BerandaAdventurial
Minggu, 23 Jan 2021 09:33

Mengenal Margo Redjo, Produk Kopi Tiga Generasi yang Jaya di Era 'Londo'

Mengenal Margo Redjo, Produk Kopi Tiga Generasi yang Jaya di Era 'Londo'

Widayat Basuki Dharmowiyono di Dharma Boutique Roastery di Jalan Wotgandul 12 Semarang. (Inibaru.id/ Audrian F)

Margo Redjo merupakan produk kopi yang berlokasi di Jalan Wotgandul 12 Semarang atau tepatnya di Dharma Boutique Roastery. Kopi ini pernah jaya di era kolonial Belanda dan membuat pendirinya jadi salah satu orang kaya di Jawa.<br>

Inibaru.id - Di kawasan Pecinan Kota Semarang, ada sebuah pabrik kopi kuno bernama Margo Redjo. Alamat tepatnya berada di Jalan Wotgandol 12 Semarang. Sebutan asli pabrik ini, Koffie Branderij Margo Redjo. Hm, susah juga ya pelafalannya, Millens? He

Mungkin, nama Kopi Margo Redjo nggak terlalu akrab di telinga. Maklum, selama ini tempat ini lebih dikenal sebagai rumah kopi Dharma Boutique Roastery.

FYI, Margo Redjo merupakan produk kopi yang dikelola secara turun-temurun. Saat ini dikelola Widayat Basuki Dharmowiyono. Lelaki ini merupakan generasi ketiga Tan Tiong Ie, sang pendiri pabrik. Yap, tempat ini memang memiliki sejarah panjang. Pernah mengalami masa jaya pada era kolonial, Tan Tiong Ie bahkan masuk dalam daftar crazy rich di Jawa, seperti yang ditulis dalam buku Orang-Orang Tionghoa (1935).

“Kopi ini malah bukan didirikan di Semarang, tapi di Bandung. Kakek saya merantau dulu ke sana,” kata Widayat Basuki Dharmowiyono pada Senin (18/1).

Tan Tiong Ie dan istri. (Dok. Basuki)<br>
Tan Tiong Ie dan istri. (Dok. Basuki)<br>

Bisnis ini bukan yang pertama dilakukan kakek Basuki ketika mengadu nasib ke Tanah Sunda. Sebelumnya, Tan Tiong Ie membuat roti dan berbisnis kayu. Nggak puas melakoni dua pekerjaan, jiwa bisnisnya kembali terpanggil. Dia pengin membuka peluang baru.

Baru pada 1916, Tan Tiong Lee membuka pabrik penyangraian kopi Eerste Bandoengsche Electrische Koffiebranderij Margo-Redjo.

“ 'Margo' itu jalan. 'Redjo' itu kemakmuran. Maksudnya mungkin Jalan Kemakmuran,” terangnya pada siang yang gerimis itu.

Di Bandung, Tan Tiong Ie nggak bermukim lama. Nggak tega meninggalkan ibundanya di Semarang, akhirnya dia memilih pulang. Alat-alat produksi kopi juga ikut diangkut ke Kota Atlas.

Saksi kejayaan Margo Redjo. (Inibaru.id/ Audrian F)<br>

Saya sering mendengar kisah orang-orang yang meraih kesuksesan karena memuliakan ibunya. Nggak jauh beda dengan Tan Tiong Ie yang kembali ke pangkuan ibundanya di Semarang. Benar saja, kota ini menjadi jalan kemakmuran baginya. Produk kopi Margo Redjo laris manis.

Tingginya permintaan membuatnya meningkatkan produksi. Saking banyaknya pesanan, dia harus menambah pegawai. Halaman belakang rumahnya pun sesak oleh aktivitas pabrik.

Selain doa ibu, strategi jitu tentu menjadi koentji. Dalam disertasi Alexander Claver di Vrije Universiteit, Belanda yang berjudul "Dutch Commerce and Chinese Merchants in Java: Colonial Relationships in Trade and Finance, 1800-1942 (2014)", strategi marketing Margo Redjo memang jos. Adalah Tan Liang Hoo, anak dari Tiang Tiong Ie yang menjadi "motor penggerak" pabrik.

Menurut Claver, Tan Liang Hoo punya ketertarikan besar pada produksi dan teknik pemasaran. Paman Basuki ini memiliki cakrawala luas dalam mengikuti informasi terkini. Dia juga memiliki ide cemerlang untuk memasarkan produk.

Tan Liang Hoo punya peran sebagai copy writer pada desain iklan, flyer, dan poster Margo Redjo. Promosinya pun cukup gencar, baik melalui pemasangan iklan di koran, ikut pameran atau memberi bonus.

