BerandaAdventurial
Selasa, 11 Nov 2019 12:34

Berasa Syuting <em>Wiro Sableng</em>, Berburu Penganan Zadul di Pasar Kuliner Desa Wisata Lerep

Suasana Pasar Kuliner Desa Wisata Lerep (Inibaru.id/ Lala Nilawanti)

Pasar Kuliner Desa Wisata Lerep jadi salah satu pasar tematik di Semarang. Kamu harus datang dan cobain jajanan tempo dulunya ya. Suasana zadulnya totalitas deh!

Inibaru.id - Menyambangi Pasar Kuliner Desa Wisata Lerep (DWL) seperti masuk ke lorong waktu. Lapak-lapak dari welit (bilah bambu), kostum ala masyarakat Jawa tempo dulu, alat pembayaran berupa koin kayu, dan menu kuliner tradisionalnya yang legit ibarat mesin waktu yang berhasil membawa saya ke masa lalu.  

Kendati ngggak sepopuler pasar tematik macam Pasar Papringan di Temanggung, pasar kuliner di Desa Lerep, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang, ini nggak salah seru, lo. Seperti namanya, pasar yang digelar saban Minggu Pon itu menawarkan pelbagai penganan "langka" yang mungkin nggak kamu temukan dalam keseharian.

Kamu yang tinggal di Semarang dan sekitarnya tentu harus menyambangi pasar yang baru buka April 2019 lalu tersebut. Di sana, kamu bisa mencicipi berbagai menu kuliner khas Desa Lerep seperti Nasi Iriban, Bubur Suwek, Lodhek, Kopi Klotok, dan Dawet Nganten. Nggak hanya unik namanya, rasanya pun enak.

Selain itu, kamu juga bisa mencicipi penganan zadul dari berbagai daerah, mulai dari Gethuk Ndeler, Kemplang, Nasi Awot-awot, Sego Megono, hingga Serabi Caonan yang mungkin asing di telingamu.

Koin kayu jati sebagai alat tukar di Pasar Kuliner DWL. (Inibaru.id/ Lala Nilawanti)

Suasana Pedesaan Masa Lalu

Nggak jauh berbeda dengan pasar tematik yang belakangan marak di sejumlah wilayah di Tanah Air, Pasar Kuliner DWL juga menawarkan suasana pedesaan pada masa lalu. Menyambangi tempat ini, saya seperti sedang syuting film kolosal macam Wiro Sableng atau Pendekar Tongkat Emas. Ha-ha.

Untuk membayar makanan, saya harus menggunakan koin khusus dari potongan kayu jati. Alat tukar khusus ini bisa saya dapatkan di kasir.

Semua penjual yang ada di pasar ini juga berpakaian tradisional. Ada yang mengenakan atasan lurik cokelat atau hijau dengan bawahan batik. Ada pula yang menggunakan kebaya. Lengkap dengan iket batik atau topi caping bambu bagi para laki-laki, para penjual yang merupakan warga Desa Lerep itu luwes melayani pembeli.

Selain itu, lapak-lapak yang terbuat dari welit dan bambu beratap daun rumbia kering juga sungguh zadul, benar-benar membawa jauh ke zaman sebelum saya dilahirkan. Lapak-lapak itu berjajar rapi. Di depan tiap lapak terdapat tampah bambu bertuliskan jenis dagangan yang dijual.

Penjual Nasi Iriban di Pasar Kuliner DWL. (Inibaru.id/ Lala Nilawanti)

Anti-plastik

Selama pasar kuliner berlangsung, jangan harap kamu menemukan plastik di tempat ini, baik sebagai pembugkus atau tempat makanan dan minuman yang mereka jual. Pasar Kuliner DWL memang menerapkan konsep anti-plastik. Seluruh peralatan makan dan minum di sana nggak memakai plastik.

Sebagai gantinya, makanan yang kamu beli bakal dibungkus daun jati, daun pisang, daun aren, batok kelapa, anyaman bambu, dan mangkok atau piring dari kramik tanah liat. Sendoknya juga terbuat dari kayu, sedangkan gelasnya berbahan seng dan kaca.

Hasanudin, salah seorang perangkat desa di Lerep mengatakan, back to nature memang menjadi konsep yang ditonjolkan di pasar kuliner tersebut.

"Pakai bahan alam yang mudah kami dapat seperti dedaunan dan bambu yang tumbuh di kebun kami,” tutur lelaki yang sedang berjaga di loket penukaran koin.

Selama pasar kuliner berlangsung, kamu juga bakal diiring klenengan musik gamelan yang bikin suasana tambah nyes dan syahdu. Duh, saat memejamkan mata, saya benar-benar merasa sedang berada di masa lampau, lalu ada derap kuda mendekat, lalu ada rombongan perampok, lalu saya diculik! Ha-ha.

Potongan ayam bakar di Nasi Iriban. (Inibaru.id/ Lala Nilawanti)

Meski menyambangi pasar tematik semacam ini bukanlah yang pertama bagi saya, Pasar Kuliner DWL tetap menawarkan rasa yang berbeda. Kamu yang pengin menikmati kuliner zadul yang unik nan enak di Semarang, silakan mampir ke sini ya! Ingat, tiap Minggu Pon! (Lala Nilawanti/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024