BerandaHits
Minggu, 4 Mar 2023 08:15

Blue Carbon dan Sampah Plastik yang Berserakan di Garis Pantai

Sejumlah mahasiswa dan pegiat lingkungan tengah membersihkan dan memilah sampah yang berserakan di bibir pantai Tambakrejo. (Inibaru.id/ Fitroh Nurikhsan)

Sampah-sampah yang berserakatan di bibir pantai Tambakrejo menyimpan segudang masalah, termasuk di dalamnya merusak ekosistem laut dan mempercepat perubahan iklim.

Inibaru.id - Bersama Australia dan Brazil, Indonesia menjadi negara yang menyimpan blue carbon terbesar di dunia. Negeri ini diyakini memiliki wilayah hutan mangrove terluas di dunia yang totalnya mencapai 3,3 juta hektare; yang mampu menyimpan sekitar 3,14miliar ton karbon.

Untuk yang belum tahu, blue carbon adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan karbon yang tersimpan di ekosistem laut, khususnya pada tumbuhan dan sedimen perairan dangkal seperti rawa, lahan basah, dan hutan mangrove.

Ekosistem ini memainkan peran penting dalam mengurangi emisi gas rumah kaca dan menjaga keseimbangan iklim global. Mangrove yang banyak ditanam di Indonesia, misalnya, memiliki kemampuan menyerap karbon dari atmosfer dan menyimpannya di tanah dan vegetasi.

Kita patut berbangga diri. Sebagai negara kepulauan dengan garis pantai yang panjang, mangrove yang habitat aslinya berada di pantai tentu saja dengan mudah tumbuh di Indonesia. Sayangnya, karena ulah kita sendiri, nggak sedikit pantai di negeri ini tercemar dan ekosistem mangrovenya rusak.

Sampah plastik yang terhanyut di aliran sungai, lalu bermuara di laut, menjadi salah satu alasan ekosistem pesisir menjadi rusak. Pantai di Kelurahan Tambakrejo, Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang, Jawa Tengah, misalnya; sudah bertahun-tahun tertutup sampah plastik.

Sampah Kiriman

Kondisi tanaman mangrove di kawasan Sayung, Kabupaten Demak. (Inibaru.id/ Ike Purwaningsih)

Charis, salah seorang nelayan setempat mengatakan, sampah-sampah tersebut nggak semuanya berasal dari masyarakat Tambakrejo. Menurutnya, kebanyakan justru merupakan kiriman dari kota melalui sungai Banjir Kanal Timur (BKT).

"Kalau Semarang (kota) banjir, dari pengamatan saya, sampah yang terbawa ke sini (Tambakrejo) bisa berton-ton, itu belum termasuk sampah yang ada di bawah permukaan," kata pemuda 24 tahun tersebut.

Melihat situasi ini, Manager Kajian dan Kampanye Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Tengah Patria Rizki Ananda mengaku khawatir. Menurut perempuan yang akrab disapa Patria ini, sampah kiriman dari sungai memang nggak bisa dibiarkan, karena berpotensi merusak ekosistem laut.

"Yang terjadi di sana (pantai Tambakrejo), sungai dan laut yang membawa sampah sama-sama mengirimkannya ke pantai, terutama pas banjir. Mungkin dalam hitungan jam," ujar perempuan yang masih aktif kuliah di Universitas Diponegoro Semarang tersebut.

Memengaruhi Penyerapan Blue Carbon

Sampah-sampah yang berserakan di bibir pantai Tambakrejo didominasi kemasan sachet dan botol plastik. (Inibaru.id/ Fitroh Nurikhsan)

Menurut Patria, pencemaran sampah di pantai sebagaimana terjadi di Tambakrejo bisa mempengaruhi penyerapan blue carbon di daerah pesisir, termasuk hutan mangrove. Jika sampah sampai menutupi akar mangrove, lanjutnya, tanaman bisa kekurangan oksigen dan bakal mati.

"Kalau sudah begitu, tentu saja kemampuan pesisir menyimpan karbon jadi berkurang," jelas dia. "Padahal, kemampuan 'hutan biru' menyimpan karbon bisa 10 kali lebih besar dibanding hutan di darat."

Mudahnya, lanjut Patria, bisa disimpulkan bahwa kerusakan ekosistem laut akan mempercepat perubahan iklim yang saat ini sudah kita rasakan. Maka, untuk mengatasi perubahan iklim serta memperlambat pemanasan global, kita harus fokus membenahi ekosistem pesisir tersebut.

"Nggak hanya sampah, saat ini ekosistem pantura Jawa juga terancam dengan adanya perluasan industri yang didirikan di sekitar pesisir," cecarnya.

Butuh Peran Pemerintah

Penanaman bibit mangrove di pantai Kelurahan Mangunharjo, Kecamatan Tugu, Kota Semarang. (Inibaru.id/ Galih PL)

Patria mengatakan, meski berulang kali Walhi Jateng mengingatkan pemerintah terkait perubahan iklim dan terganggunya ekosistem mangrove karena masifnya perluasan industri di kawasan pesisir, pemerintah seolah tutup kuping.

"Sekali lagi, alih-alih merusak, saya mohon pemerintah mencari solusi terkait perubahan iklim dengan cara alami, salah satunya dengan menjaga hutan bakau (mangrove) yang sudah ada; kalau bisa diperbanyak," harapnya.

Lebih lanjut, dia juga mempertanyakan rencana pemerintah merelokasi hutan mangrove seluas 46 hektare untuk proyek pembangunan jalan tol Semarang-Demak. Dalam bayangannya, relokasi berarti magrove dicabut, lalu dipindahkan di tempat lain.

"Kalau seperti itu (dicabut), mangrove bisa mati. Kalau mau relokasi berarti harus menyeluruh beserta tanahnya," sergah Patria.

Dia mengaku menyayangkan sikap pemerintah yang akan merelokasi mangrove puluhan hektare demi memuluskan proyek jalan tol, karena artinya tempat menyimpan karbon di kawasan tersebut bakal berkurang.

"Saat karbon nggak terserap dan bertebaran di udara, keberadaanya bisa mengancam nelayan. Karbon yang terhirup manusia bisa bikin pusing, bahkan pingsan," tandasnya.

Meski terkesan sepele, plastik yang kita buang sehari-hari ternyata berpengaruh signifikan terhadap pemanasan global ya, Millens? So, jangan pernah ngeluh "dunia semakin panas" selama kamu belum cukup bijak mengelola sampah plastik kepunyaanmu, ya! (Fitroh Nurikhsan/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Cantiknya Deburan Ombak Berpadu Sunset di Pantai Midodaren Gunungkidul

8 Nov 2024

Mengapa Nggak Ada Bagian Bendera Wales di Bendera Union Jack Inggris Raya?

8 Nov 2024

Jadi Kabupaten dengan Angka Kemiskinan Terendah, Berapa Jumlah Orang Miskin di Jepara?

8 Nov 2024

Banyak Pasangan Sulit Mengakhiri Hubungan yang Nggak Sehat, Mengapa?

8 Nov 2024

Tanpa Gajih, Kesegaran Luar Biasa di Setiap Suapan Sop Sapi Bu Murah Kudus Hanya Rp10 Ribu!

8 Nov 2024

Kenakan Toga, Puluhan Lansia di Jepara Diwisuda

8 Nov 2024

Keseruan Pati Playon Ikuti 'The Big Tour'; Pemanasan sebelum Borobudur Marathon 2024

8 Nov 2024

Sarapan Lima Ribu, Cara Unik Warga Bulustalan Semarang Berbagi dengan Sesama

8 Nov 2024

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024