BerandaBudaya
Minggu, 7 Okt 2017 04:05

Ritus Tolak Bala Setop Kematian Ganjil di Gligir Sapi

12 orang mengarak sapi yang telah dipotong ke lokasi ritual selamatan. (Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Kematian tak wajar direaksi warga Gligir Sapi dengan menggelar ritus tolak bala winduan atau potong sapi.

Inibaru.id – Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya. Peribahasa itu akan selalu dimunculkan bila kita membicarakan mengenai keberagaman tradisi di Tanah Air. Begitu juga dalam tradisi ritual tolak bala, tiap daerah memiliki ciri khas masing-masing.

Ritus pemotongan sapi di Dusun Gligir Sapi, Desa Arenan, Kecamatan Kaligondang, Kabupaten Purbalingga, Jateng menarik diikuti. Seperti yang dilansir Liputan6.com (5/10/2017), warga di dusun tersebut menggelar ritus yang disebut tolak bala winduan.

Diceritakan, pada Rabu (4/10/2017) ratusan orang warga Gligir Sapi berkerumun nyaris tanpa suara saat ritus tolak bala dimulai dengan memotong seekor sapi berukuran sedang. Sapi itu dililit kain mori dan dihiasi untaian kembang kantil dan mawar yang diletakkan di punggungnya.

Baca juga: Unik dari Gresik: Minta Hujan Pakai Gulat

Setelah itu, 12 pria dewasa dengan sigap memindah sapi yang telah dipotong itu ke perangkat angkut semacam keranda. Sapi itu diposisikan sedemikian rupa, layaknya sapi yang tengah bersideku (bagian punggung di atas).

Mereka mengaraknya menuju tempat ritus berikutnya di dusun bagian bawah, tepatnya di depan masjid. Sementara, ratusan warga dengan tertib mengekor di belakang sapi itu.

Tolak bala winduan telah digelar warga dusun tersebut selama puluhan tahun. Menurut Hamidi, tokoh masyarakat setempat, upacara tolak bala itu tidak lepas dari kisah kematian-kematian misterius yang terjadi pada masa lalu. Dulu Gligir Sapi atau punggung sapi itu merupakan tempat hewan-hewan raja yang dibuang atau dipendam. Ketika sudah menjadi perkampungan, kerap terjadi kematian beruntun dengan sebab-sebab tak wajar.

Hamidi menceritakan, kematian tak wajar itu antara lain mati gantung diri, tersambar petir, jatuh dari pohon kelapa, atau terjangkit muntaber. Bahkan suatu ketika, pernah ada liang lahat belum selesai dibuat untuk mengubur seseorang, sudah ada warga lainnya yang meninggal.

”Meninggalnya juga secara tiba-tiba. Meninggal dengan penyebab tidak wajar,” terang Hamidi.

Para tetua dan tokoh masyarakat lantas berembuk untuk menghentikan musibah itu. Seorang tetua menyarankan warga menggelar ritus tolak bala berupa potong sapi. Kepala sapi, punggung, ekor, dan kaki, dipendam di empat penjuru kampung.

"Supaya musibah ini berhenti, dipotongkan sapi. Setidak-tidaknya setiap satu windu sekali," katanya.

Baca juga: Ada Aura Khas dalam Udheng Osing

Hamidi mengakui, tradisi ini sempat terhenti selama 10 tahun sejak 2007. Tetapi sekitar tiga bulan lalu, ada seorang warga pendatang yang bunuh diri. Itu sebabnya seluruh tokoh masyarakat kembali mendorong agar warga kembali menggelar tradisi yang sudah dilakukan turun-menurun ini.

Bagi warga, kematian tak wajar itu dianggap sebagai teguran agar mereka segera menjalankan tradisi yang dilakukan sejak zaman kakek moyang. “Bukan orang sini, tapi meninggal gantung diri," ujarnya.

Ritus dilanjutkan keesokan harinya, bertepatan dengan Kamis malam Jumat dengan selamatan atau doa bersama. Jumatnya, tulang sapi dipendam sebagai upacara sedekah bumi.

"Diteruskan oleh anak-anak kita, zaman sekarang, dialihkan, biar kesannya bukan untuk persembahan. Maka diteruskan dengan pengajian dan selamatan,” dia memungkasi. (PA/SA)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: