Inibaru.id - Belakangan ini, kasus Covid-19 di Surabaya menjadi perbincangan hangat masyarakat. Selain tingginya kasus virus corona di kota ini, ada tiga orang yang merupakan satu keluarga yang meninggal hanya dalam waktu enam hari. Ketiganya adalah suami, istri, dan anak sulungnya.
"Awalnya gejala demam, batuk, dan flu dialami kakak perempuan. Kebetulan kakak sedang hamil 8 bulan. Sebelumnya sudah pernah periksa ke RS PHC dan rapid test di Pura Raharja, tapi hasilnya negatif. Akhirnya pulang dan menjalani perawatan di rumah," jelas DW, anak bungsu dari keluarga ini pada Kamis (4/6/2020).
Kondisi kakak perempuan DW memburuk setelah menjalani perawatan di rumah. Kemudian dia dirujuk kembali ke Rumah Sakit PHC Surabaya pada Selasa (26/5). Sayangnya, kondisi sang kakak tak kunjung membaik.
Menurut DW, saat dirawat di RS PHC, kakaknya sempat mengalami gagal nafas hingga dipasang ventilator.
"Setelah dicek, ternyata detak jantung bayi di kandungan kakak saya sudah nggak ada," lanjut DW.
Pada Jumat (29/5), ayah DW tiba-tiba kehilangan kesadarannya setelah mengalami diare. Sedangkan ibu DW mengalami gejala meriang, batuk, dan sesak nafas. Kemudian kedua orang tua DW dibawa ke Rumah Sakit Islam Jemursari. Namun, setelah sehari menjalani perawatan di rumah sakit, ayah DW dinyatakan meninggal dunia. Hasil rapid test yang dilakukan sebelumnya menunjukkan hasil reaktif.
Keesokan harinya, kakak perempuan DW pun dinyatakan meninggal dunia pada pukul 02.00 WIB. Berbeda dengan sang ayah, kakak DW sempat menjalani tes swab.
"Swab kakak saya tanpa sepengetahuan keluarga. Tiba-tiba beberapa hari kemudian mendapat telepon dari puskesmas, kalau hasil swab kakak saya positif," lanjut DW.
DW dikabari langsung oleh pihak Puskesmas Mojo terkait hasil tes swab kakaknya. Kemudian, petugas mendata semua anggota keluarga tinggal di Jalan Gubeng Kertajaya tersebut.
Pada Selasa (2/6), ibu DW menyusul kepergian ayah dan kakaknya. Ibu DW juga belum sempat menjalani tes swab, meski sempat menjalani rapid test dengan hasil reaktif.
"Jadwal swab dari pihak rumah sakit sebenarnya tanggal 2, tapi sampai mama meninggal sore hari belum sempat dilakukan swab. Harusnya pada hari itu jadwal swabnya, sudah bayar administrasi juga," ujarnya.
DW keberatan jika ayah dan ibunya dianggap meninggal dunia akibat positif corona. Sebab menurutnya tolok ukur yang akurat adalah dari tes swab.
"Kalau rapid memang reaktif, saya gak memungkiri ada kemungkinan terpapar, tapi lebih pastinya menggunakan swab. Surat dari RS kan kedua orang tua saya meninggal dalam status PDP," pungkas DW.
Semoga kisah ini menjadi pelajaran bagi kita untuk tetap waspada dan berhati-hati terhadap virus ini ya, Millens. (Det/MG27/E07)