Inibaru.id – Warga Kudus pasti nggak asing dengan nama dr Loekmono Hadi. Soalnya, nama ini tersemat sebagai nama resmi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kudus sekaligus nama jalan di depan bangunan tersebut. Hm, jadi penasaran nih dengan sepak terjang sang dokter sampai namanya diabadikan di sana.
Loekmono Hadi bukanlah warga asli Kudus. Dia lahir di Temanggung, Jawa Tengah pada 1906. Berbeda dengan sebagian besar masyarakat Nusantara yang sulit mengenyam pendidikan tinggi tatkala masih di masa penjajahan Belanda, Loekmono mampu bersekolah di perguruan tinggi STOVIA, sekolah yang jadi cikal bakal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Saat kuliah, Loekmono bertemu dengan seorang perawat bernama Sadji'ah. Perempuan ini pulalah yang kemudian jadi istrinya. Dari pernikahannya tersebut, Loekmono Hadi dan Sadji’ah dikaruniai tujuh orang anak.
Dokter yang Low Profile
Setelah menyelesaikan sekolahnya di STOVIA, Loekmono langsung menjalankan profesinya sebagai dokter dengan penuh ketulusan. Dia pun dikenal sebagai dokter yang nggak membedakan kasta dan mau membantu siapa saja, termasuk masyarakat miskin dan kurang mampu.
Sikapnya yang terus mengedepankan kesehatan masyarakat kecil membuat namanya masyhur di Kudus. Dia pun kemudian ditunjuk jadi Kepala Rumah Sakit Umum Kudus pada 1946 dan membuatnya jadi pribumi pertama yang menduduki jabatan prestisius tersebut. Maklum, sejak dibangun pada 1928, kepala rumah sakit ini adalah orang Belanda dan Jepang.
Masa jabatannya memang singkat, tepatnya hanya sampai 1948, saja. Tapi, selama dua tahun jadi kepala rumah sakit, kiprahnya di dunia kesehatan Kudus terbilang luar biasa. Nggak heran kalau dia akhirnya juga mendapatkan penghargaan kehormatan Satyalancana Kebaktian Sosial dari Presiden Soekarno.
Salah satu aksinya yang paling populer adalah saat Kudus porak poranda pada 21 Juli 1947 akibat Agresi Militer Belanda pertama. Kota Kretek saat itu dibombardir bom dan peluru dari pesawat tempur. Bukannya mengungsi ke tempat aman, Loekmono Hadi dan istrinya justru tetap berada di Kudus untuk membantu korban secara langsung.
"Pada saat Belanda melakukan Agresi Militer I pada 21 Juli 1947, kota Kudus dibombardir dengan pesawat tempur. Banyak orang terluka karena sasaran Belanda adalah tempat-tempat umum. Loekmono Hadi dan istrinya sibuk membantu korban-korban perang. Loekmono Hadi yang mengobati di rumah sakit, Sadji'ah, istrinya yang membawa dari tempat-tempat sasaran tembakan ke rumah sakit," ujar sejarawan Kudus, Edy Supratno, Selasa (11/8/2020).
Sayangnya, saat pemberontakan PKI berlangsung di Madiun pada 1948, Loekmono Hadi ikut jadi korban penculikan. Banyak kawannya yang berasal dari elite-elite Kudus ikut diangkut bersama dengannya seperti ketua Komite Nasional Indonesia (KNI) Kudus Raden Solecha dan Ketua Landraad (Tituler) Soedono.
Meski sudah tiada, warga Kudus nggak pernah lupa dengan jasa-jasa Loekmono Hadi. Karena alasan itulah, namanya diabadikan sebagai nama rumah sakit tempat dulu dia mengabdi. Pemerintah Kabupaten Kudus juga menjadikannya nama jalan di depan rumah sakit tersebut.
Luar biasa ya ternyata kiprah dari dr Loekmono Hadi di Kudus, Millens? (Det, Rsu, Tri/IB31/E07)