BerandaHits
Jumat, 28 Des 2023 09:04

Cara Berjalan Anak-Anak Jepang Memiliki Ciri Khusus

Penelitian tentan cara berjalan anak-anak Jepang dianggap memiliki manfaat bagi dunia ortopedi. (Japanobjects/Tsuchiya)

Sebuah penelitian mengungkapkan cara berjalan anak-anak Jepang berbeda dengan anak-anak dari negara lain. Cara berjalan mereka memiliki ciri khusus yang berhubungan dengan kebiasaan di rumah.

Inibaru.id - Sekilas, nggak ada yang perlu kita perhatikan dari cara berjalan seseorang. Yang kita tahu, gaya berjalan seseorang merupakan pola motorik yang kompleks dan sangat vital dalam kehidupan manusia sehari-hari. Berjalan merupakan rangkaian gerakan yang dilakukan menggunakan pinggul, lutut, dan kaki.

Gaya jalan juga bisa menjadi indikasi adanya kelainan, seperti masalah keseimbangan. Semakin cepat suatu kelainan terdeteksi, semakin besar pula peluang untuk menangani masalahnya agar nggak berkembang menjadi lebih parah. Itulah sebabnya, cara berjalan menjadi salah satu unsur kehidupan manusia yang paling sering diteliti.

Menariknya, akhir-akhir ini ada sebuah penelitian yang diuraikan dalam jurnal Scientific Reports pada Mei 2022 mengungkap bahwa gaya berjalan anak-anak Jepang berbeda dengan anak-anak di negara lain. Perbedaan itu tampaknya dipengaruhi oleh gaya hidup dan kebiasaan mereka, yang dapat menentukan kesehatannya.

"Meskipun perbedaannya sangat tipis, saya terkejut melihat anak-anak di Jepang berjalan dengan posisi kaki lebih ditekuk," terang Ito Tadashi, ahli terapi fisik dari Pusat Medis dan Rehabilitasi Mikawa Aoitori yang melaksanakan penelitian tersebut. Ito juga mengungkapkan cara berjalan mereka nggak berubah seiring bertambahnya usia.

Berkaitan dengan Gaya Hidup

Anak-anak Jepang usia 11 hingga 12 tahun terbukti lebih banyak melangkah per menitnya dibanding mereka yang berusia enam hingga delapan tahun. (Reuters/Antara/Kyodo)

Ito Tadashi melakukan penelitian komprehensif mengenai variasi gerakan anak-anak Jepang dari berbagai kelompok usia. Para peneliti mempelajari gaya berjalan 424 orang anak yang berusia antara 6 hingga 12 tahun menggunakan sistem analisis gerak tiga dimensi. Dalam metode pemeriksaan ini, penanda bulat kecil ditempelkan pada bagian bawah tubuh anak untuk mengukur pergerakan kaki mereka saat berjalan.

Hasilnya adalah anak-anak Jepang dalam kelompok usia 11 hingga 12 tahun terbukti lebih banyak melangkah per menitnya dibanding mereka yang berusia enam hingga delapan tahun. Lalu, tim peneliti juga menemukan bahwa anak berusia 11 hingga 12 tahun di Jepang memiliki langkah yang lebih pendek dibanding anak dalam kelompok usia 9 hingga 10 tahun.

Anak-anak dalam kelompok usia 11 hingga 12 tahun juga menunjukkan rentang gerak di lutut yang lebih sedikit selama berjalan. Selain itu, seiring bertambahnya usia, anak semakin jarang melakukan plantar fleksi, alias gerakan “menjatuhkan” jari kaki ke bawah, seperti berjinjit. Ito nggak dapat memastikan apa alasannya, tapi kemungkinan ada hubungannya dengan “seiza”, cara duduk tradisional orang Jepang yang menyelipkan pantat di atas tumit.

Hasil penelitian Ito ini dianggap memiliki manfaat bagi dunia ortopedi. Menurutnya, temuan ini dapat menjadi alat penting untuk menilai gaya berjalan normal dan patologis seseorang, serta dapat menentukan efektivitas pengobatan di dunia ortopedi dan rehabilitasi pada mereka yang mengalami gangguan gaya berjalan.

Wah, ternyata jika diamati, cara berjalan masyarakat di suatu negara itu berbeda-beda sesuai dengan kebiasaan dan tradisinya, ya? Sebuah fakta yang menarik ya, Millens? (Siti Khatijah/E07)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Cantiknya Deburan Ombak Berpadu Sunset di Pantai Midodaren Gunungkidul

8 Nov 2024

Mengapa Nggak Ada Bagian Bendera Wales di Bendera Union Jack Inggris Raya?

8 Nov 2024

Jadi Kabupaten dengan Angka Kemiskinan Terendah, Berapa Jumlah Orang Miskin di Jepara?

8 Nov 2024

Banyak Pasangan Sulit Mengakhiri Hubungan yang Nggak Sehat, Mengapa?

8 Nov 2024

Tanpa Gajih, Kesegaran Luar Biasa di Setiap Suapan Sop Sapi Bu Murah Kudus Hanya Rp10 Ribu!

8 Nov 2024

Kenakan Toga, Puluhan Lansia di Jepara Diwisuda

8 Nov 2024

Keseruan Pati Playon Ikuti 'The Big Tour'; Pemanasan sebelum Borobudur Marathon 2024

8 Nov 2024

Sarapan Lima Ribu, Cara Unik Warga Bulustalan Semarang Berbagi dengan Sesama

8 Nov 2024

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024