Saat berjaya pada 1930-an, Margo Redjo punya beberapa produk dengan variasi harga. Yang paling murah, Tjap Grobak Idjo dan yang paling mahal, Tjap Margo Redjo. Di antara keduanya ada Tjap Pisau, Tjap Orang-Matjoel, Koffie Sentoso, Koffie Mirama, dan Koffie Sari Roso. Banyak juga ya?

Dulu, jenis kopi yang dipilih adalah arabica. Mereka membelinya dari Boja dan Temanggung. Kini, kopi yang mereka sangrai berasal dari berbagai daerah untuk menyesuaikan permintaan pasar.

Kopi Margo Redjo pernah sampai diekspor. (Inibaru.id/ Audrian F)<br>

Tan Tiong Ie tampaknya memang pandai menangkap peluang. Kala itu, produk kopi bisa dikatakan belum banyak kompetitor. Ditambah kelihaian putranya dalam pemasaran, keluarga ini makin berjaya.

Produk kopi Margo Redjo kala itu didistribusikan ke berbagai daerah, termasuk wilayah terpencil. Selain itu, kopi ini juga diekspor ke negara tetangga, Singapura. Dalam setahun, ekspor Margo Redjo mencapai satu juta kilogram kopi. Hm, masuk akal kan kalau Tan Tiong Ie menjadi salah seorang pengusaha tajir di Jawa?

Sayangnya, nggak ada masa keemasan yang bertahan selamanya. Berbagai gejolak yang terjadi di Tanah Air ikut menggiring bisnis Tan Tiong Ie ke era keredupan. Meski begitu, Margo Redjo masih bertahan hingga kini. Sebagai generasi ketiga, Basuki enggan menutup bisnis yang telah dibangun pendahulunya dengan darah dan keringat ini.

“Ini adalah warisan. Saya punya ikatan untuk meneruskannya,” pungkas laki-laki yang bakal berulang tahun ke-75 ini.

Dari lelaki ini saya belajar bahwa menjaga warisan merupakan jalan hidup terbaik meski nggak selalu menguntungkan. Peninggalan inilah yang akan terus menghubungkan seseorang dengan "akarnya". Semoga Margo Redjo kembali berjaya ya, Millens. (Audrian F/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ihwal Mula Kampung Larangan di Sukoharjo, 'Zona Merah' yang Pantang Dimasuki Bumiputra

12 Apr 2025

Lagu "You'll be in My Heart" Viral; Mengapa Baru Sekarang?

12 Apr 2025

Demi Keamanan Data Pribadi, Menkomdigi Sarankan Pengguna Ponsel Beralih ke eSIM

12 Apr 2025

Bikin Resah Pengguna Jalan, Truk Sampah Rusak di Kota Semarang Bakal Diperbaiki

12 Apr 2025

Ketika Pekerjaan Nggak Sesuai Dream Job; Bukan Akhir Segalanya!

12 Apr 2025

Lindungi Masyarakat, KKI Cabut Hak Praktik Dokter Tersangka Pelecehan Seksual secara Permanen

12 Apr 2025

Mengenal Getuk Kethek, Apakah Terkait dengan Monyet?

13 Apr 2025

Di Balik Mitos Suami Nggak Boleh Membunuh Hewan saat Istri sedang Hamil

13 Apr 2025

Kisah Kampung Laut di Cilacap; Dulu Permukiman Prajurit Mataram

13 Apr 2025

Mengapa Manusia Takut Ular?

13 Apr 2025

Nilai Tukar Rupiah Lebih Tinggi, Kita Bisa Liburan Murah di Negara-Negara Ini

13 Apr 2025

Perlu Nggak sih Matikan AC Sebelum Matikan Mesin Mobil?

14 Apr 2025

Antrean Panjang Fenomena 'War' Emas; Fomo atau Memang Melek Investasi?

14 Apr 2025

Tentang Mbah Alian, Inspirasi Nama Kecamatan Ngaliyan di Kota Semarang

14 Apr 2025

Mengenal Oman, Negeri Kaya Tanpa Gedung Pencakar Angkasa

14 Apr 2025

Farikha Sukrotun, Wasit Internasional Bulu Tangkis yang Berawal dari Kasir Toko Bangunan Kudus

14 Apr 2025

Haruskah Tetap Bekerja saat Masalah Pribadi Mengganggu Mood?

14 Apr 2025

Grebeg Getuk 2025 Sukses Meriahkan Hari Jadi ke-1.119 Kota Magelang

14 Apr 2025

Tradisi Bawa Kopi dan Santan dalam Pendakian Gunung Sumbing, Untuk Apa?

15 Apr 2025

Keindahan yang Menakutkan, Salju Turun saat Sakura Mekar di Korea Selatan

15 Apr 2025