BerandaHits
Sabtu, 30 Sep 2022 15:00

Bau Anyir yang Tercium Usai G30S PKI di Jembatan Bantengan, Klaten

Jembatan Bantengan menjadi saksi eksekusi orang-orang yang diduga terlibat peristiwa G30S PKI. (Detik/Achmad Hussein Syauqi)

Jembatan Bantengan di Klaten menyimpan kisah kelam terkait Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G30S PKI). Sebelum menjadi tempat pembuangan sementara (TPS) sampah, tempat ini menjadi lokasi eksekusi orang-orang yang diduga terlibat dalam peristiwa berdarah tersebut.

Inibaru.id – Sekilas nggak ada yang berbeda dengan Jembatan Bantengan di Jalan Klaten-Karanganom, Kecamatan Karanganom, Klaten, Jawa Tengah. Namun, jika kita menilik sejarah, lokasi ini punya cerita gelap. Soalnya, pada zaman dahulu, jembatan ini jadi tempat tahanan PKI dieksekusi mati tanpa didahului proses pengadilan.

Jembatan dengan panjang sekitar 25 meter dan lebar 6 meter itu berada di jalan kabupaten, Millens. Jembatan ini menghubungkan dua desa yaitu Desa Tarubasan, Kecamatan Karanganom di sebelah utara, dengan Desa Tempursari, Kecamatan Ngawen di sebelah selatan.

Adapun jarak dengan Dusun Polodadi, Desa Tarubasan di utaranya sekitar 100 meter. Sedangkan jarak dengan Dusun Gatak, Desa Tempursari di selatan lebih jauh yaitu sekitar 200 meter.

Jeda antara jembatan dengan dusun terdekat merupakan sawah dan tegalan. Di kanan dan kiri badan jembatan ditumbuhi semak dan rumpun bambu.

Di sana juga terdapat tempat pembuangan sementara (TPS) sampah, tepatnya bagian utara ujung jembatan, di sisi timur. Seperti sebagian besar tempat pembuangan sampah umum banyakan di Indonesia, aroma busuk bakal menusuk hidung jika sampah belum diambil petugas Pemkab Klaten.

"Kalau sampah belum diambil ya bau. Di situ dulu tempat tahanan PKI ditembaki," ungkap Sartono (70) warga Desa Tarubasan di lokasi, dilansir Detik, Jumat (23/9/2022).

Ilustrasi; Tujuh jenderal ditangkap dan dibunuh pada peristiwa G30S PKI. (Geotimes)

Sartono bercerita, ketika peristiwa tersebut terjadi, dirinya masih duduk di bangku sekolah dasar. Dia masih ingat rupa awal jembatan yang kini terbuat dari tembok tersebut.

"Dulu tidak begitu, tapi jembatan sesek terbuat dari bambu dan kayu. Tapi saya belum pernah lihat saat ditembaki, tidak berani," jelas Sartono.

Lokasi yang dijadikan tempat eksekusi, papar Sartono, ada di utara dan selatan jembatan. Dilansir Wahananews, Minggu (25/9/2022) Priyo Suharjo (74) mengatakan sejak dulu nama jembatan itu Bantengan.

"Jembatan bambu, menurun jalannya. Sejak dulu juga namanya Bantengan," kata Priyo.

Dibariskan di Jembatan

Dianggap bertanggungjawab pada peristiwa 30 September 1965, Partai Komunis Indonesia (PKI) dilarang dan orang-orang yang terlibat di dalamnya diburu untuk dieksekusi tanpa pengadilan. (Istimewa via Okezone)

Masih melansir Wahananews, para tahanan yang disinyalir terlibat dalam G30S PKI diturunkan dari truk dan diminta berjalan menuju bawah jembatan. Mereka lantas diminta berbaris dan ditembak.

"Mereka diminta berdiri di cekungan, di bawah kanan kiri jembatan. Ya kadang ada 10 atau 15 orang yang ditembak, turunnya (dari truk) di pojok desa itu lalu disuruh jalan kaki (sampai ke jembatan)," kenangnya.

Dia juga mengungkapkan, setelah ditembak, mayat-mayat ini dikubur sekenanya. Hal ini menyebabkan bau anyir yang menyengat. Karena mengganggu, warga waktu itu berinisiatif untuk mengubur dengan lebih baik. Meski sudah dikubur, kata Priyo tempat itu masih bau.

Ketua BPD Desa Tarubasan, Kecamatan Karanganom, Kusdiyono, mengungkapkan pernah ada keluarga tahanan PKI hendak membuat taman di lokasi eksekusi.

"Dulu ada keluarga eks PKI mau membuat taman tapi tidak disetujui. Sebab saat itu sedang bingung mencari lokasi TPS sampah," jelas Kusdiyono kepada Detik.

Akhirnya dipilihlah lokasi TPS di sekitar jembatan hingga saat ini. Wah, nggak nyangka ya sebelum bau busuk sampah, di bawah jembatan ini pernah tercium anyir yang menyengat dari mayat orang-orang yang diduga terlibat G30S PKI. (Siti Zumrokhatun/E07)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024