Inibaru.id – Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang menggulirkan rencana pelandaian Tanjakan Silayur yang terletak di Kecamatan Ngaliyan. Kawasan ini sejak lama dikenal sebagai jalur tengkorak atau titik rawan kecelakaan di Ibu Kota Jawa Tengah (Jateng).
Sedikit informasi, kecelakaan terbaru terjadi pada akhir November lalu ketika sebuah truk bermuatan minyak gagal menanjak dan terguling di Jalan Silayur, tepat di depan SMPN 16 Semarang. Kejadian pada akhir pekan itu sempat membuat jalur Silayur tersebut tersendat.
Wali Kota (Walkot) Semarang Agustina Wilujeng Pramestuti seakan kehabisan opsi dalam menangani masalah kecelakaan di Silayur. Pelandaian jalan pun dianggap sebagai satu-satunya solusi untuk menekan angka kecelakaan.
"(Kecelakaan) truk di Silayur itu, gimana ngomongnya, ya? Itu memang struktur jalannya yang sulit, elevasinya tidak sesuai," kata Agustina, merespons kecelakaan truk yang kembali terjadi di Silayur, Rabu (3/12/2025).
Disebutkan Agustina, Pemkot Semarang telah melakukan kajian dan perhitungan untuk melandaikan tanjakan tersebut. Hasilnya, kebutuhan anggaran untuk pelandaian Silayur mencapai sekitar Rp60 miliar. Namun, ini sulit direalisasikan dalam waktu dekat karena kemampuan APBD Semarang belum memadai.
"Dalam posisi APBD belum dipotong saja waktu itu kekuatan fiskalnya tidak memungkinkan. Apalagi sekarang (di tengah kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan pemerintah pusat)," ungkapnya.
Pelandaian Silayur Mungkin Bukan Solusi
Pakar transportasi sekaligus akademisi Unika Soegijapranata Semarang, Djoko Setijowarno, mengingatkan bahwa pelandaian Silayur bukanlah solusi. Alternatif tersebut justru berpotensi menimbulkan masalah baru.
Pemkot Semarang memang pernah punya pengalaman melakukan pelandaian di Tanjakan Hanoman. Namun, kawasan tersebut nggak memiliki hunian warga sehingga dampaknya jauh lebih terbatas dibandingkan Silayur.
"Dari dulu saya sudah bilang, melandaikan jalan di Silayur itu tidak memungkinkan. Nanti akses warganya bagaimana? Kondisi Silayur berbeda dengan Jalan Hanoman yang tidak memiliki hunian di sekitarnya," ujar Djoko.
Menurut dia, solusi konkret untuk menekan angka kecelakaan di kawasan Silayur adalah dengan memperketat pembangunan industri di daerah BSB dan Mijen. Pengawasan terhadap truk-truk besar, lanjutnya, perlu ditegakkan agar nggak melintas di luar jam operasional.
"Pembangunan kawasan industri di Mijen itu kurang tepat karena tidak memiliki akses langsung ke jalan nasional maupun jalan tol. Truk pengangkut barang akhirnya terpaksa melewati jalur lingkungan dengan kontur jalan yang tidak sesuai. Ini menjadi masalah yang terus berulang," kritik Djoko.
Jadi, menurut kalian bagaimana, Gez? Lebih setuju dengan pandangan pengamat transportasi atau dengan langkah yang ditempuh Pemkot Semarang? (Sundara/E10)
