BerandaAdventurial
Rabu, 30 Sep 2025 15:42

Fosil Gajah Purba Menjadi Primadona di Pameran Pop-up Museum Patiayam

Selepas touring, para pengendara skuter berkumpul di pameran pop-up Patiayam. (Inibaru.id/ Anam)

Menjadikan Museum Patiayam sebagai titik akhir Scooter Green Patiayam 2025, pameran pop-up yang menampilkan replika gajah purba dan berbagai koleksi prasejarah di pelataran museum segera diserbu ratusan peserta touring.

Inibaru.id – Museum Purbakala Patiayam mendadak berubah menjadi lautan skuter pada Minggu (28/9/2025). Datang dari berbagai daerah, ratusan pencinta kendaraan klasik memenuhi area lereng Muria dalam gelaran Scooter Green Patiayam 2025.

Deru mesin klasik, aroma knalpot, dan denting musik khas komunitas skuter berpadu dengan suasana alam pegunungan yang sejuk. Namun, keramaian tak hanya berhenti di arena berkumpulnya motor. Di tengah gegap gempita itu, sebuah pameran ilmiah menjadi pusat perhatian, membawa pengunjung menyelami jejak kehidupan purba yang tersimpan di tanah Patiayam.

Salah satu sudut pameran menyorot wilayah tenggara Bukit Slumprit, tepatnya di lereng Ngasinan. Di balik tanah purba yang dikenal sebagai Formasi Slumprit, tersimpan kisah yang berlangsung sejak Kala Pleistosen Tengah, sekitar 800 ribu tahun lalu yang diprakarsai oleh Yayasan Dharma Bakti Lestari bersama Center for Palaeontology and Archaeological Studies (CPAS).

Dari lapisan tanah inilah para peneliti menemukan fosil gajah purba Elephas hysudrindicus dalam kondisi yang hampir lengkap pada 2024. Temuan itu merupakan hasil kerja sama Yayasan Dharma Bakti Lestari dan The Center for Prehistory and Austronesian Studies.

Fosil gajah purba berusia 800 ribu tahun dari Formasi Slumprit jadi sorotan utama pameran pop-up di Situs Purbakala Patiayam, Jekulo, Kudus. (Inibaru.id/ Anam)

Fosil yang kini dipamerkan dalam bentuk cetakan ini menjadi bintang utama pameran pop-up yang berlokasi di Kecamatan Jekulo, Kabupaten Kudus itu, seakan menghidupkan kembali dunia purba di hadapan mata pengunjung.

Patiayam sejatinya bukan nama baru di dunia arkeologi. Jejak penelitian di kawasan ini sudah berlangsung sejak abad ke-19. Pada 1857, Raden Saleh bersama Junghuhn tercatat mengumpulkan fosil dari kawasan ini.

Laporan demi laporan kemudian muncul, meski sempat terhalang oleh praktik perdagangan “tulang naga” yang dilakukan sebagian penduduk setempat. Baru di abad ke-20, penelitian semakin serius dilakukan.

Dari van Es hingga van Bemmelen, hingga akhirnya Prof Sartono dan tim ITB pada 1978 menemukan fragmen tengkorak Homo erectus. Semua penelitian itu menegaskan satu hal: Patiayam adalah laboratorium alam yang menyimpan rahasia besar tentang manusia, fauna, dan lingkungan purba Jawa.

Kala Pleistosen, Pulau Jawa adalah rumah bagi gajah-gajah purba. Dua di antaranya adalah Stegodon trigonocephalus dan Elephas hysudrindicus. Mereka mampu bertahan hidup dengan beradaptasi pada lingkungan yang berubah, dari hutan lebat hingga padang rumput terbuka.

Apabila Stegodon dikenal luas sebagai penjelajah Asia Tenggara, maka E hysudrindicus adalah penghuni setia Jawa, terutama di perbukitan Kendeng. Temuan terbaru di Patiayam membuktikan, kawasan ini juga pernah menjadi habitat alami gajah endemik Jawa tersebut.

Nggak hanya para pengendara skuter, pameran pop-up di Museum Patiayam juga dihadiri para pelajar. (Inibaru.id/ Anam)

Penemuan fosil gajah purba Patiayam bermula dari tangan warga sederhana. Pada 2024, Wagiran, seorang petani, menemukan potongan tulang saat menggarap sawahnya di Ngasinan. Temuan itu dilaporkan ke Taqim, staf Museum Patiayam. Ekskavasi pun dilakukan oleh tim peneliti yang dipimpin Pro. Truman Simanjuntak.

Hasilnya mengejutkan: fragmen kecil itu ternyata bagian dari kerangka gajah purba yang tergolong lengkap. Kini, fosil tersebut bukan hanya bahan kajian ilmiah, melainkan juga daya tarik wisata berbasis pengetahuan yang semakin menguatkan posisi Kudus di peta arkeologi Indonesia.

Gajah purba Patiayam bukan sekadar tulang belulang, melainkan saksi evolusi panjang yang bermula dari Afrika, menyebar ke Asia, lalu menjejak di Pulau Jawa. Dari garis keturunan E hysudricus Asia Selatan, lahirlah gajah endemik Jawa: Elephas hysudrindicus. Spesies ini menjadi mata rantai penting antara nenek moyangnya di benua lain dan gajah Asia modern.

Ciri khas berupa dahi cekung dan gigi geraham tebal membedakannya dari gajah yang hidup saat ini. Dengan demikian, Patiayam nggak hanya menyimpan fosil, tetapi juga kisah evolusi yang menjadikan Jawa bagian dari sejarah besar dunia purba.

Di tengah keriuhan suara skuter, pameran ini menghadirkan momen unik: pertemuan antara semangat komunitas anak muda dengan pengetahuan purba. Roni, salah satu pengendara skuter asal Demak, mengaku terkejut sekaligus bangga.

“Saya awalnya datang karena acara scooter, tapi ternyata ada pameran ilmiah yang keren banget. Baru tahu kalau di Kudus ada fosil gajah purba yang lengkap. Jadi makin bangga dan penasaran sama sejarah di tanah sendiri,” ucapnya saat tengah berfoto di depan replika fosil.

Komentar itu seakan merangkum suasana hari itu. Scooter Green Patiayam bukan sekadar ajang kumpul penggemar kendaraan klasik, melainkan juga jembatan untuk mempertemukan generasi muda dengan sejarah panjang tanah kelahiran mereka.

Sejarah purba yang biasanya hanya dikenal lewat buku pelajaran kini hadir di depan mata, menyatu dengan dentuman mesin dan semangat komunitas yang biasa menggeber mesinnya di jalanan. (Imam Khanafi/E10)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: