Inibaru.id - Dalam dunia modern yang terus berubah, peran ayah dalam mendidik anak telah menjadi topik yang semakin penting. Tidak hanya sebatas pencari nafkah, seorang ayah kini diharapkan turut serta dalam proses tumbuh kembang anak, termasuk aspek emosional, sosial, dan kognitif. Namun, sering kali dalam pengasuhan, masih terselip pandangan patriarki yang menekankan peran ayah sebagai figur otoritatif dan dominan.
Untuk mendidik anak dengan cara yang lebih inklusif dan adil, ayah perlu menghindari warisan patriarki yang berpotensi membentuk pandangan negatif tentang peran gender dan kekuasaan.
Mengapa Penting bagi Ayah untuk Terlibat dalam Pendidikan Anak?
Keterlibatan ayah dalam pengasuhan sangat penting karena dapat memberikan keseimbangan dalam kehidupan anak. Studi menunjukkan bahwa ayah yang terlibat memiliki pengaruh positif terhadap perkembangan kognitif, emosi, serta kemampuan sosial anak. Mereka memberikan sudut pandang yang berbeda dari ibu, yang membantu anak melihat dunia dengan perspektif lebih luas dan menghargai perbedaan.
Saat ayah terlibat aktif, anak cenderung memiliki tingkat percaya diri yang lebih baik dan mengembangkan keterampilan komunikasi yang lebih kuat. Namun, keterlibatan ini perlu dilakukan tanpa adanya pendekatan patriarkal yang justru mengekang dan membatasi anak dalam menjalani kehidupan yang seimbang.
Menghindari Warisan Patriarki dalam Pengasuhan
Patriarki cenderung mengajarkan bahwa laki-laki harus menjadi sosok yang kuat, dominan, dan tidak menunjukkan kerentanan, sementara perempuan diasumsikan lebih lemah dan membutuhkan perlindungan. Dalam konteks pengasuhan, hal ini dapat membentuk pemikiran bahwa anak laki-laki harus bersikap keras dan tidak boleh menunjukkan emosi, sedangkan anak perempuan seolah dibatasi dalam perannya.
Menghindari warisan ini penting karena konsep patriarki bisa berdampak buruk bagi anak-anak, baik laki-laki maupun perempuan. Misalnya, anak laki-laki yang diajari untuk “nggak boleh menangis” atau selalu menjadi “pelindung” mungkin kesulitan mengekspresikan emosi secara sehat. Di sisi lain, anak perempuan yang tidak didorong untuk percaya diri atau mengambil peran penting dalam hidupnya mungkin merasa kurang memiliki kekuatan untuk berpendapat atau berkarya.
Bagaimana Ayah Bisa Mengambil Peran Tanpa Mewariskan Patriarki?
1. Memberikan Contoh yang Seimbang
Ayah bisa menunjukkan contoh bahwa laki-laki juga dapat memperlihatkan kerentanan dan peduli pada orang lain tanpa harus menjadi sosok yang dominan. Menunjukkan bahwa laki-laki bisa berempati dan bekerjasama di rumah akan mengajarkan anak pentingnya kesetaraan dalam hubungan.
2. Mendorong Ekspresi Emosi yang Sehat
Ajarkan anak laki-laki dan perempuan bahwa mereka bebas mengekspresikan perasaan tanpa merasa bersalah atau malu. Ayah yang nggak segan mengakui dan menunjukkan emosinya dapat membantu anak merasa nyaman berbicara tentang perasaan mereka.
3. Menghargai Pilihan Anak
Biarkan anak laki-laki dan perempuan memilih hal yang mereka sukai tanpa paksaan stereotip gender. Jika anak laki-laki ingin bermain boneka atau anak perempuan tertarik pada olahraga berat, dukunglah pilihan mereka tanpa menghakimi. Ini akan membantu mereka merasa dihargai dan dipahami.
4. Menjadi Pendengar yang Baik
Sebagai orang tua, ayah perlu menjadi pendengar yang baik dan memberikan perhatian penuh saat anak berbicara. Ini menunjukkan bahwa ayah menghargai pendapat anak, sekaligus mengajarkan bahwa komunikasi dua arah penting dalam membangun hubungan yang sehat.
5. Mengambil Peran dalam Pekerjaan Rumah Tangga
Menunjukkan pada anak bahwa ayah bisa memasak, membersihkan rumah, atau mengurus pekerjaan rumah tangga tanpa malu adalah contoh nyata bahwa kesetaraan bukan sekadar teori. Hal ini membentuk persepsi anak bahwa tanggung jawab di rumah bukan hanya peran ibu atau perempuan.
Manfaat Mengambil Peran Tanpa Patriarki bagi Anak
Pengasuhan tanpa patriarki menciptakan lingkungan yang sehat bagi anak untuk tumbuh menjadi pribadi yang mandiri, percaya diri, dan menghargai orang lain. Anak yang dibesarkan dengan cara ini lebih terbuka terhadap perbedaan, mampu membangun hubungan yang setara, dan memiliki pemahaman lebih baik tentang nilai-nilai kesetaraan. Mereka cenderung menjadi individu yang menghargai hak dan pilihan orang lain, serta mampu melihat kesetaraan gender sebagai hal yang normal dalam kehidupan sehari-hari.
Mengubah pola asuh yang bebas dari patriarki bukan hal mudah, terutama jika ayah tumbuh dalam lingkungan yang sangat kental dengan nilai-nilai tradisional tersebut. Namun, dengan kesadaran dan upaya yang konsisten, ayah bisa menjadi agen perubahan dalam keluarga, menciptakan pengasuhan yang lebih sehat dan berimbang.
Dengan mengedepankan pola asuh yang bebas dari patriarki, ayah tidak hanya mendidik anak dengan kasih sayang dan pemahaman, tetapi juga membantu membangun generasi baru yang lebih terbuka, adil, dan toleran. Mari, sebagai ayah, mengambil peran aktif tanpa perlu terjebak dalam warisan patriarki yang sudah saatnya ditinggalkan. Selamat Hari Ayah Sedunia ya, Millens. Mari jadikan dunia lebih menyenangkan tanpa patriarki. (Siti Zumrokhatun/E05)