BerandaHits
Rabu, 13 Des 2022 08:52

Dimintai Sumbangan atau Ditawari Kalender Pesantren, Harus Bagaimana?

Dimintai Sumbangan atau Ditawari Kalender Pesantren, Harus Bagaimana?

Ilustrasi: Penjualan kalender atas nama pesantren. (Anugrahpercetakan)

Kamu pasti pernah didatangi orang yang menjual kalender pesantren atau dimintai sumbangan atas nama pesantren. Sebaiknya menolak atau memberinya, ya?

Inibaru.id - Kamu pasti pernah mengalami hal ini; didatangi orang-orang yang menjual kalender atas nama pesantren atau dimintai sumbangan. Meski bisa jadi solusi buat kamu yang pengin beramal, nyatanya nggak semua orang nyaman dengan hal ini. Lantas, bagaimana kita menyikapinya?

Khusus untuk penjualan kalender pesantren, sejumlah orang merasa kurang nyaman dengan tawaran tersebut karena harga kalender biasanya jauh lebih mahal dari harga kalender di pasaran. Harga yang ditawarkan bisa sampai Rp30 ribu-Rp35 ribu. Kalau membeli barang dengan harga mahal, pasti, ujung-ujungnya jadi nggak ikhlas, deh. Jadi, apakah sebaiknya kita menolaknya saja?

Menurut Kasi Pendidikan Dasar Pondok Pesantren (PD Pontren) Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kudus Sulthon, kalau memang kita nggak mau membelinya, sebaiknya ditolak secara halus. Apalagi, dia menyebut ada banyak oknum yang menggunakan trik penjualan kalender ini untuk mendapatkan keuntungan pribadi.

“Biasanya pihak ponpes membagikan kalender saat kegiatan pembagian rapor atau rapat dengan wali santri. Nggak mungkin pengasuh ponpes mengizinkan penjualan kalender ke masyarakat umum. Apalagi dengan alasan hanya untuk mencari amal jariyah atau dana yang tentu sangat memalukan,” ucapnya sebagaimana dilansir dari Radiosuarakudus, Sabtu (14/3/2020).

Lantas, bagaimana cara memastikan apakah penjual kalender atas nama pesantren itu bukan oknum? Kalau menurut Sulthon, kamu tinggal menanyakan detail alamat ponpes hingga nama pengasuhnya. Jika dia nggak mampu menjawab dengan jelas, besar kemungkinan oknum tersebut hanya ingin mengambil keuntungan secara pribadi.

Bagaimana dengan Permintaan Sumbangan?

Pada 2022, seluruh pengajuan bantuan dilakukan secara daring. (Istimewa)

Selain menawarkan kalender untuk dibeli, ada juga hal lain yang cukup meresahkan masyarakat, yaitu permintaan sumbangan atas nama pesantren. Kalau soal ini, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren) Kemenag Waryono Abdul Ghofur meminta masyarakat nggak mudah percaya.

“Jangan mudah percaya, laporkan saja ke pihak berwajib,” sarannya sebagaimana dilansir dari situs Kemenag, Selasa (15/2/2022).

Dia menyebut lembaga pendidikan Islam memiliki program yang harus ditulis secara transparan. Secara aturan, mereka pun diminta untuk nggak memungut biaya.

“Semua layanan publik di Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren tidak mensyaratkan pembayaran atau meminta biaya apa pun. Demikian halnya dengan layanan bantuan. Pada 2022 ini, seluruh pengajuan bantuan dilakukan secara online,” lanjutnya.

Hal serupa juga diungkap Kasi Rehabilitasi Sudin Sosial Jakarta Selatan Miftahul Huda. Menurutnya, jika ada orang yang datang membawa map atau dokumen lain dan meminta sumbangan atas nama pembangunan masjid atau pesantren, besar kemungkinan hal tersebut adalah penipuan.

“Jangan diberi, kalau mau nyumbang kasih saja ke lembaga resmi yang jelas,” saran Miftahul sebagaimana dikutip dari Detik, Selasa (8/4/2014).

Kalau kamu pengin tahu lebih banyak soal program bantuan atau sejenisnya terkait lembaga pendidikan di Kementerian Agama, bisa kok mengeceknya langsung di situs ditpdpontren.kemenag.go.id atau di media sosial milik Direktorat PD Pontren. Dari situ, terungkap bahwa penyaluran bantuan harus melalui jalur resmi Kementerian Agama, bukan lagi lewat cara-cara manual seperti permintaan sumbangan atau penjualan kalender ke rumah-rumah.

Jadi, sudah tahu kan harus melakukan apa jika ada peminta sumbangan atau penjualan kalender pesantren, Millens? (Arie Widodo/E10)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Iri dan Dengki, Perasaan Manusiawi yang Harus Dikendalikan

27 Mar 2025

Respons Perubahan Iklim, Ilmuwan Berhasil Hitung Jumlah Pohon di Tiongkok

27 Mar 2025

Memahami Perasaan Robot yang Dikhianati Manusia dalam Film 'Companion'

27 Mar 2025

Roti Jala: Warisan Kuliner yang Mencerminkan Kehidupan Nelayan Melayu

27 Mar 2025

Jelang Lebaran 2025 Harga Mawar Belum Seharum Tahun Lalu, Petani Sumowono: Tetap Alhamdulillah

27 Mar 2025

Lestari Moerdijat: Literasi Masyarakat Meningkat, tapi Masih Perlu Dorongan Lebih

27 Mar 2025

Hitung-Hitung 'Angpao' Lebaran, Berapa Banyak THR Anak dan Keponakan?

28 Mar 2025

Setengah Abad Tahu Campur Pak Min Manjakan Lidah Warga Salatiga

28 Mar 2025

Asal Usul Dewi Sri, Putri Raja Kahyangan yang Diturunkan ke Bumi Menjadi Benih Padi

28 Mar 2025

Cara Menghentikan Notifikasi Pesan WhatsApp dari Nomor Nggak Dikenal

28 Mar 2025

Hindari Ketagihan Gula dengan Tips Berikut Ini!

28 Mar 2025

Cerita Gudang Seng, Lokasi Populer di Wonogiri yang Nggak Masuk Peta Administrasi

28 Mar 2025

Tren Busana Lebaran 2025: Kombinasi Elegan dan Nyaman

29 Mar 2025

AMSI Kecam Ekskalasi Kekerasan terhadap Media dan Jurnalis

29 Mar 2025

Berhubungan dengan Kentongan, Sejarah Nama Kecamatan Tuntang di Semarang

29 Mar 2025

Mengajari Anak Etika Bertamu; Bekal Penting Menjelang Lebaran

29 Mar 2025

Ramadan Tetap Puasa Penuh meski Harus Lakoni Mudik Lebaran

29 Mar 2025

Lebih dari Harum, Aroma Kopi Juga Bermanfaat untuk Kesehatan

29 Mar 2025

Disuguhi Keindahan Sakura, Berikut Jadwal Festival Musim Semi Korea

29 Mar 2025

Fix! Lebaran Jatuh pada Senin, 31 Maret 2025

29 Mar 2025