BerandaHits
Minggu, 12 Agu 2023 14:00

Musim Kemarau, Petani Demak: Saatnya Menanam Kacang Hijau

Petani Demak panen kacang hijau saat musim kemarau, Selasa (8/8/2023). (Inibaru.id/ Ayu Sasmita)

Bulan Agustus menjadi puncak musim kemarau tahun 2023. Sejumlah sumber mata air dan persawahan mulai mengering dan tidak memungkinkan petani untuk menanam padi. Para petani beralih menanam palawija, khususnya kacang hijau.

Inibaru.id - Musim kemarau tahun ini terasa sangat panas ketimbang biasanya. Bahkan, semakin hari semakin banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kesulitan air bersih.

Dampak musim kemarau ini tentunya juga dirasakan oleh para petani, di Demak salah satunya. Jangankan air untuk irigasi, masyarakat yang mengalami kekeringan di Demak juga kesulitan memperoleh air bersih untuk kepentingan sehari-hari.

Kabid Kedaulatan Logistik dan Peralatan, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Demak, Suprapto menyebut sumber mata air di 13 kecamatan di Kabupaten Demak mengalami kekeringan. Oleh karena itu dia menghimbau agar para petani tidak memanfaatkan sumber mata air terlebih dahulu dan mengutamakan kebutuhan sehari-hari.

"Saluran air diperuntukkan untuk kebutuhan sehari-hari masyarakat. Saya mohon untuk tidak melakukan penyedotan di aliran sungai, sehingga kebutuhan masyarakat bisa tercukupi, " katanya, Selasa (7/8/2023).

Bertanam Palawija

Pertanian kacang hijau di persawahan Demak. (Inibaru.id/ Ayu Sasmita)

Kita tahu, Kabupaten Demak merupakan lumbung pertanian terbesar kedua di Jawa Tengah setelah Grobogan. Hal itu dapat dilihat dari banyaknya persawahan yang membentang luas di sepanjang jalan pantura. Namun, situasi yang sulit dan tidak ideal untuk bertanam padi ini tentunya membuat para petani harus memutar otak agar lahan pertanian tetap menghasilkan.

FYI, menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), rata-rata suhu di wilayah Jawa Tengah mencapai 21-34 derajat celcius, dengan kelembapan 50-90 persen. Dalam kondisi tersebut tidak disarankan untuk menanam padi melainkan palawija seperti kacang-kacangan, ubi-ubian, jagung, sorghum, dan lain-lain.

Nah, tampaknya kali ini para petani di Demak lebih memilih kacang hijau untuk ditanam. Saat tidak sengaja melewati area persawahan Jalan Lingkar Demak, Desa Jogoloyo, Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Demak, saya bertemu dengan Siti. Sedari pagi dia dan beberapa temannya sudah sibuk memilah sisa-sisa panen kacang hijau.

"Ambil kacang hijau mbak, lumayan sehari bisa dapat setengah karung, " kata Siti sembari menunjukkan hasil petikannya.

Tak jauh dari Siti, Mulyanto yang saat itu sedang menggembala kambing tengah duduk di samping lahan pertanian kacang hijaunya yang tinggal menunggu beberapa hari panen. Menurutnya, musim kemarau ini sudah menjadi masanya para petani menanam jenis palawija.

"Ibaratnya kalau kering seperti ini ya waktunya tanam kacang hijau. Beda lagi pas musim hujan, air kan banyak jadi tanamnya padi," ujarnya.

Dia mengatakan, dengan luas lahan satu hektare, Mulyanto bisa menghasilkan lima kuintal kacang hijau. Per kilogram kacang hijau di pasaran dijual dengan harga Rp16 ribu.

Siti, seorang petani Demak memanen kacang hijau di area persawahan Jalan Lingkar Demak, Desa Jogoloyo, Kecamatan Wonosalam. (Inibaru.id/ Ayu Sasmita)

Ya, kacang hijau tampaknya jadi solusi yang tepat agar lahan pertanian yang biasanya ditanami padi tetap menghidupi masyarakat Demak. Menurut catatan, Kabupaten Demak dapat menghasilan 1,8 ton kacang hijau per hektare.

Kabid Tanaman Pangan dan Holtikultura Dinas Pertanian dan Pangan (Dinpertanpangan) Demak Heri Wuryanta mengatakan, setidaknya sampai akhir Agustus nanti, musim kemarau dengan pasokan air yang sangat terbatas masih melanda Kota Wali itu.

"Saat ini yang paling banyak kacang hijau, karena sudah kita sesuaikan dengan komoditas saat musim kemarau," pungkasnya.

Yap, karena bertahun-tahun hidup bertani, masyarakat Demak rupanya sudah pandai menyiasati datangnya musim kemarau ya, Millens. Dengan tetap mengandalkan kesuburan tanah, mereka tetap mendapatkan penghasilan meski keberadaan air tidak melimpah. (Ayu Sasmita/E10)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024