BerandaHits
Selasa, 18 Des 2023 15:10

Laporan LRCKJHAM: Kekerasan terhadap Perempuan Masih Tinggi, Pelaku Orang Terdekat

Direktur LRCKJHAM Nur Laila Hafidhoh memberikan sambutan sebelum melaporkan catatan tahunan kasus kekerasan terhadap perempuan. (Inibaru.id/ Fitroh Nurikhsan)

Berdasarkan laporan LRCKJHAM, lembaga yang fokus menangani kasus kekerasan terhadap perempuan, dalam tiga tahun terakhir, angka kekerasan terhadap perempuan masih tinggi dan pelaku adalah orang terdekat korban.

Inibaru.id - Lembaga Resources Centre untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia (LRC KJ-HAM) baru saja merilis laporan terkait situasi kekerasan terhadap perempuan di Jawa Tengah (Jateng). Angkanya masih tinggi dan pelakunya orang terdekat korban.

Berdasarkan data angka kekerasan yang dilaporkan LRCKJHAM dalam tiga tahun terakhir, jumlahnya tercatat naik turun. Pada tahun 2020 tercatat ada 140 kasus, lalu tahun 2021 mengalami penurunan 80 kasus dan tahun 2022 meningkat jadi 123 kasus.

Kota yang belum ramah terhadap perempuan adalah Kota Semarang. Sebab dari 123 kasus, hampir setengahnya yakni 56 kasus kekerasan terhadap perempuan terjadi di Kota Lunpia.

"Ini sebenarnya fenomena gunung es. Ini baru data yang dimiliki LRCKJHAM, belum lembaga-lembaga lainnya yang ada di Jateng," kata Divisi Bantuan Hukum LRC-KJHAM, Nia Lishayati saat menyampaikan laporan, Jumat (15/12/23).

Selanjutnya, perempuan yang akrab disapa Nia itu merinci jenis kekerasan yang dialami perempuan. Di antaranya adalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), trafficking, kekerasan dalam pacaran (KDP), pelecehan seksual fisik dan nonfisik, eksploitasi seksual, pemerkosaan, perbudakan seksual, dan persetubuhan terhadap anak.

"Memang kasus KDRT cukup tinggi, tapi kalau secara keseluruhan kasus yang paling mendominasi kekerasan seksual angkanya sebesar 51 persen," tutur Nia.

Pelaku Orang Terdekat

Suasana diskusi pelaporan angka kekerasan terhadap perempuan yang disampaikan oleh LRCKJHAM. (Inibaru.id/ Fitroh Nurikhsan)

Yang paling memprihatinkan dari permasalahan ini, pelaku adalah orang terdekat korban seperti pacar, teman, guru, ayah kandung, kyai, atasan, tetangga dan lain-lainnya.

"Usia korban sendiri masih didominasi orang dewasa sebesar 87 persen dan sisanya 13 persen anak-anak," imbuhnya.

Sejauh ini LRCKJHAM telah memberi pendampingan bantuan hukum sebanyak 90 kasus. Sayangnya, hanya 22 kasus yang berhasil menempuh proses sampai pengadilan.

Nia menceritakan sebagian kasus ada yang didamaikan polisi. Selain itu stigma dan diskriminasi dari penyidik, misalnya pelaku dan korban berpacaran diartikan suka sama suka jadi sederet tantangan yang selama ini sering dihadapi LRCKJHAM.

"Hanya ada satu korban yang mendapat pendampingan untuk mengakses restitusi," katanya.

UU TKPS Belum Maksimal

Penerapan UU TPKS belum maksimal sehingga angka kekerasan terhadap perempuan masih tinggi. (Inibaru.id/ Fitroh Nurikhsan)

Setelah disahkan satu tahun lebih, nyatanya Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) belum jadi jawaban dalam memberikan keadilan bagi korban. Sejauh ini dari ratusan kasus, baru ada satu kasus yang didampingi LRCKJHAM menggunakan UU TPKS.

Menurut Nia, belum maksimalnya UU TPKS lantaran ada beberapa faktor. Pertama, masih ada stigma penegak hukum dalam proses pemeriksaan di kepolisian. Kedua, tidak ada jaminan perlindungan bagi pendamping korban. Lalu pembentukan kelembagaan UPTD PPA di Kabupaten/Kota banyak yang tidak sesuai dengan mandat UU TPKS.

Maka, Nia meminta kepada pemerintah dan penegak hukum di Jateng untuk mensosialisasikan UU TPKS secara masif. Hal ini bertujuan agar korban bisa mendapat keadilan melalui UU tersebut.

"Harapannya itu adanya forum-forum koordinasi kasus kekerasan terhadap perempuan baik lembaga pemerintah, penegak hukum, dan lembaga penyedia layanan berbasis masyarakat," pungkasnya.

Hmmm, melihat data kekerasan yang ada, membuat kita merasa prihatin ya, Millens? Semoga semua pihak segera memahami dan mengimplementasikan UU TPKS lebih maksimal lagi. (Fitroh Nurikhsan/E10)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024