Inibaru.id – Nggak disangka, 25 Desember sebentar lagi tiba. Kalau sudah begini, pasti banyak orang yang membahas soal Hari Natal. Kalau di Indonesia sih, biasanya yang dibahas soal apakah boleh memberikan selamat Hari Natal apa nggak, ya. Kalau di luar negeri, bahasannya lebih banyak, termasuk apakah Sinterklas nggak nyata atau ternyata malah beneran ada.
Omong-omong soal Sinterklas alias Santa Claus ini, memang sangat identik dengan Hari Natal, khususnya bagi anak-anak, Millens. Konon sih, ya. Anak-anak yang baik bakal mendapatkan hadiah saat bangun tidur dan merayakan Natal, Millens.
Nah, meski sangat identik dengan tradisi tahunan Kaum Nasrani, salah satu tokoh agama ini malah menyebut Sinterklas sebagai sosok khayalan. Sebenarnya sih, ya, banyak orang yang setuju dengan hal ini, termasuk dari golongan kaum Nasrani sendiri. Tapi namanya tradisi, tudingan soal sosok khayalan ini ternyata bikin banyak orang meradang, lo.
Jadi, yang menyebut Sinterklas sebagai sosok khayalan adalah Uskup Antonia Stagliano. Dia mengungkapnya di sebuah festival keagamaan beberapa waktu belakangan. Bahkan, Stagliano dengan tegas menyebut kostum khas Sinterklas yang berwarna merah itu hanyalah propaganda dari jenama minuman terkemuka dengan warna yang sama, Coca-Cola.
Ucapannya bikin banyak orang jengkel. Meski memang nggak nyata, keberadaan sosok Sinterklas dianggap mampu membuat anak-anak lebih bersemangat merayakan Natal, khususnya di tengah pandemi Covid-19 yang sangat berat dalam dua tahun belakangan. Ucapan Uskup Stagliano pun dituding bisa merusak semangat tersebut. Apalagi, dia tokoh yang cukup terkemuka.
Direktur Komunikasi Keuskupan Roma Pendeta Alessandro Paolino pun akhirnya meminta maaf terkait dengan kontroversi ini.
“Atas nama Uskup, saya mengungkapkan kesedihan atas pernyataan yang sudah membuat banyak anak kecewa ini,” terang Paolino lewat media sosial Facebook.
Meski begitu, Paolino menyebut Stagliano nggak bermaksud untuk merusak semangat dan rasa bahagia anak-anak di seluruh dunia dalam menyambut Natal. Dia yakin kalau Stagliano hanya ingin mengingatkan anak-anak nggak menjadikan Sinterklas sebagai wujud konsumerisme.
Memang, banyak anak yang menganggap Sinterklas sebagai sosok yang mengabulkan keinginan materi dalam bentuk hadiah Natal. Padahal, keberadaan Sinterklas seharusnya dimaknai sebagai semangat untuk saling berbagi, memberi pada orang lain, khususnya yang nggak mampu, dan memiliki sifat murah hati.
“Belakangan makna dari Sinterklas memang lebih ke konsumerisme,” keluh Paolino.
Wah-wah, nggak nyangka ya ucapan seorang Uskup yang menyebut Sinterklas nggak nyata ternyata bisa memicu kontroversi. Eits, kamu sendiri percaya nggak kalau Sinterklas itu nyata, Millens? (Asumsi/IB09/E05)