Inibaru.id - Ketika ditemukan di gua Lascaux, Dordogne, Prancis, yang diduga dibuat pada zaman prasejarah, mural telah berwujud cerita dengan pesan mendalam. Hal serupa juga dilakukan Pablo Picasso kala melukis Guernica, mural paling terkenal di dunia yang berisikan pesan anti-perang di dinding Basque pada 1937.
Hingga kini, mural atau lukisan beralas dinding yang biasanya digambar di tembok jalan, memang acap dijadikan sebagai bentuk satire, kritik, atau penanda suatu situasi sosial yang merepresentasikan masyarakat di wilayah tersebut. Pesannya kebanyakan sangat kuat, tapi dibalut dengan artistik.
Hal itu pula yang coba disampaikan dalam Spray your Folklore, sebuah event seni mural di Kabupaten Kudus yang digagas Komunitas Kampung Budaya Piji Wetan (KBPW), belum lama ini. Mengangkat tema "cerita rakyat", pesta street art tersebut melibatkan belasan pelukis jalanan dari Kudus dan sekitarnya.
Dipusatkan di Beberapa Titik
Koordinator Spray your Folklore Fakhri Husaini mengungkapkan, event ini dipusatkan di sejumlah titik di Desa Lau, Kecamatan Dawe. Namun, ada satu mural yang dibikin di pusat kota, tepatnya di dekat alun-alun. Temanya adalah seputar folklor atau cerita rakyat di sekitar Lereng Muria.
"Mewacanakan cerita rakyat lewat mural itu menarik," terang Fakhri. "Kami ingin memantik gagasan para pelukis street art muda di Kudus sekaligus menepis anggapan bahwa seni mural identik dengan gaya urakan, vandal, dan nggak bermoral."
Menurutnya, selama ini mural memang acap dianggap sangat dekat dengan vandalisme. Padahal, banyak gagasan dan wacana menarik yang bisa disampaikan lewat mural. Karena itulah dia berharap event yang digawanginya itu mampu menggeliatkan kembali ekosistem mural di Kudus.
"Saya percaya para pelukis mural ini keren dan idenya bagus-bagus. Jadi, harapan kami, event ini bakal memantik para street art di Kudus dan sekitarnya untuk menciptakan gerakan mural yang lebih besar dan meriah, tentunya dengan cara yang positif dan bisa melibatkan banyak pihak," imbuhnya.
Mural Sunan Muria
Kalau kebetulan tengah melintas di Desa Lau, kamu mungkin akan menjumpai sejumlah mural yang terpampang cukup mencolok di tembok jalanan. Sebagian mural berkisah tentang folklor seputar Sunan Muria; sebagian sisanya adalah legenda dan mitos yang cukup familiar di seputar Lereng Gunung Muria.
Dikerjakan selama tiga hari penuh, sekurangnya ada enam titik berbeda yang dijadikan media mural di desa tersebut serta satu titik di pusat kota. Kebanyakan mural digambar dengan teknik semprot dan lukis, meski ada pula yang memakai teknik stensil.
Yapot Murdianto, pelukis mural asal Semarang yang terlibat dalam proyek tersebut karena diajak kawannya itu mengaku tertarik dengan event ini karena idenya yang "beda". Menurutnya, menggambar mural yang berangkat dari cerita rakyat sangat menarik lantaran mural biasanya berisi kritik sosial.
"Mural masuk desa, tentu juga sangat menarik," seru Yapot di tengah kesibukannya melukis. "Masyarakat desa yang masih lekat dengan mitos dan cerita rakyat, saya kira akan lebih mudah menangkap pesan melalui mural (folklor) yang kami gambar."
Warna Baru di Desa
Yapot atau yang biasa disapa Inonk mengaku bersyukur telah menerima ajakan temannya yang berasal dari Kudus untuk turut serta dalam proyek ini. Dia meyakini, menyampaikan folklor lewat mural menjadi warna baru bagi masyarakat, khususnya yang tinggal di perdesaan.
Pada kesempatan tersebut, Inonk memilih membuat mural tentang Muria dan berbagai potensi di dalamnya. Dengan karakter lukisan yang lugas, lelaki bertopi dengan rambut sebahu ini menggambar gunung Muria yang molek dengan aksen warna-warni.
"Ada tagline 'Asah, Asih Asuh' sesuai tema yang diusung pihak penyelenggara," terangnya.
Sementara, Danangsu, pelukis mural asal Kudus, memilih mural berupa sosok ibu yang mengayomi. Dalam lukisan tersebut, tergambar sesosok perempuan dengan tangan dalam posisi bertapa, lengkap dengan simbol-simbol berupa tasbih dan bunga.
"(Lewat mural) saya mau menyampaikan, ada satu wadah yang bisa menjadi perekat antar-masyarakat dari berbagai tempat dan latar belakang, serta perjalanan dari awal hingga akhir dalam membentuk warga yang guyub rukun, kompak, dan melestarikan budaya lokal di daerahnya," tandasnya.
Yap, dari proyek ini kita belajar bahwa dengan sudut pandang yang tepat, alih-alih menjadi aksi vandalisme, seni mural sejatinya justru bisa menambah keindahan dan punya potensi yang besar untuk mengedukasi masyarakat perdesaan. Sepakat, Millens? (Hasyim Asnawi/E03)