BerandaHits
Sabtu, 15 Mar 2024 10:55

Sering Dianggap Objek, Perempuan Jurnalis Harap Perusahaan Media Lebih Ramah

Beberapa perempuan jurnalis di Kota Semarang membentangkan poster saat acara IWD 2024. (Inibaru.id/ Fitroh Nurikhsan)

Alangkah nyamannya jika perusahaan media memberikan akomodasi yang sesuai kepada para perempuan jurnalis. Kenyataannya, perempuan justru sering dianggap sebagai objek seksual dan minim perlindungan.

Inibaru.id - Bukan hal yang mudah bagi Kristi Dwi Utami dan Jinawi Rana Putri menjalani profesi sebagai jurnalis sedari tahun 2018. Berbagai tantangan dan dinamika di dalamnya sudah mereka rasakan sebagai perempuan jurnalis.

Kristi, jurnalis yang bekerja di media Harian Kompas, menceritakan pengalaman selama meliput berbagai peristiwa penting di Tanah Air. Di balik tersajinya sebuah informasi, para jurnalis khususnya perempuan rentan sekali menjadi korban kekerasan seksual.

"Dimulai saat kami keluar rumah, masuk kantor redaksi, dan turun ke lapangan untuk meliput, kami rentan mengalami kekerasan seksual," ucap Kristi. "Orang asing, teman satu profesi berpotensi jadi pelaku kekerasan atau pelecehan".

Dari banyaknya kasus perempuan jurnalis yang pernah mengalami kekerasan seksual, nggak banyak upaya dari perusahaan media untuk memberikan perlindungan kepada para pegawainya. Nggak adanya standar operasional prosedur (SOP) tentang pencegahan dan penangan kekerasan seksual menjadi bukti perusahaan media masih setengah hati memberikan perlindungan untuk perempuan jurnalis.

"Harapan saya hanya satu, semua pihak mau sama-sama menciptakan ruang aman untuk kami (perempuan jurnalis)," imbuhnya.

Perusahaan Media Harus Punya SOP

Jurnalis Kompas TV Jinawi Rana Putri sedang membacakan puisi. (Inibaru.id/ Fitroh Nurikhsan)

Nggak beda jauh dengan pernyataan Kristi, Jinawi Rana Putri alis Jeje menuturkan, perempuan masih dipandang sebagai objek seksual. Maka, ketika ada perempuan jurnalis mengalami kekerasan seksual, orang-orang di meja redaksi nggak langsung berempati.

"Saat itu siapa saksinya dan kamu pakai baju apa? Kadang perempuan jurnalis malah diintimidasi. Kami masih dipandang objek seksual, bukan sebagai manusia," tutur awak media Kompas TV itu.

Ya, kenyataannya nggak banyak perusahaan media yang memiliki SOP pencegahan dan penanganan kekerasan seksual. Padahal dari tahun ke tahun, jumlah perempuan yang menjadi jurnalis cukup banyak. Sudah seharusnya perkembangan itu membuka mata perusahaan media untuk lebih memberikan perlindungan dan keamanan pada perempuan jurnalis.

"Dalam semua lini pekerjaan, perempuan dalam posisi rentan. Jurnalis laki-laki juga rentan jadi korban kekerasan. Maka kita semua harus menciptakan ruang aman untuk siapapun," cetusnya.

Perayaan IWD 2024 di Universitas PGRI Semarang. (Inibaru.id/ Fitroh Nurikhsan)

Salah satu persoalan yang sering dikeluhkan perempuan jurnalis yaitu jam kerja yang nggak beraturan. Bukan karena mereka lemah, siklus mentruasi yang sering dialami harusnya bisa dimengerti perusahaan media.

Selain mentruasi, perempuan juga akan dihadapkan dengan fase hamil, melahirkan dan menyusui. Untuk persoalan ini, dirinya berharap pada semua perusahaan media memberikan toleransi berupa perpanjangan cuti atau menyediakan ruang laktasi.

"Sehingga, selain kami tetap berupaya menunaikan kewajiban, hak-hak kami sebagai perempuan jurnalis juga harus dipenuhi," jelasnya.

Pada peringatan Internasional Women's Day (IWD) 2024 ini, Jeje berharap rekan-rekan seprofesinya memandang perempuan sebagai objek manusia. Dia yakin para perempuan jurnalis akan merasa nyaman menjalani profesinya. (Fitroh Nurikhsan/E10)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT