BerandaHits
Minggu, 8 Jun 2024 21:52

Asal Usul Dasi; Dari Simbol Status hingga Aksesori Modern

Dasi, aksesori penting dalam busana formal bagi lelaki. (Shutterstock)

Siapa sangka kalau aksesori yang satu ini dulu dipakai prajurit Tiongkok pada zaman kuno untuk menunjukkan status sosial serta keberaniannya. Kini, orang mengenalnya sebagai dasi. Siapa pun bisa memakainya tanpa batas status maupun gender.

Inibaru.id - Dasi, yang kini menjadi aksesori penting dalam busana formal kaum lelaki, memiliki sejarah panjang dan menarik yang mencerminkan perubahan budaya dan mode selama berabad-abad. Asal usul dasi dapat ditelusuri hingga beberapa abad yang lalu, melintasi berbagai negara dan budaya.

1. Akar Kuno di Tiongkok dan Roma

Konsep awal dasi sebenarnya dapat ditemukan pada peradaban kuno. Di Tiongkok, sekitar 200 SM, para prajurit dari patung-patung terakota yang ditemukan di makam Kaisar Qin Shi Huang mengenakan kain di leher mereka sebagai tanda status dan keberanian.

Di Roma, pada abad ke-1, orator Romawi dan tentara mengenakan sejenis kain leher yang disebut "focale" atau "sudarium" untuk melindungi leher mereka dari cuaca dingin dan debu.

2. Cravat di Prancis Abad ke-17

Namun, bentuk awal yang paling menyerupai dasi modern muncul di Eropa pada abad ke-17. Pada masa itu, tentara Kroasia yang bertugas di Prancis selama Perang Tiga Puluh Tahun (1618-1648) mengenakan kain yang diikat di leher mereka. Aksesori ini menarik perhatian orang Prancis, dan Raja Louis XIV mulai mengenakannya, menyebutnya "cravat," yang berasal dari kata "Croat" (Kroasia). Cravat ini kemudian menjadi mode di kalangan bangsawan dan aristokrat Eropa.

3. Evolusi di Inggris dan Era Regency

Cravat, jenis dasi yang menjadi penanda status sosial di negara-negara Eropa. (via IDNtimes)

Pada abad ke-18, cravat berkembang di Inggris dengan gaya yang lebih kompleks dan dekoratif. Selama Era Regency (awal abad ke-19), cravat menjadi simbol status sosial dan fashion. Lelaki dari kelas atas mengenakan cravat dengan berbagai cara yang rumit, sering kali menggunakan starch (kanji) untuk menjaga bentuknya.

4. Transisi ke Dasi Modern di Abad ke-19

Pada pertengahan abad ke-19, cravat mulai berubah menjadi dasi panjang yang lebih mirip dengan dasi modern. Revolusi Industri membawa perubahan dalam gaya hidup dan mode, dan dasi yang lebih praktis dan mudah dikenakan menjadi populer. Pada akhir abad ke-19, bentuk dasi seperti yang kita kenal sekarang, yaitu dasi panjang yang diikat dengan simpul di leher, mulai muncul.

5. Dasi di Abad ke-20 dan Ke-21

Pada abad ke-20, dasi mengalami berbagai perubahan dalam bentuk, lebar, dan bahan. Era 1920-an dan 1930-an menyaksikan munculnya dasi yang lebih lebar, sementara era 1950-an dan 1960-an membawa gaya dasi yang lebih sempit. Desain dan pola dasi juga beragam, mencerminkan tren mode yang berubah-ubah. Pada akhir abad ke-20, dasi menjadi bagian penting dari busana bisnis dan formal.

6. Dasi Sebagai Ekspresi Pribadi

Hari ini, dasi bukan hanya aksesori formal tetapi juga alat ekspresi pribadi. Dengan berbagai warna, pola, dan bahan, dasi memungkinkan pemakainya untuk menunjukkan gaya dan kepribadian mereka. Selain itu, dasi kupu-kupu dan dasi selempang (ascot) tetap menjadi pilihan populer untuk acara-acara khusus dan formal.

Dari asal-usulnya yang sederhana sebagai kain leher para prajurit hingga menjadi simbol status dan mode di kalangan bangsawan Eropa, serta evolusinya menjadi aksesori fashion modern, dasi telah mengalami perjalanan panjang dan menarik.

Dalam setiap tahap perkembangannya, dasi mencerminkan perubahan budaya, sosial, dan mode, menjadikannya salah satu aksesori yang paling dikenal dan digunakan dalam sejarah busana.

Kalau kamu suka pakai dasi juga nggak, Millens? (Siti Zumrokhatun/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

KPU Jateng Fasilitasi Debat Cagub-Cawagub Tiga Kali di Semarang

4 Okt 2024

Masih Berdiri, Begini Keindahan Bekas Kantor Onderdistrict Rongkop Peninggalan Zaman Belanda

4 Okt 2024

Gen Z Cantumkan Tagar DESPERATE di LinkedIn, Ekspresikan Keputusasaan

4 Okt 2024

Sekarang, Video Call di WhatsApp Bisa Pakai Filter dan Latar Belakang!

4 Okt 2024

Mengapa Banyak Anak Muda Indonesia Terjerat Pinjol?

4 Okt 2024

Ini Waktu Terbaik untuk Memakai Parfum

4 Okt 2024

Wisata Alam di Pati, Hutan Pinus Gunungsari: Fasilitas dan Rencana Pengembangan

4 Okt 2024

KAI Daop 4 Semarang Pastikan Petugas Operasional Bebas Narkoba Lewat Tes Urine

4 Okt 2024

Indahnya Pemandangan Atas Awan Kabupaten Semarang di Goa Rong View

5 Okt 2024

Gelar HC Raffi Ahmad Terancam Nggak Diakui, Dirjen Dikti: Kampusnya Ilegal

5 Okt 2024

Kisah Pagar Perumahan di London yang Dulunya adalah Tandu Masa Perang Dunia

5 Okt 2024

Penghargaan Gelar Doktor Honoris Causa, Pengakuan atas Kontribusi Luar Biasa

5 Okt 2024

Ekonom Beberkan Tanda-Tanda Kondisi Ekonomi Indonesia Sedang Nggak Baik

5 Okt 2024

Tembakau Kambangan dan Tingwe Gambang Sutra di Kudus

5 Okt 2024

Peparnas XVII Solo Raya Dibuka Besok, Tiket Sudah Habis Diserbu dalam 24 Jam

5 Okt 2024

Pantura Masih Pancaroba, Akhir Oktober Hujan, Masyarakat Diminta Jaga Kesehatan

6 Okt 2024

Pasrah Melihat Masa Depan, Gen Z dan Milenial Lebih Memilih Doom Spending

6 Okt 2024

Menikmati Keseruan Susur Gua Pancur Pati

6 Okt 2024

Menilik Tempat Produksi Blangkon di Gunungkidul

6 Okt 2024

Hanya Menerima 10 Pengunjung Per Hari, Begini Uniknya Warung Tepi Kota Sleman

6 Okt 2024