Inibaru.id – Hujan yang turun di tengah perjalanan sempat membuat saya ragu untuk menyambangi Taman Seribu Merpati di Kudus, Jawa Tengah, akhir pekan lalu. Beruntung, hal ini nggak saya lakukan; karena menurut saya, pascahujan adalah waktu terbaik, terlebih untuk saya yang datang tepat di siang bolong.
Taman Seribu Merpati berlokasi di Desa Pedawang, Kecamatan Bae. Butuh sekitar satu jam perjalanan dari rumah saya menuju tempat wisata edukatif yang belakangan viral di medsos tersebut. Cukup jauh, tapi menurut saya sepadan.
Seperti namanya, ada ratusan merpati di taman ini. Mereka dibiarkan beterbangan ke sana ke mari. Ada yang bertengger di gerbang masuk, atap bangunan, dan pepohonan, tapi sebagian besar memenuhi taman terbuka tempat para pengunjung menebar pakan untuk mereka.
Tiap pengunjung yang datang ke Taman Seribu Merpati memang diperbolehkan memberi makan burung-burung tersebut. Dengan membayar Rp10 ribu, sebagai pengganti tiket, kita akan dapat sekantung biji jagung untuk diberikan kepada para unggas menawan ini.
Berfoto dengan Merpati Jinak
Hari itu Taman Seribu Merpati nggak begitu ramai. Mungkin karena mendung. Saat saya tiba, hanya ada sesosok perempuan paruh baya dengan seorang anak seusia TK tengah bermain di tengah taman. Mereka adalah nenek dengan cucunya.
“Oh, saya sudah tiga kali ke sini,” ujar sang nenek yang kemudian memperkenalkan diri sebagai Sujasmi. “Saya sengaja ajak cucu ke sini untuk kasih makan mereka. Lucu-lucu soalnya!”
Sujasmi mengungkapkan, hal yang paling dirinya sukai saat datang ke taman ini adalah ketika dia menjulurkan telapak penuh jagung kemudian para merpati hinggap di tangannya. Dia senang karena burung-burung itu bisa begitu dekat dengannya.
"Burung-burung ini sudah jinak, jadi kita bisa mengelus atau berfoto dengan mereka," terangnya sembari menengadahkan telapak tangan berisi jagung yang segera diserbu para merpati.
Teringat saat di Makkah
Pemilik Taman Seribu Merpati Mohammad Faiq Afthoni mengatakan, konsep wisata edukatif ini terinspirasi dari pengalamannya saat berkunjung ke Makkah. Dia teringat banyaknya merpati yang terbang bebas di sana dan bisa diberi makan oleh siapa pun.
"Saya hobi memelihara burung, kemudian teringat saat di Makkah banyak sekali merpati yang beterbangan, jadilah taman ini,” kata Faiq, sapaan akrabnya.
Hobi memelihara merpati memang telah dilakukan Faiq jauh sebelum kepikiran ide untuk menciptakan lokawisata menarik ini. Jumlah merpatinya mencapai ratusan. Nggak hanya jenis lokal, dia juga mengaku suka “mengoleksi” pelbagai merpati impor.
“Kami ada burung lokal seperti jawa sungut, pajer songkop, hingga krey. Sementara, untuk burung impor ada dari beberapa negara, misalnya gondok dari Pakistan, maltese dari Amerika, dan volga dari Rusia,” kata dia.
Unggas dan Tanaman Unik
Nggak hanya merpati, saat berkeliling taman, saya juga sempat melihat beberapa koleksi unggas lain yang dimiliki Faiq, mulai dari ayam, angsa, hingga pelbagai jenis burung seperti falk dan parkit. Selain itu, Faiq juga mengaku memiliki tanaman unik yang disebutnya sebagai “miracle fruit”.
“(Tanaman) ini dari Afrika Barat; namanya miracle fruit atau buah ajaib. Buah ini unik karena bisa mengubah rasa makanan dari asam jadi manis,” terangnya. “Jadi, misal mau makan jamu yang pahit, kita bisa makan buah ini dulu biar jamu berubah jadi manis.”
Menurut Faiq, buah merah berbentuk lonjong dengan nama ilmiah Synsepalum dulcificum ini cocok untuk orang yang tengah diet karena memiliki kandungan gula yang cukup rendah. Aroma buah yang juga disebut buninya ini manis karena mengandung mirakulin, pengganti gula berupa glikoprotein.
“Kali pertama menanam (buah buninya) karena penasaran, bisakah ditanam di Kudus? Ternyata, butuh kesabaran dan ketelatenan untuk merawatnya lantaran tumbuhnya cukup lama, meski dari segi perawatan terbilang mudah karena nggak perlu media tanam khusus,” tandasnya.
Perjalanan panjang menembus hujan ke Taman Seribu Merpati akhirnya usai sudah. Nggak ada oleh-oleh yang saya bawa pulang, kecuali cerita dan pengalaman baru dikerubuti merpati seharian. (Alfia Ainun Nikmah/E10)