Inibaru.id - Kekerasan seksual masih menghantui perempuan dan anak-anak di Tanah Air. Kendati Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) sudah disahkan satu tahun lebih, hingga kini implementasi UU tersebut di lapangan belum maksimal.
Direktur Lembaga Legal Resource Centre untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia (LRC-KJHAM) Semarang, Nur Laila Hafidhoh menuturkan sepanjang tahun ini sering menemui pihak kepolisian masih ragu-ragu menggunakan UU TPKS untuk menjerat pelaku kekerasan seksual.
Meski sudah ada instrukssi resmi dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia, tapi jajaran kepolisian dari tingkat Polsek hingga Polda di Jawa Tengah belum mengimplentasikan UU TPKS.
"Pernah ada satu kasus di Polsek mau gunakan UU TPKS. Mereka konsultasi ke Polrestabes dan mendapat atensi dari Polda. Tapi belum sampai diproses, kasus tersebut malah di restorative justice," kata perempuan yang akrab disapa Laila pada Inibaru.id belum lama ini.
Sekedar informasi, kasus kekerasan seksual dari tahun ke tahun di Jawa Tengah terus meningkat. Berdasarkan data LRC-KJHAM sepanjang tahun 2022 lembaganya menangani 89 kasus, padahal tahun sebelumnya hanya 38 kasus.
Perempuan berkaca mata tersebut membeberkan selama bertahun-tahun mendampingi penyintas, belum ada satu kasus kekerasan seksual yang ditangani oleh LRC-KJHAM selesai sampai putusan.
"Kalau korban anak-anak masih mudah, karena sudah ada Undang-Undang Perlindungan Anak. Yang dewasa ini sulit. Korban dan pelaku seringnya memilih jalan damai," resah Laila.
Proses Penyusunan RUU Tidak Mudah
Jelas, Laila nggak akan menyerah dalam memperjuangkan hak-hak perempuan yang mengalami kekerasan. Sejak dulu dirinya ikut berjuang dalam penyusunan RUU TPKS. Selama 10 tahun, alumni Universitas Negeri Semarang ini bersama teman-teman jaringannya mengaku sampai berdarah-darah untuk memperjuangkan payung hukum korban kekerasan seksual.
"Kami dulu sering berdiskusi dan cari tempat gratisan selama proses penyusunan RUU TPKS. Lalu kami sering kampanye turun ke jalan. Prosesnya benar-benar luar biasa," tutur Laila.
Nggak cuma soal penegakan UU TPKS. Dirinya juga melakukan pendampingan dan pemulihan terhadap korban kekerasan seksual. Menurutnya, kedua hal itu memakan waktu yang cukup panjang. Jadi, sungguh sangat disayangkan kalau pelaku masih diberi kesempatan menghirup udara bebas.
"Dampak kekerasan seksual pada korban bermacam-macam. Selain trauma berkepanjangan juga kerusakkan fungsi reproduksi pada tubuh perempuan," terangnya.
Laila dan teman seperjuangan selalu berharap agar UU TPKS bisa digunakan secara maksimal. Bersama aktivis perempuan lainnya, dirinya nggak akan berhenti berjuang mengawal peraturan turunan dan pelaksanaan UU TPKS tersebut.
Semoga secepat mungkin UU TPKS disempurnakan ya, Millens! Supaya, korban merasakan keamana dan pelaku kejahatan seksual kian berkurang. (Fitroh Nurikhsan/E10)