BerandaAdventurial
Minggu, 6 Jun 2020 13:00

Berjumpa Perempuan-Perempuan Tangguh di Pasar Gang Baru

Buruh angkut saat akan mengangkat barang bawaan pelanggan. (Inibaru.id/ Audrian F)

Beratnya beban yang harus diangkat dan ancaman Covid-19, mereka anggap nggak seberapa. Yang para perempuan ini takutkan adalah perut lapar. Karena itu, tanpa peduli pada keselamatan mereka pergi ke pasar menjajakan jasa setiap hari.<br>

Inibaru.id - Sinar matahari sudah menghangat tatkala beberapa perempuan berumur yang membawa keranjang bambu duduk di depan Pasar Gang Baru, Pecinan, Kota Semarang. Mereka adalah para buruh angkut perempuan yang sehari-hari mencari nafkah dengan membantu orang-orang di pasar membawa barang belanjaan atau dagangan.

Pekerjaan ini tentu nggak mudah. Terlebih, mereka harus memiliki tenaga ekstra untuk bisa bekerja.

Menanti pelanggan. (Inibaru.id/ Audrian F)<br>

Saya iseng bertanya kepada salah seorang buruh angkut tersebut. Namanya adalah Sumarti. Dia cerita kalau kebanyakan buruh angkut di Pasar Gang Baru ini berasal dari Demak. Usia yang dimiliki para buruh angkut ini sekitar 45-50 tahun. Tentu bukan usia yang segar lagi untuk mengangkat beban.

“Saya sudah sejak dari muda sampai punya cucu di sini (bekerja sebagai buruh angkut),” kata Sumarti.

Ketika pasar sudah mulai ramai, Sumarti dan kawan-kawannya tampak bersiap-siap. Keranjang bambu disiapkan dan sebuah kain panjang yang digunakan sebagai pengikat keranjang mulai dikalungkan ke lehernya. Masing-masing juga mulai mengeluarkan teriakan-teriakan kecil untuk menawarkan jasa angkut. Ada juga yang langsung menghampiri salah seorang pelanggan pasar.

Menanti pelanggan berbelanja. (Inibaru.id/ Audrian F)<br>

Kata Sumarti, ada beberapa buruh angkut yang sudah memiliki langganan. Biasanya para buruh akan mendapat kabar melalui telepon jika mereka hendak berbelanja ke pasar.

“Ya untung-untungan kalau bisa jadi langganan. Biasanya mereka juga memberi upah lebih atau memberikan sedikit belanjaannya,” tutur perempuan berusia 53 tahun tersebut.

Berbicara tentang upah, para perempuan tangguh ini nggak pernah mematok harga. Ada yang melirik jasa mereka saja sudah bagus, begitu kata Sumarti. Dia mengungkapkan kalau upah tergantung pelanggan dan banyaknya muatan yang dibawanya.

Perhari, Sumarti bisa mendapatkan upah sebanyak Rp 50 ribu sampai Rp 200 ribu. Biasanya jika muatannya lumayan banyak, seorang pelanggan memberi bayaran Rp 25 ribu.

Buruh angkut perempuan bekerja tanpa tarif tetap. (Inibaru.id/ Audrian F)<br>

Selesai berbincang dengan Sumarti, saya masuk ke Pasar Gang Baru untuk melihat bagaimana para buruh angkut perempuan ini bekerja.

Sampai di dalam, saya mendapati jumlah mereka jauh lebih banyak. Mereka hilir-mudik di antara desak-desakan pelanggan. Rezeki memang nggak ke mana. Sejauh yang saya lihat, mereka nggak ada yang menganggur. Bisa dibilang kalau banyak juga orang yang membutuhkan bantuan mereka.

Nggak cuma mengangkat belanjaan, bisa saja mereka menerima jenis job lainnya. Suparti misalnya. Perempuan paruh baya ini diutus seseorang untuk berbelanja. Berbekal catatan, Suparti hilir mudik mencari barang-barang yang tertulis di sana.

“Ini sudah langganan. Pelanggan saya ini punya warung bakmie, jadi titip saya buat belanja,” tuturnya.

Berkerumun di pasar nggak membuat mereka takut terkena Covid-19. (Inibaru.id/ Audrian F)<br>

Bekerja di tengah keramaian seperti pasar tentu membuka lebih banyak risiko tertular penyakit termasuk Covid-19. Tapi, apa boleh buat, justru suasana ramai inilah yang memberi mereka harapan. Karena itu, mereka nggak bisa menjauh. Alih-alih khawatir corona, mereka lebih mengkhawatirkan hal lain.

“Saya lebih takut pulang nggak bisa makan atau nggak bawa apa-apa daripada terkena corona,” pungkas Suparti.

Wah, jadi ikut prihatin ya, Millens. Semoga mereka dapat perhatian pemerintah juga. (Audrian F/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024