Inibaru.id - Sebentar lagi kita bakal menyambut gegap gempita Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024. Seperti yang kita tahu, Pilkada dilaksanakan untuk memilih kepala daerah di tingkat provinsi hingga kabupaten/kota.
Aturan soal pilkada diatur berdasarkan Undang-undang (UU) Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi UU. Pelaksanaan Pilkada diatur Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan dibantu Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).
Selain itu, ada UU Pilkada yang menyatakan bahwa anggota TNI, Polri hingga Pegawai Negeri Sipil (PNS) harus mengundurkan diri dari jabatannya ketika sudah ditetapkan sebagai pasangan calon kepala daerah yang akan berlaga di Pilkada 2024.
Hal itu diatur dalam Pasal 7 ayat (2) huruf t Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota atau UU Pilkada.
"Menyatakan secara tertulis pengunduran diri sebagai anggota Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Pegawai Negeri Sipil serta Kepala Desa atau sebutan lain sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta Pemilihan," begitu bunyi pasal tersebut.
Tak hanya itu, UU Pilkada juga mengatur pejabat BUMN atau BUMD harus berhenti dari jabatannya jika ingin maju Pilkada 2024. Aturan serupa juga berlaku untuk para anggota DPR, DPD, DPRD. Mereka harus mengundurkan diri dari jabatannya jika ingin ikut Pilkada.
"Dalam kampanye, pasangan calon dilarang melibatkan: Aparatur Sipil Negara, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan anggota Tentara Nasional Indonesia," bunyi Pasal 70 ayat (1) huruf b.
Menjaga Netralitas
Keharusan mundur bagi anggota TNI atau Polri yang menjadi calon kepala daerah adalah bentuk netralitas lembaga tersebut terhadap politik praktis. Aturan itu merupakan konsekuensi bagi anggota aktif TNI-Polri yang ingin terjun ke politik untuk mendapatkan jabatan sipil.
FYI, TNI memiliki buku saku tentang netralitas TNI. Buku tersebut mengatur tentang berbagai netralitas TNI dalam berbagai kegiatan politik praktis. Kemudian mengatur ketentuan keharusan mundur dari dinas aktif bila adanya anggota mengikuti Pemilu atau Pilkada.
Jika aturan itu dilanggar, Bawaslu diberikan wewenang untuk melakukan penindakan. Namun, peran Bawaslu hanya sebagai “pintu masuk” atas penanganan temuan atau laporan dugaan pelanggaran yang akhirnya meneruskannya kepada instansi lain yang berwenang. Instansi berwenang itu seperti kepada KPU jika itu terkait dengan pelanggaran adminsitratif, kepada penyidik kepolisian jika itu terkait dengan tindak pidana pilkada, dan kepada TNI-Polri jika terkait dengan netralitas.
Yap, kita harap TNI-Polri bisa kita andalkan dalam kontestasi pilkada tahun ini ya, Millens! Mereka adalah garda terdepan dalam menjaga keamanan dan ketertiban selama pilkada. Maka dari itu penting untuk memastikan bahwa anggota TNI-Polri tetap netral dan menjaga netralitas mereka dengan ketat dalam mendukung kelancaran proses demokrasi. (Siti Khatijah/E07)