasad manusia dengan metode pengomposan. Katrina Spade adalah sosok yang mulai mengembangkan metode tersebut.

Di Negeri Paman Sam, mengompos jasad manusia yang meninggal memang tengah menjadi tren di kalangan masyarakat. Beberapa negara bagian di sana memang telah melegalkan tindakan tersebut, yang dimulai oleh Washington pada 2019.

Setelahnya, ada Colorado, Oregon, Vermont, dan California yang mengikutinya. Selanjutnya, New York dan Nevada juga mendapat lampu hijau. Kini, sekurangnya sudah 12 negara bagian telah mengesahkan beleid terkait kompos jasad manusia.

Menjadikan Jasad sebagai Pupuk

CEO Recompose Katrina Spad membawa sejumlah kecil hasil pengomposan manusia. (Getty/Recompose via Vitalsigns)

Tren yang berkembang di sana, jasad yang telah mengalami pengomposan nantinya akan dijadikan sebagai pupuk untuk menyuburkan tanaman di rumah mereka. Proses pengomposan dilakukan di sebuah fasilitas khusus.

Jasad dimasukkan ke dalam kapsul tertutup bersama bahan-bahan lain seperti serpihan kayu, alfalfa dan rumput jerami. Nantinya, mikroba akan mengurai isi bejana itu secara bertahap. Sekitar sebulan berselang, jasad yang telah menjadi kompos akan diberikan kepada keluarga.

Recompose menyebut, cara ini jauh lebih ramah lingkungan ketimbang pemakaman tradisional yang melibatkan peti mati, kayu, dan material lain, serta lahan yang besar. Ini sejalan dengan para pendukung praktik pengomposan jasad.

"Nggak cuma lebih ramah lingkungan, pengomposan manusia juga lebih praktis di kota-kota yang memiliki keterbatasan lahan permakaman, tutur salah seorang pendukung, dikutip dari BBC, 4 Januari 2023.

Menuai Pro dan Kontra

Kompos jasad manusia setelah mengalami tahap pengeringan. (AP via USA Today)

Tentu saja tren pengomposan jasad manusia ini nggak selalu disikapi dengan positif. Banyak yang menentang praktik yang menurut Return Home, penyedia layanan kompos jasad di New York sebagai langkah besar perawatan kematian ramah lingkungan ini kurang etis.

Hal tersebut sempat diungkapkan para uskup Katolik di New York saat proses legalisasi pengomposan jasad itu ramai dibicarakan di sana. Mereka menentang dengan alasan tubuh manusia nggak sepatutnya diperlakukan seperti "limbah rumah tangga".

"Hal itu berisiko menyebabkan orang menginjak jenazah manusia tanpa sepengetahuan mereka," tulis mereka dalam sebuah konferensi. "Penebaran jenazah berulang kali di area yang sama juga sama saja dengan penguburan massal."

Lebih dari itu, kompos jasad manusia yang digunakan sebagai pupuk juga berpotensi menularkan penyakit bawaan jenazah.

Terlepas dari pro dan kontra kompos jasad manusia, yang harus kita pahami adalah bahwa Bumi kita sedang sakit. Lahan kian sempit. Kompos jenazah hanyalah layanan alternatif yang berangkat dari kegelisahan itu, lalu berupaya menjadikan kematian lebih ramah lingkungan.

Boleh sepakat, boleh menentang. Kalau kamu termasuk kubu yang mana, nih? (Siti Khatijah/E07)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: