Inibaru.id – Hampir setiap hari suami saya menaruh sepucuk joran di jok motornya. Entah nantinya akan dipakai memancing atau tidak, "senjata" itu nggak pernah lepas dari jangkauannya. Kadang saya kepikiran, kenapa para lelaki begitu suka memancing?
Setali tiga uang, bapak saya juga begitu menggemari kegiatan ini. Namun, dia lebih sering menjaring ikan. Begitu ada waktu luang, bapak akan menenteng branjang (jaring) kecil menuju kali irigasi di depan rumah, lalu pulang menenteng udang atau ikan air tawar seperti nila dan gabus jika beruntung.
Melihat kelakuan dua orang terdekat saya itu, saya jadi teringat sebuah kolam pemancingan yang belum lama ini saya kunjungi di Kabupaten Demak. Tempatnya hampir nggak pernah sepi. Namanya Kolam Pemancingan Sekawan.
Sesuai dugaan, mayoritas pengunjung di pemancingan yang berlokasi di Desa Prampelan, Kecamatan Sayung itu adalah para lelaki. Sebagian dari mereka bahkan merupakan anggota komunitas memancing yang acap mengikuti tur atau kontes memancing di berbagai kota.
Salah seorang di antaranya adalah Santoso, anggota Komunitas Mancing Amatir Semarang. Sehari-hari, lelaki 52 tahun tersebut bekerja sebagai tukang mebel. Saat sedang luang atau nggak ada orderan masuk, sebagian besar waktu luangnya akan dia habiskan di kolam pemancingan ini.
“Sudah nggak terhitung (berapa kali) saya datang ke sini, Mbak. Hampir setiap hari datang kalau nggak ada orderan,” sahutnya sembari tetap fokus dengan joran pancingnya.
Santoso memang kentara sekali terbiasa memancing. Di antara pemancing lain, hasil tangkapannya merupakan yang terbanyak dan beragam; ada lele, nila, dan bawal. Dia mengatakan, hasil tangkapan ini nantinya dibawa pulang, dimasak untuk keluarga.
"Bagi saya, memancing ini seperti hiburan untuk melepas penat di tengah kesibukan mencari uang untuk anak dan istri," tukasnya.
Selalu Ramai Pemancing
Kolam Pemancingan Ikan Sekawan adalah salah satu tempat pemancingan paling ramai di Demak. Pengunjungnya datang silih berganti untuk memancing. Pengelola pemancingan Ahmad Sahid mengatakan, para pemancing ini nggak hanya warga lokal, tapi juga datang dari luar kota.
"Pemancing (di sini) justru kebanyakan datang dari Semarang. Mungkin karena lokasinya nggak terlalu jauh. Terus, tempat ini juga dekat dari jalan raya," terangnya.
Menurut lelaki 37 tahun tersebut, kolam pemancingan ini selalu ramai karena biaya masuknya terbilang murah. Dengan tarif masuk Rp20 ribu, pengunjung dipersilakan memancing sepuasnya sekaligus membawa pulang hasil tangkapannya.
"Untuk umpan, kami sediakan berbagai jenis. Ada cacing, anak kecoa, ulat ceremende, dan lain-lain. Per cup harganya Rp10 ribu," kata dia. "Sudah begitu, ada hiburan musik yang full dimainkan tiap hari juga."
Setiap hari, kolam pemancingan yang berjarak sekitar 15 kilometer ke arah timur dari pusat kota Semarang ini dibagi menjadi dua sesi. Sesi pertama mulai pukul 07.00 hingga 17.00 WIB. Sedangkan sesi selanjutnya adalah mulai pukul 17.00 WIB hingga tengah malam.
"Kami ada lima spot pemancingan; kolam nila, lele, gurami, bawal, dan galatama lele. Pengunjung bebas pilih tempat memancing yang diinginkan," beber Sahid. "Yang paling banyak (didapatkan) adalah nila dan gurami. Pernah ada pemancing beruntung yang dapat nila (seberat) empat kilogram."
Selain itu, untuk lebih menarik minat pengunjung, Sahid menambahkan, pengelola juga menggelar lomba memancing. Kompetisi banyak-banyakan hasil tangkapan ini digelar tiap malam. Pemenangnya dinilai dari hasil yang didapatkannya selama event berlangsung.
"Yang tangkapannya paling banyak menjadi pemenangnya. Ini digelar tiap malam," tandasnya, yang tentu saja sontak membuat mata suami saya berbinar-binar.
Jadi, mengapa para lelaki mengisi waktu luang di kolam pemancingan? Entahlah. Namun, saya melihatnya sebagai semacam jeda di antara rutinitas yang begitu padat. Bagian dari meditasi, mungkin? Ha-ha. (Sekarwati/E03)