BerandaHits
Selasa, 20 Jan 2020 16:57

Mencari Cara Menyelamatkan Potehi

Sejumlah narasumber dari berbagai bidang membahas eksistensi Wayang Potehi. (Inibaru.id/ Audrian F)

Wayang Potehi merupakan salah satu kebudayaan Tionghoa. Sekarang, sudah sulit menemukan pertunjukan ini. Biasanya, kamu bisa menonton Potehi menjelang Imlek. Nggak heran jika generasi milenial nggak mengenalnya. Kalau dibiarkan, bukan nggak mungkin pertunjukan ini bakal punah. <br>

Inibaru.id - Saya pikir menarik ketika "Potehi" dijadikan sebagai tema Pasar Imlek Semawis tahun ini. Sudah lama saya merasa pertunjukan wayang khas Tionghoa ini semakin jarang ditemui. Biasanya, pertunjukan Wayang Potehi hanya diselenggarakan saat Imlek. Dalang sepuh juga sudah banyak yang meninggal tanpa mewariskan regenerasi. Kalau soal minat masyarakat, saya pikir nggak juga karena saat pentas Wayang Potehi yang digelar di Pasar Semawis, Sabtu (18/1) yang nonton berjubel. Mereka dengan antuias menonton pertunjukan.

Itu pendapat saya, Millens. Menurut Ketua Forum Komunikasi Media Tradisional Jawa Tengah, drs. St. Sukirno, M. S., Wayang Potehi maju nggak, mundur juga nggak. Posisi potehi masih tetap sama. Tapi tetap saja, keberadaan potehi pada zaman yang kian maju ini perlu dikhawatirkan.

Dr. Anton Suparno, M. H (tengah) banyak mengkritisi Wayang Potehi. (Inibaru.id/ Audrian F)<br>

Sukirno yang banyak bersinggungan dengan beragam jenis budaya berkesimpulan, kebudayaan ini (potehi) masih terkotak-kotak antaretnis.

Dia mencontohkan Ngesti Pandhawa yang cuma dinikmati orang Jawa atau Potehi yang hanya dikenal orang dari etnis Tionghoa. Intinya, belum ada rasa kepemilikan bersama. Saya setuju dengan pendapat ini. Orang terkadang enggan "melirik" sesuatu karena merasa itu bukan bagian identitasnya.

Bukannya rasis ya. Tapi itulah yang saya temukan juga. Saat saya menonton pertunjukan Potehi, nggak banyak orang non-etnis Tionghoa yang datang. Padahal ada banyak hal yang bisa dipelajari dari Wayang Potehi seperti sisi religiusitas, ekonomi, hingga pendidikan. Ketiga hal ini bersifat universal. Jadi seharusnya bisa dipetik siapa pun.

“Wayang Potehi ini jauh-jauh dibawa dari Tiongkok mbok ya tolong dijaga. Di Semarang ini yang peduli saya kira cuma orang dua yaitu Pak Thi (Thio Tiong Gie, Dalang Wayang Potehi di Semarang yang cukup legendaris) dan Pak Bambang (Asisten Thio Tiong Gie),” ucap Dosen Antropologi Dr. Anton Suparno, M. H. dalam diskusi bertajuk “Quo Vadis Potehi; Keberlanjutan, Pengembangan, Pelestarian" di Pasar Imlek Semawis, Pecinan.

Baginya, belum ada dalang Potehi muda di Semarang yang bisa memenuhi ekspektasinya. Meskipun begitu, Anton tetap menaruh harapan dan yakin terhadap Wayang Potehi Kota Semarang. Dia meminta masyarakat untuk bergerak bersama. Anton pun juga mencontohkan Gudo, Jombang sebagai pusat pelestarian Wayang Potehi.

Pengunjung Pasar Imlek Semawis berswafoto di depan panggung kecil Wayang Potehi. (Inibaru.id/ Audrian F)<br>

Nah, yang paling menarik adalah bagaimana upaya dari Pemerintah dalam melestarikan warisan kebudayaan Tiongkok ini. Pada kesempatan tersebut hadir Direktur Kesenian Kemendikbud Kuat Prihatin. Dia memberi saran lewat program-program dari Kemendikbud.

“Menurut saya, biar lebih dikenal tempat-tempat pementasan harus dihidupkan, agar Wayang Potehi tersebut sering tampil dan dilihat oleh masyarkat luas,” ujar Kuat.

Kemendikbud sebetulnya memiliki program “Seniman Masuk Sekolah”, Millens. Kota Semarang sebetulnya sudah mengikutinya, namun hanya berjalan pada 2017. Dua tahun setelahnya, secara berturut-turut Semarang absen. Karena itu, dia berharap tahun ini Kota Semarang bisa mengikuti program ini kembali. Jadi, ada kesempatan untuk bisa mengajarkan kebudayaan ini kepada siswa-siswa di sekolah.

Nggak cuma itu. Kuat menyarankan agar sekolah mengajukan dana BOS untuk menyokong kegiatan kesenian seperti Potehi.

Hm, semoga para kepala sekolah mempertimbangkan saran ini ya, Millens. (Audrian F/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: