BerandaHits
Sabtu, 21 Jun 2024 08:30

Nggak Cuma Gim, Banyak Anak Indonesia Kecanduan Judi Online

Sebanyak 80 ribu anak Indonesia kecanduan permainan judi online. (Disway/Boy Slamet)

Kecanduan gim bukan satu-satunya permasalahan anak Indonesia. Baru-baru ini sebanyak 80 ribu anak-anak di bawah 10 tahun kecanduan judi online.

Inibaru.id - Jika mengira permainan judi online hanya meracuni otak para orang dewasa, maka kamu keliru. Faktanya, di Indonesia banyak anak yang sudah mulai menjajal aplikasi yang dianggap dapat memberikan pengaruh buruk pada kehidupan sosial itu.

Angka anak di bawah umur yang bermain gim judi online bukannya sedikit, Millens. Ketua Satgas Pemberantasan Judi Online Hadi Tjahjanto mengungkap, dua persen dari pemain judi online di Indonesia adalah anak-anak di bawah 10 tahun. Artinya, sekitar 80 ribu anak-anak sudah memainkannya!

"Korban yang ada di masyarakat, sesuai data demografi pemain judi online, usia di bawah 10 tahun itu ada 2 persen dari pemain. Total ya 80 ribu yang terdeteksi," kata Hadi dalam jumpa pers di kantor Kemenko Polhukam, Rabu (19/6/2024).

Selanjutnya, ada 11 persen pemain judi online di rentang usia 10-20 tahun. Jumlah itu kurang lebih 440 ribu orang. Sedangkan, 13 persen tercatat merupakan mereka yang berusia 21-30 tahun dengan jumlah 520 ribu.

Paling banyak terdeteksi pemain judi online ialah masyarakat usia 30-50 tahun, sebesar 40 persen atau berjumlah 1.640.000. Sisanya, 34 persen atau 1.350.000 orang adalah mereka yang berusia di atas 50 tahun.

Hadi mengungkap, kondisi ekonomi pemain judi online beragam, namun rata-rata berasal dari kalangan menengah ke bawah. Nilai transaksi judi online masyarakat menengah ke bawah mulai dari Rp10 ribu sampai Rp 100 ribu. Sedangkan, untuk kalangan menengah ke atas dari Rp10 ribu hingga mencapai Rp40 miliar.

"Ini rata-rata kalangan menengah ke bawah yang jumlahnya 80 persen dari jumlah pemain 2,37 juta," ucapnya.

"Menurut data, untuk kluster nominal transaksi kelas menengah ke atas itu antara Rp 100 ribu sampai Rp40 miliar," ujar Hadi.

Lebih Sering Marah dan Uring-uringan

Anak yang kecanduan judi online seringkali menggunakan uang saku dari orang tua untuk deposit. (Kba.one/Try Vanny)

Yang sering kita dengan selama ini adalah banyak anak yang kecanduan gim. Bahkan sebagian dari mereka sampai dibawa orang tuanya menemui dokter untuk mendapatkan penanganan khusus. Tapi, belakangan tren sedikit berubah.

Dikutip dari BBC (27/10/2023), dokter spesialis anak Kurniawan Satria Denta mengaku nggak menyangka bahwa dirinya akan menangani anak kecanduan judi online. Selama berpraktik, kasus yang ditangani kebanyakan kecanduan gim atau kesulitan belajar.

"Tapi ini benar-benar taruhan. Kalau menang dari judi slot, dapat duit. Jadi secara psikologis anak-anak ini dikasih duit, jadi lebih terpacu. Gimana caranya anak-anak ini dapat duit untuk bisa main judi (lagi)," terangnya.

Dari situ mereka mulai menggunakan uang saku pemberian orang tua, entah berupa tunai atau uang elektronik, untuk didepositkan. Deposit slot atau pasang taruhan nggak melulu pakai rekening bank. Ada cara lain yang lebih gampang, yaitu membeli atau berbagi pulsa dan mengirim via dompet atau uang elektronik dengan nominal Rp10 ribu.

Lalu, bagaimana kalau uang mereka habis gara-gara kalah berjudi? Dokter Denta menjelaskan bahwa kecenderungan anak yang mengalami masalah tersebut memiliki perilaku yang nggak terkendali.

"Yang saya lihat, mengamuk, membanting barang, jadi lebih sensitif, bawaannya stres terus. Misalnya, disenggol sedikit meluap-luap," terangnya.

Berbeda dengan anak usia remaja SMA dan SMP, anak di usia sekolah dasar belum bisa menalar dengan benar. Mereka belum bisa menentukan mana yang baik dan buruk. Maka, ketika ditawarkan judi judi online yang mirip gim, anak-anak nggak tahu apa bahayanya.

Lalu, apa dampak buruknya? Dokter Denta menjelaskan dalam jangka panjang kualitas hidup mereka akan terpuruk.

"Hal-hal buruk bisa terjadi kapan saja, mulai dari tidak ada gairah hidup, nggak bisa fokus belajar, bahkan terlilit utang. Yang paling fatal bunuh diri," ungkapnya.

Wah, ini merupakan fakta pahit yang kita hadapi ya, Millens? Apa jadinya jika anak-anak ini nggak segera mendapatkan penanganan khusus atau terapi penyembuhan secepatnya? (Siti Khatijah/E07)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024

Menyusuri Perjuangan Ibu Ruswo yang Diabadikan Menjadi Nama Jalan di Yogyakarta

11 Nov 2024

Aksi Bersih Pantai Kartini dan Bandengan, 717,5 Kg Sampah Terkumpul

12 Nov 2024

Mau Berapa Kecelakaan Lagi Sampai Aturan tentang Muatan Truk di Jalan Tol Dipatuhi?

12 Nov 2024

Mulai Sekarang Masyarakat Bisa Laporkan Segala Keluhan ke Lapor Mas Wapres

12 Nov 2024

Musim Gugur, Banyak Tempat di Korea Diselimuti Rerumputan Berwarna Merah Muda

12 Nov 2024

Indonesia Perkuat Layanan Jantung Nasional, 13 Dokter Spesialis Berguru ke Tiongkok

12 Nov 2024

Saatnya Ayah Ambil Peran Mendidik Anak Tanpa Wariskan Patriarki

12 Nov 2024