BerandaHits
Kamis, 10 Des 2025 11:01

Selandia Baru Berencana Memberantas Kucing Liar, Untuk Apa?

Pemerintah Selandia Baru akan memberantas kucing liar demi menyelamatkan keanekaragaman satwa di sana. (Alamy/Vasiliy Vishnevskiy)

Dalam program Predator Free 2050, pemerintah Selandia Baru dipastikan akan memberantas kucing liar di negaranya. Apa alasan dari hal ini, ya?

Inibaru.id - Selandia Baru kembali jadi sorotan dunia. Bukan soal pemandangan alamnya yang cantik atau film-film yang syuting di sana, tapi karena rencana ekstrem pemerintahnya: memberantas seluruh kucing liar pada 2050. Untuk apa, ya?

Langkah ini diumumkan oleh Menteri Konservasi Selandia Baru, Tama Potaka, sebagai bagian dari program besar bernama Predator Free 2050. Program ini sebenarnya sudah lama berjalan, tetapi sebelumnya hanya fokus pada predator invasif seperti tikus, cerpelai, dan posum. Kini, kucing liar resmi masuk daftar “musuh negara” berikutnya.

Potaka menyebut kucing liar sebagai “pembunuh yang kejam” dan mampu hidup sepenuhnya tanpa bergantung pada manusia. Dengan insting berburu yang kuat, mereka disebut sering memangsa apa pun yang bergerak, dari burung hingga kadal kecil. .

Diberantas dengan Sosis Beracun

Lantas, bagaimana pemerintah berencana mengurangi populasi kucing liar ini? Nah, di sinilah kontroversinya mulai terlihat. Pemerintah menyebut akan menggunakan umpan berbentuk sosis beracun serta perangkat penyemprot racun yang dipasang di pepohonan. Ketika kucing lewat, alat itu otomatis mengeluarkan racun.

Metode detailnya akan dijelaskan lebih lengkap pada revisi terbaru strategi Predator Free 2050 yang dijadwalkan meluncur Maret 2026. Tapi bahkan sebelum rilis resmi, rencana ini sudah menuai kritik dari berbagai pihak.

Kucing liar di Selandia Baru yang bisa memakan begitu banyak hewan dianggap bisa memberantas keanekaragaman hayati di sana. (Vice/Luis Prada)

Meski banyak mendapatkan kritik, pemerintah bersikukuh program ini perlu dilakukan karena ancaman kucing liar ini bukan main-main. Mereka ditemukan di hampir semua kawasan, dari perkotaan, kebun penduduk, sampai hutan lebat. Dampaknya juga bukan spekulasi belaka. Misalnya, pernah ada lebih dari 100 kelelawar ekor pendek yang tewas diburu kucing liar hanya dalam waktu satu minggu di dekat Kota Ohakune.

Burung dotterel selatan di Pulau Stewart juga hampir punah karena aksi predator ini. Belum lagi persoalan toxoplasmosis yang dibawa kucing dan dapat memengaruhi kesehatan lumba-lumba, manusia, hingga hewan ternak.

Didukung, tapi juga dikritik

Di satu sisi, pemerintah mendapat dukungan dari Predator Free New Zealand Trust. Mereka menilai masyarakat memang meminta pemerintah tegas memasukkan kucing liar sebagai target pengendalian.

“Demi melestarikan keanekaragaman hayati, kita memang harus memberantas kucing-kucing liar ini,” ungkap Potaka sebagaimana dinukil dari Cnn, Senin (24/11/2025).

Namun, organisasi kesejahteraan hewan seperti SPCA memandang isu ini lebih rumit. Mereka mengakui kucing liar berdampak besar pada ekosistem, tapi tidak setuju jika eliminasi dilakukan hanya dengan metode mematikan. SPCA meminta pemerintah mengalokasikan pendanaan lebih besar untuk riset demi menemukan cara-cara yang lebih manusiawi.

Selain itu, SPCA dan National Cat Management Group juga mendorong regulasi nasional soal pengelolaan kucing, seperti sterilisasi dan pemberian microchip untuk kucing peliharaan agar tidak makin banyak yang akhirnya menjadi liar.

Isu ini memang bikin dilema karena di satu sisi pemerintah ingin melindungi satwa-satwa asli, tapi di sisi lain ada pertanyaan etis soal bagaimana cara pemberantasan kucing liarnya. Kita lihat nanti seperti apa penerapannya di lapangan ya, Gez. (Arie Widodo/E07)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Rampcheck DJKA Rampung, KAI Daop 4 Semarang Pastikan Layanan Aman dan Nyaman Jelang Nataru

4 Des 2025

SAMAN; Tombol Baru Pemerintah untuk Menghapus Konten, Efektif atau Berbahaya?

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: