BerandaHits
Jumat, 21 Mar 2024 09:00

Duh, 33 Kampus Indonesia Terlibat Kasus Perdagangan Orang

Ilustrasi: Sebanyak 33 kampus di Indonesia terlibat kasus perdagangan orang dengan kedok magang ke luar negeri dari program Kampus Merdeka. (Bbc/Rosa)

Dengan dalih memiliki program Kampus Merdeka, PT SHB bekerja sama dengan 33 kampus merekrut ribuan mahasiswa untuk melakukan magang di luar negeri. Nyatanya, di Jerman, mereka jadi buruh kasar yang dieksploitasi.

Inibaru.id – Kabar mengejutkan datang dari dunia pendidikan Indonesia. Aparat kepolisian dari Direktorat Tindak Pidana Umum Polri menyebut ada tindak pidana perdagangan (TPPO) yang melibatkan 33 kampus di Indonesia! Kok, bisa?

Menurut informasi dari Direktur Tindak Pidana Umum bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro, setidaknya sudah ada 1.047 mahasiswa yang jadi korban. Mereka diiming-imingi melakukan program magang Kampus Merdeka di Jerman. Namun, setibanya di sana, mereka justru dipekerjakan di bidang yang nggak sesuai dengan jurusan dan program magang yang dipaparkan sebelumnya.

Pihak yang merekrut mahasiswa-mahasiswa tersebut adalah PT SHB. Demi melancarkan progamnya agar seakan-akan sudah mematuhi aturan, perusahaan ini bahkan sampai melakukan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) dengan perguruan tinggi dan mengklaim program magang ini masuk dalam program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang dicetuskan oleh Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek)

“Jadi dalam MoU itu, disebutkan kalau ferien job alias kerja kasar di Jerman masuk dalam program MBKM yang bisa dikonversikan ke 20 SKS,” terang Brigjen Djuhandhani dalam keterangan resmi yang digelar pada Rabu (20/3/2024).

Nggak hanya pihak kepolisian yang sudah mulai aktif menangani kasus ini, pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Jerman juga sudah mengetahui dan mulai melakukan pendalaman. Soalnya, ribuan mahasiswa ini direkrut dengan cara yang nggak sesuai dengan prosedur sehingga tenaga mereka pun dieksploitasi habis-habisan.

“jadi sebanyak 1.047 mahasiswa ini terbagi dalam tiga agen tenaga kerja di Jerman. Mereka dipekerjakan sebagai buruh kasar di sana. Padahal, seharusnya program magang ke luar negeri mekanismenya nggak seperti ini,” lanjut Djuhandhani.

Ilustrasi: Korban perdagangan orang dengan kedok magang ke luar negeri.(Kompas/Agnes Theodora- Laraswati Ariadne)

Memangnya, seperti apa seharusnya program magang yang benar? FYI aja nih, PT SHB ternyata sebelumnya pernah mengajukan jadi penyalur program magang ke luar negeri namun sudah ditolak langsung oleh pengurus Program MBKM Kemendikbud Ristek. Alasannya, kalender akademik di Jerman dan Indonesia berbeda. Selain itu, programnya juga nggak memenuhi kriteria permagangan luar negeri sebagaimana yang sudah ditetapkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).

PT SHB juga nggak terdaftar sebagai perusahaan penempatan pekerja migran Indonesia (P3MI) Kemenaker sehingga bisa dikatakan proses perekrutan yang mereka lakukan ilegal. Apalagi, mahasiswa yang datang ke sana nggak menerima gaji, melainkan hanya uang saku meski tenaganya dieksploitasi.

Yang pasti, jika ada program permagangan dari luar negeri, yang mengajukan bukanlah perusahaan, melainkan dari KBRI atau kedubes negara tujuan. Jika memang dianggap sesuai, usulan itu bakal direalisasikan oleh Kemendikbud Ristek dengan menerbitkan surat endorsement. Barulah program magang ke luar negeri dianggap legal, bukannya dengan cara sebagaimana yang dilakukan PT SHB.

Setidaknya, lima tersangka sudah ditetapkan Polri atas kasus ini. Dua diantaranya adalah perempuan yang tinggal di jerman dan tiga lainnya tinggal di Indonesia. Pihak kepolisian pun masih terus mendalami kasus ini sehingga ada kemungkinan jumlah tersangkanya bakal semakin bertambah.

Melihat kasus ini, ada baiknya mahasiswa atau anak muda lain lebih berhati-hati ya jika ada tawaran kerja atau magang ke luar negeri. Pastikan untuk mengeceknya dengan teliti agar nggak jadi korban kasus perdagangan orang, Millens. (Arie Widodo/E10)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024