BerandaHits
Senin, 7 Nov 2021 21:00

Diganjar Gelar Pahlawan, Inilah Para Keturunan Tionghoa yang Berjuang untuk Kemerdekaan Indonesia

John Lie yang merupakan salah satu keturunan Tionghoa yang ikut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. (Idntimes)

Dalam membebaskan diri penjajah, semua elemen masyarakat bersatu padu, nggak terkecuali mereka dari etnis Tionghoa. Mereka memiliki peran penting dalam mencapai kemerdekaan.

Inibaru.id - Kamu setuju nggak kalau nggak ada seorang pun penduduk Indonesia yang bisa disebut pribumi? Faktanya, kita semua ini pendatang, Millens.

Kemerdekaan bisa diraih karena diperjuangkan bersama dengan bantuan seluruh elemen masyarakat nggak terkecuali para keturunan Tionghoa. Semua ini dilakukan untuk lepas dari jeratan penjajah.

Mereka ikut terjun bertarung mati-matian untuk membela rakyat. Peran mereka beragam, ada yang ikut ke medan perang memikul senjata, ada pula yang menyelinap menjadi mata-mata untuk membantu pejuang hingga menjadi tenaga medis.

Nah, biar makin tahu, yuk kulik siapa saja orang Tionghoa yang berjasa dalam mencapai kemerdekaan Republik Indonesia!

John Lie

Nama pertama yang bakal kita singgung adalah John Lie atau kerap disapa Daniel Dharma. Dia merupakan pejuang keturunan Tionghoa yang lahir di Manado pada 9 Maret 1911. John Lie merupakan perwira Angkatan Laut RI pada masa penjajahan Jepang, Millens. Kontribusi yang membuat namanya dikenal ialah ketika dia berhasil menembus blokade Belanda di Sumatera dan menukar komoditas Indonesia dengan senjata.

Pada 1950, Lie juga dikenal aktif dalam menumpaskan gerakan pecah belah Republik Maluku Selatan (RMS) dan pemberontakan PRRI. Serta masih banyak lagi kontribusi John Lie terhadap kemerdekaan RI. Kalo dilihat dari semua keberaniannya, rasanya nggak berlebihan jika dia dianugerahi gelar Pahlawan Nasional pada 2009 lalu.

Lie Eng Hok

Lahir di Balaraja, Tangerang pada 7 Februari 1893, Lie Eng Hok merupakan salah satu tokoh Tionghoa yang terlibat aktif dalam memperebutkan kemerdekaan RI. Namanya mulai dikenal pada 1926 usai memelopori gerakan pemberontakan terhadap kolonial Belanda di Banten.

Lie Eng Hok. ( Jawa Pos Radar Semarang/ Rosita/Istimewa)

Dalam gerakan ini, Lie Eng Hok diam-diam mengamati gerak-gerik pasukan Belanda dan mengirimkan informasi tersebut kepada para pejuang. Yap, dia adalah mata-mata. Karena ketahuan, dia sempat diasingkan oleh Belanda selama 5 tahun di Papua.

Selama di pengasingannya, Belanda sempat mengajaknya untuk bekerjasama. Tapi, rasa cinta Lie Eng Hok pada tanah airnya bukan kaleng-kaleng. Dia lebih suka hidup kekurangan ketimbang menjadi pengkhianat bangsa.

Dua tahun sebelum dia meninggal, jasa-jasanya akhirnya diakui oleh pemerintah Indonesia. Dia diangkat menjadi Perintis Kemerdekaan RI. Dia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Giri Tunggal, Semarang.

Tjia Giok Thwam

Tjia Giok Thwam atau yang dikenal sebagai Basuki Hidayat adalah pejuang keturunan Tionghoa yang berasal dari Surabaya, Jawa Timur. Lelaki kelahiran 1927 ini sudah terlibat dalam pertempuran melawan Belanda sejak umur 18 tahun, lo. Dia sudah bergabung dalam Pasukan 19 Corps Mahasiswa Djawa Timur (CMDT).

Perjuangan Basuki Hidayat terus berlanjut hingga 1950, yang menjadi tahun terakhir dia melaksanakan tugas sebagai pasukan terakhir CMDT. Selanjutnya, dia memutuskan untuk keluar dari dunia militer. Kemudian pada 1958, dia menerima sejumlah tanda kehormatan atas jasanya sebagai pejuang kemerdekaan. Tjia Giok Thwan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Suropati, Malang, Jawa Timur dalam peti berhiaskan bendera merah putih.

Soe Hok Gie

Soe Hok Gie lahit di Jakarta, 17 Desember 1942, yang merupakan aktivis reformasi yang menentang kediktatoran pemerintahan kala itu. Dia sangat gencar menyuarakan pemikirannya melalui tulisan yang dipublikasikan di koran. Bisa dibilang Soe Hok Gie adalah salah satu pelopor gerakan mahasiswa yang mengkritisi pemerintah.

Sayang, pada 1969, Gie mengembuskan napas terakhirnya. Malaikat kematian menjemputnya tepat sehari sebelum ulang tahunnya yang ke-27. Dia meninggal ketika mendaki gunung Semeru bersama teman-temannya.

Saking inspiratifnya, catatan-catatannya diterbitkan menjadi buku dan difilmkan dengan judul Gie pada 2005.

Selain yang disebutkan di atas, sebenarnya masih banyak pejuang dari keturunan Tionghoa yang mungkin namanya tidak tersorot. Namun kegigihan mereka patut untuk kita teladani. Jadi, nggak ada alasan buat rasis lagi ya, Millens! (Idn/MG44/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024